Pangeran Song mengangkat tangannya dan membuat Jongki menarik kembali pedangnya yang saat ini berada tak jauh dari leher Ailing.
Sedangkan Ailing tanpa rasa takut langsung melirik tajam ke arah Jongki.
“Dia tidak takut padaku?“ batin Jongki sembari menyarungkan pedangnya.
"Jadi kamu tidak mau uang ini?" tanya Pangeran Song sembari tersenyum sinis.
Kemudian Ailing pun menurunkan kakinya dan menarik tangannya untuk melepaskan kungkungannya. "Aku tidak tertarik dengan syaratmu. Ingat, aku bukan wanita murahan! Jadi jangan samakan aku dengan wanita-wanita penghibur," tegasnya sembari berbalik.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan kembali ke kediaman perdana menteri untuk menggali uang di sana?" serang Tuan Song dengan kata-katanya.
Ucapan Pangeran song tersebut langsung membuat Ailing mengepalkan tangannya. “Dasar mulut silet,” geramnya di dalam hati.
Amarah Ailing rasanya sudah sampai di ubun-ubun, tetapi ia sadar jika sampai saat ini ia marah-marah, maka ia akan menjadi sorotan para pelayan yang sedang bekerja. Dan tentu saja hal itu akan membuat para pelayan akan kembali bergosip, lalu membuat masalah lagi seperti hari ini.
“Tahan … tahan …,” batin Ailing sambil berusaha menahan kalimat kotor yang sudah berada di ujung tenggorokannya.
"Dengar, aku bisa mencari uang dengan tanganku sendiri tidak perlu bantuan siapa pun,” tukasnya lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, sesaat kemudian Xin Ya pun muncul dari arah lain sembari membawa nampan berisi minuman persis seperti milik Ailing.
"Tuan, silakan dinikmati. Resep ini adalah asli milik Nyonya," ucapnya sembari menyodorkan air tersebut.
"Pangeran—" ucapan jongki yang ingin mengingatkan Pangeran Song pun terhenti karena sekali lagi Tuannya itu mengangkat tangannya.
Jongki sebagai tangan kiri Pangeran Song tentu saja merasa khawatir dengan sikap Ailing yang sangat jelas sedang memberontak. bagaimanapun juga, ada kemungkinan besar jika Xin Ya akan mencampurkan sesuatu ke dalam minuman tersebut atas perintah Ailing.
Sebab, dengan semua yang pernah terjadi sangat memungkinkan kalau suatu saat Ailing akan membalas dendam pada Tuannya.
Setelah itu Pangeran song pun mengambil cangkir berisi minuman berwarna cukup aneh dan baru pertama kali ia temui itu. Ia menyesap perlahan minuman tersebut.
Dan seketika matanya pun langsung terbelalak ketika merasakan sesuatu yang baru di lidahnya tersebut. "Dari mana dia mengenal minuman ini?" pikir Pangeran song sembari menatap minuman yang sebenarnya adalah jus semangka tersebut.
Sesaat kemudian Xin Ya pun melirik ke arah kursi yang tadi digunakan Ailing. “Kenapa Nona tidak ada di sini? Apakah ada masalah?" pikirnya.
"Apa kamu mencarinya?“ tanya Pangeran Song yang sebenarnya tak butuh jawaban dari pelayan istrinya itu. "Dia baru saja pergi. Kamu bisa pergi sekarang."
Xin Ya pun segera mengalihkan pandangannya kembali pada Pangeran Song. Sesaat kemudian ia dengan pelan membungkukkan tubuhnya. "Terima kasih Pangeran, kalau begitu saya permisi untuk mencari Nyonya,” ujarnya.
Setelah kepergian Xin Ya kemudian Jongki pun kembali membuka mulutnya. “Pangeran, apakah Anda akan membiarkan Putri Ailing mencari uang sendiri?" tanyanya.
"Memang apa gunanya aku menahan wanita keras kepala itu? Dia pasti akan tetap melakukannya. Awasi saja dia, jangan sampai dia membuat masalah," jawab Pangeran Song dengan santai sembari mengangkat kembali cangkir tersebut dan menyesapnya pelan.
Jongki mengernyitkan dahi mendengar jawaban tersebut. Ia penasaran, apakah saat ini Pangeran Song tidak peduli pada Ailing ataukah justru sangat peduli, bahkan memanjakannya?
**
Sementara itu di kamar Ailing, saat ini Ailing tengah duduk di bangku kayu berukir yang ada di kamarnya. Tangannya mengetuk-ngetuk meja kayu tersebut, pikirannya melayang mencari ide bagaimana cara menghasilkan uang di jaman ini.
"Dasar mulut besar," gerutunya lalu menepuk bibirnya berkali-kali.
"Nyonya, apa yang Anda lakukan?" seru Xin Ya yang baru saja masuk ke kamar itu sembari berlari ke arah Ailing.
Ailing pun menghentikan gerakan tangannya dan kemudian menoleh ke arah Xin Ya yang kini sudah berada di dekatnya. "Apa laki-laki kurang ajar itu sudah meminum minumannya?“ tanyanya.
"Sudah Nyonya. Tuan sudah menerima minuman tersebut dan sepertinya dia juga menyukainya," jawab Xin Ya sembari menatap bibir Ailing karena takut jika bibir Nyonyanya itu berubah bentuk.
"Ck," decak Ailing kesal. “Harusnya minuman itu diberi racun, supaya orang menyusahkan seperti itu cepat ma—"
Langsung saja Xin Ya membungkam mulut Ailing. “Nyonya, tolong jaga bicara Anda. Ini berbahaya jika sampai ada yang mendengarnya. Hukumannya bisa penggal kepala.“
Seketika mata ailing membulat, ia langsung memegangi lehernya. "Gila, masa ngomong gitu aja hukumannya penggal kepala,” batin Ailing sembari menelan ludahnya.
"Tolong Nyonya, saya mohon Anda lebih berhati-hati terhadap Pangeran. Bagaimanapun juga dia adalah adik raja dan juga pahlawan kerajaan ini. Jika sesuatu terjadi padanya, maka kerajaan ini bisa kacau," ucap Xin Ya sembari menarik tangannya.
Setelah itu Ailing pun menghela napas panjang. "Baiklah-baiklah aku berjanji tidak akan mengatakan hal seperti itu lagi. Tapi dia benar-benar keterlaluan. Aku tidak punya uang sepeser pun dan dia malah mengolok-ngolokku saat aku minta uang.”
Xin Ya paham betul keadaan Ailing. Ia tahu dengan jelas kalau mas kawin Ailing saat ini berada di kediaman perdana menteri. Dan tentu saja semua itu kini berada di tangan ibu tiri Ailing, jadi tidak akan mudah jika ingin mendapatkan mas kawin tersebut.
"Nyonya, saya memiliki tabungan. Walaupun tidak seberapa, saya harap ini bisa membantu Anda," ucap Xin Ya sembari mengambil sebuah kantong dari dalam pakaiannya.
Ailing pun menatap kantong berwarna hijau muda tersebut dengan perasaan miris. "Bahkan pelayan saja punya tabungan, astaga,” batinnya.
“Tolong terima ini Nyonya,” ucap Xin Ya sembari memberikan kantong tersebut ke tangan Ailing.
Sekali lagi Ailing menghela napas panjang. “Aku malu pada kamu,” ucapnya.
Tak diduga, tiba-tiba saja Xin Ya langsung berlutut di lantai.
“Heh, kenapa dia begitu?“ batin Ailing yang terkejut.
“Tolong Nona, tolong jangan mengatakan hal seperti itu. Saya ini berhutang budi pada Anda. Bahkan nyawa saya tidak akan cukup untuk membalas kebaikan Anda,” ucap Xin Ya.
“Astaga, kebaikan apa yang kamu lakukan dulu sampai ada orang yang berterima kasih seperti ini,” batin Ailing sembari memejamkan matanya.
“Sudah, berdiri,” pinta Ailing sembari membantu pelayan setianya itu untuk berdiri. “Baiklah-baiklah, aku tidak akan mengatakan hal seperti itu lagi,” imbuhnya.
“Terima kasih Nona,” sahut Xin Ya.
Mendengar sahutan tersebut, Ailing pun menggeleng pelan. “Kalau begitu aku pinjam uang kamu. Nanti aku akan mengembalikannya tiga kali lipat,” janjinya.
“Nona ….“
“Sudah, kamu diam saja dan ikut aku! Kita akan cari uang,” ucap Ailing sembari menggenggam erat kantong uang Xin Ya.
“Aku harus dan pasti akan mendapat banyak uang. Akan kusumpal mulut beracun pangeran songong itu.“ Tekad Ailing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments