Cukup lama mereka berjalan di jalanan kota yang terlihat ramai dengan pedagang dan juga orang-orang yang berlalu-lalang, hingga akhirnya mereka pun sampai di depan sebuah tempat berlantai dua yang terlihat sangat ramai.
“Ini tempatnya?“ tanya Ailing pada Xin Ya yang berada di belakangnya.
“Benar Nyonya, ini rumah judi terbesar di kota ini. Tapi untuk apa kita ke sini?“ tanya Xin Ya sembari beralih menatap pada Ailing.
Ailing pun tersenyum kecil. “Tentu saja kita akan mencari uang di sini,” jawabnya sembari melangkah masuk ke dalam tempat itu.
Mata Xin Ya membulat mendengar ucapan Nyonyanya itu. “Apa, Nyonya akan mencari uang di sini?“ batinnya sembari mendongakkan kepalanya membaca papan yang bertuliskan 'sedap malam' nama tempat tersebut.
“Ah, aku harus mencegah Nyonya,” gumam Xin Ya sembari melangkah masuk ke dalam tempat tersebut.
Ia yang baru saja masuk pun segera membawa pandangannya ke segala arah untuk mencari Ailing. Hingga ….
“Aku ikut!“ Teriakan dari salah satu meja.
“Itu Nyonya,” gumam Xin Ya yang langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dan benar saja, di sana terlihat Ailing yang sudah duduk mengelilingkari sebuah meja judi bersama beberapa laki-laki.
“Astaga, Nyonya,” gumam Xin Ya yang tak habis pikir dengan tingkah Ailing yang sangat berani dan sembrono, jauh berbeda dengan sebelum Ailing hilang ingatan.
**
Di meja judi.
Saat ini Ailing tengah mengetuk-ngetuk meja tersebut dengan jari telunjuknya. Tentu saja suara ketukan dari jarinya itu tak akan mengganggu siapa pun di sana, apalagi di tengah suara teriakan orang-orang kaya yang sedang bersemangat mempertaruhkan uang mereka.
“Nyonya, kenapa Anda bisa duduk di sini?“ tanya Xin Ya yang baru saja sampai di belakang Ailing.
“Aku akan menggandakan uang,” bisik Ailing tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari arah meja judi.
“Tapi Nyonya, kalau sampai Tuan tahu maka—”
“Hust, diam saja,” potong Ailing. “Kamu lihat saja kehebatan Nyonyamu ini,” imbuhnya sembari tersenyum kecil.
Setelah itu ….
“Ayo pasang-pasang!“ teriak bandar.
Lalu semua orang pun mengeluarkan taruhannya, termasuk Ailing yang mengeluarkan isi kantong Xin Ya.
“Nona kecil, aku berikan sepuluh perak dan bawa pergi semua celenganmu itu,” ejek seorang laki-laki paruh baya yang saat ini juga sedang berjudi di meja itu.
Lalu yang lain pun ikut menimpali. “Benar Nona kecil, terima saja kebaikan Tuan Wang dari pada kamu menangis di sini.“
Langsung saja Ailing menghela napas panjang. “Tuan-tuan, kenapa kalian memperdulikan gadis kecil sepertiku ini. Ataukah jangan-jangan kalian ini takut akan dipermalukan oleh gadis kecil sepertiku?“
Langsung saja ekspresi mengejek dari dua laki-laki paruh baya tersebut berubah menjadi tatapan tajam. “Dasar gadis kecil, setelah ini aku tidak akan perduli kalau sampai kamu menangis minta ampun di sini,” balasnya.
“Ya sudah, aku juga tidak akan minta ampun,” sahut Ailing sembari berganti menatap Bandar. “Ayo Pak, segera saja mulai.“
Setelah mendapat persetujuan dari yang lainnya, akhirnya bandar pun membuka tempat dadunya.
“Nah kan!“ seru Ailing dengan senyuman lebar yang mengembang di wajahnya.
Para laki-laki paruh baya dan orang tua yang juga berjudi di meja tersebut pun langsung menatap Ailing. Tentu saja mereka merasa tak percaya karena mereka telah dikalahkan oleh seorang wanita muda seperti Ailing.
“Bodo amat dengan isi pikiran mereka. Asal aku bisa punya uang, itu tak masalah,” batin Ailing sembari terus tersenyum dan mengambil semua bagiannya.
Dan ketika Ailing akan bangun dari tempat duduknya untuk menyudahi permainan, tiba-tiba laki-laki paruh baya tadi kembali membuka mulutnya.
“Ke mana kamu akan pergi?“ tanyanya.
“Tentu saja pulang. Aku tidak serakah, uang ini sudah cukup untukku,” jawab Arumi sembari memasukkan semua uang taruhan ke dalam kantongnya.
Lalu sebuah senyum licik pun muncul di bibir laki-laki tua. “Apa kamu tidak tahu di sini ada peraturan?“
Ailing mengangkat pandangannya. “Peraturan?“
“Setiap orang yang menang baru boleh pergi setelah menjalankan empat permainan,” jawab laki-laki tua tersebut sembari menunjukkan empat jarinya.
Ailing lalu mengangguk-ngangguk. “Apa benar ada peraturan seperti itu? Tapi ya sudahlah tidak masalah, lagi pula permainan dadu ini adalah permainan saat aku masih anak-anak,” batinnya.
Berbeda dengan Ailing, kini Xin Ya merasa sangat khawatir. “Nyonya, bagaimana ini?“ bisiknya.
“Tenang saja,” jawab Ailing yang juga berbisik.
“Jadi bagaimana gadis kecil? Kamu mau bermain lagi, atau menyerahkan semua uang itu?“ desak yang lainnya.
Tentu saja Ailing langsung tersenyum manis pada orang yang bertanya padanya. “Tentu saja bermain lagi. Aku tidak bisa pulang dengan tangan kosong,” jawabnya penuh semangat.
“Baiklah kalau begitu, mari kocok lagi!“ ujar yang lainnya.
Kemudian permainan pun bergulir kembali dan lagi-lagi Ailing menjadi pemenangnya. Semuanya terus berjalan, hingga akhirnya Ailing berhasil menguras uang milik orang-orang yang tadi meremehkannya.
“Baik, sudah empat kali jadi aku bisa pergi 'kan?“ tanya Ailing sembari mengangkat uang-uangnya yang sudah berubah menjadi beberapa kantong penuh.
Tentu saja tak ada seorang pun yang menghentikannya meninggalkan meja judi tersebut. Hingga akhirnya saat ia akan pergi, tiba-tiba saja seorang gadis cantik menghampiri dirinya.
“Nona, tuan saya mengundang Anda untuk minum teh. Apakah Anda bersedia?” ucap pelayan tersebut sembari menyodorkan sebuah giok pada Ailing.
Ailing pun terdiam melihat giok yang diukir tersebut. Ia berpikir keras, hingga akhirnya munculah pengetahuan tentang giok tersebut di dalam ingatannya. “Oh, jadi benda itu sejenis KTP,” batinnya.
“Di mana orangnya?“ tanya Ailing sembari kembali menatap ke arah wanita di hadapannya itu.
Lalu wanita tersebut pun mengangkat pandangannya, memberi tanda pada Ailing kalau orang yang mengundangnya ada di lantai atas.
Segera Ailing mendongak. “Jadi orang ganteng itu,” pikirnya ketika melihat seorang laki-laki tampan di lantai dua sedang tersenyum pada dirinya.
“Nyonya, Anda harus hati-hati,” bisik Xin Ya.
“Aku mengerti,” jawabku. Setelah itu aku pun tersenyum kembali pada wanita di hadapanku. “Baiklah, tolong tunjukkan jalannya.“
“Baik,” sahut wanita tersebut masih dengan sikap sopannya.
Kemudian mereka bertiga pun berjalan ke lantai atas tempat itu. Ailing yang sudah tahu orang yang mengundangnya pun segera berjalan ke meja orang tersebut tanpa bantuan wanita tadi lagi.
“Apakah ada sesuatu yang bisa dibantu oleh gadis kecil sepertiku ini Tuan?“ tanya Ailing ketika baru saja sampai di meja tersebut.
Kembali sebuah senyum terukir di wajah tampan itu. “Perkenalkan, namaku Rong Ai. Kalau Nona sendiri?“ tanyanya.
“Dia ini pasti salah satu tipe playboy di jaman ini,” pikir Ailing.
“Nama saya Ailing Tuan. Jika tidak ada hal lain lagi, maka saya permisi untuk pergi,” monolognya.
Lalu suara tawa pun muncul dari Rong Ai. “Anda memang sangat menarik. Sangat jarang seorang perempuan, apalagi gadis kecil sepertimu datang ke tempat ini,” ucapnya.
“Lalu?“ sahut Ailing ketus.
“Saya ingin mengundang Anda untuk ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments