Kini Natasha berada di dalam pesawat yang sebentar lagi akan lepas landas. Ia tidak sendirian disana, melainkan bersama dengan Dixon dan sekretarisnya. Dixon melihat gadis itu menghela nafas sedari tadi, ia mencemaskannya.
"Kim ini minumnya." ucap Dixon seraya menyodorkan segelas air minum yang hangat untuk Natasha. Wanita itu mengambilnya.
"Terimakasih Dixon." balas Natasha sambil tersenyum. Dia meneguk perlahan air minum yang hangat itu.
"Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?" tanya Dixon yang tak pernah melepaskan atensinya pada Natasha. Meski dia tau wanita itu sedang mengandung anak pria lain, tapi Dixon tidak merasa jijik padanya. Dia malah bersimpati dan perasaan sukanya masih sama pada Natasha, malah rasa suka itu bertambah. Sebab Natasha berani mengambil keputusan menjadi single parent, menurut Dixon tindakan Natasha cukup berani tapi mungkin egois dalam satu sisi.
Natasha mengangguk pelan, meski sebenarnya hatinya tidak baik-baik saja saat ini. Mulutnya bisa mendoakan kebahagiaan Aiden dan Luna, tapi hatinya sulit menerima.
"Kim, bagaimana kalau sebaiknya kau memberitahu Aiden tentang bayi kalian?" Natasha langsung melotot ke arah Dixon, seakan tidak suka dengan ucapan pria itu.
"Dan menghancurkan kebahagiaan mereka? Tidak Dixon! Biarlah aku dan anak yang ada didalam kandunganku ini menjadi rahasia kita saja. Aku bisa menjadi ibu sekaligus ayah untuk mereka." wanita itu berkaca-kaca, dia memegang perutnya yang masih datar. "Bagaimana aku bisa mengatakan tentang bayi ini? Sedangkan dia sendiri tidak ingat dengan apa yang kamu lakukan hari itu." Natasha terisak, ia ingat kejadian sekitar 3 Minggu yang lalu saat ia bicara tentang bercinta dengan Aiden. Pria itu tidak percaya padanya.
#Endflashback
Sekitar tiga Minggu yang lalu...
"Maaf Aiden, tapi aku ingin bicara sesuatu denganmu."
"Ini di kantor, gunakan bahasa formal. Dasar tak sopan!" ketus Aiden yang selalu berhasil mengiris hati gadis malang itu.
"Maaf, tapi yang akan aku bicarakan ini adalah hal pribadi.Tentang kita, semalam kita sudah melakukannya. Apa kau ingat?" tanya Natasha seraya memperhatikan raut wajah pria itu.
Aiden berjengit dan langsung menatap Natasha dengan dalam. Kedua alisnya terangkat, dia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Natasha yang berdiri tak jauh darinya. "Oh--jadi benar kau yang sudah menaruh obat perangsang didalam minumanku? Kau kan orangnya?" tuduh Aiden dengan tatapan sinisnya.
"A-apa maksudmu Aiden?" tanya Natasha tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Aiden.
"Aku benar-benar tidak percaya, bahwa kau tega melakukan ini kepadaku." Aiden membuka ponselnya dan memperlihatkannya pada Natasha. Aiden memutar video berisi pengakuan seorang waiters yang mengatakan bahwa dia disuruh oleh Natasha untuk memasukkan obat perangsang di dalam minuman Aiden.
"Kenapa bisa begini? Aiden ini tidak benar. Aku tidak pernah melakukan ini Aiden!" seru Natasha penuh kebingungan, dia menyangkalnya karena memang dia tidak melakukannya.
Aiden mencekik leher Natasha, dari tadi dia sudah menahan diri untuk menyerang gadis itu, karena pagi ini dia menyelidiki tentang minuman yang diminumnya semalam. Minuman yang membuatnya hilang akal dan kepanasan.
"Kkkeuhhh...Aiden...le-lepas..." Natasha memekik kesakitan lantaran Aiden mencekik lehernya dan menyudutkan gadis itu ke tembok. Bahkan kakinya sekarang tidak menapak di lantai. Sungguh, Natasha bingung kenapa Aiden menuduhnya begini? Dan apa pula video yang menuduhnya telah menaruh obat perangsang itu? Lalu bagaimana dia menjelaskan kejadian semalam, sedangkan semuanya sudah runyam.
"Untung saja aku tidak tidur dengan wanita jalangg dan licik sepertimu! Kau memang benar-benar sama seperti ibumu!" geram Aiden, lalu ia pun mendorong Natasha dengan kasar setelah mencekiknya.
"Aiden, video itu tidak benar...orang itu berkata bohong. Aku tidak pernah menaruh obat perangsang itu untuk menjebakmu! Percayalah padaku Aiden, aku tidak..."
"HENTIKAN! Aku sudah muak melihatmu, aku sudah tidak tahan dengan sikap jalangg yang pura-pura baik dan tidak berdaya di depanku. Lebih baik kau pergi dari sini, pergi dari hidupku!" ujar Aiden mengusir Natasha. Gadis itu terluka dengan sikap Aiden kepadanya, sangat terluka. Ini lebih parah daripada dihina, dia tidak bersalah dan dia tidak terima disalahkan.
Gadis itu berdiri, dia menatap Aiden dengan mata berkaca-kaca. Tangannya memegang lehernya yang masih terasa kebas dan sakit karena ulah Aiden.
"Jika aku bisa memilih, aku juga tidak mau terlahir dari rahimnya. Tapi tanpanya, aku tidak akan terlahir ke dunia ini. Aku tidak akan bertemu denganmu dan mencintaimu...namun aku dan dia berbeda Aiden." tanpa bertanya apa alasan Aiden membencinya, Natasha sudah tau. Dan sekaligus dia mengakui perasaannya pada Aiden. Dia mencintai pria itu, meski pria itu membencinya.
Natasha mencintaiku? Tidak, tidak mungkin. Kenapa aku merasa aneh saat dia mengatakan cinta? Batin Aiden.
"Apapun yang kau katakan, tidak akan mengubah fakta bahwa ibumu sudah membunuh ibu dan ayahku. Bahkan kau juga sudah ketularan jalangg olehnya." ucapan Aiden lagi-lagi menyakiti hati Natasha. Gadis itu sungguh kecewa, amat kecewa. Setelah kejadian semalam, dia malah diperlakukan seperti ini.
Plakk!
Natasha yang selama ini selalu diam saja ketika Aiden bersikap dingin dan melontarkan kata-kata kejam padanya. Kini berani memukul Aiden. Melampiaskan semua rasa kesalnya.
"Jika kau ingin aku pergi, baik--aku akan pergi. Aku juga tidak bisa bertahan dengan neraka mu lagi. Yang penting, aku sudah mengatakan perasaanku padamu...hiks..."
Natasha menangis, ia pergi keluar dari ruangan Aiden dan beberapa detik kemudian dia melemparkan sebuah amplop putih tepat ke wajah Aiden. "NATASHA!" hardik Aiden dengan tatapan nyalang pada gadis itu yang sudah bersikap tak sopan padanya.
"Aku PERGI, Mr. Dacosta!" ucap Natasha dengan suara keras, lalu dia pun melangkah pergi dari sana dengan perasaan terluka. Dia memutuskan untuk melupakan Aiden, meski tidak mudah seperti apa yang dikatakan oleh bibirnya.
#End Flashback
Setelah mendengarkan cerita dari Natasha, Dixon jadi paham akan alasan kenapa ia menyembunyikan ini dari Aiden. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi untuk bicara dan aku akan membantumu untuk merahasiakan ini." kata Dixon sembari memeluk Natasha yang menangis saat ini didalam dekapannya. "Tapi aku akan menanyakan satu hal lagi.."
Natasha menoleh ke arah Dixon, ia menarik diri dari pelukan Dixon. Pria yang sudah seperti kakaknya sendiri. "Apa?"
"Apa kau tidak akan menyesal pergi dari Aiden? Dari ayah anakmu?" tanya Dixon yang tidak ingin Natasha menyesal di kemudian hari karena sudah meninggalkan Aiden tanpa pamit, tanpa memberitahukan padanya bahwa mereka akan memiliki seorang anak.
"Aku tidak akan menyesal. Malah--yang akan aku sesalkan, kalau aku tidak pergi dari sini." ucap Natasha dengan keputusan yang mantap dan penuh keyakinan. Dixon tersenyum tipis, ia menganggukkan kepalanya dengan perasaan lega.
Aku akan melupakan semuanya, aku akan melupakan Aiden. Batin Natasha sambil memegang gelang persahabatan yang dibuatnya dulu bersama Luna, Aiden dan Theo waktu di TK dulu.
Kenangan manis di waktu kecil dan kenangan menyakitkan saat Aiden yang tiba-tiba berubah padanya, terngiang-ngiang di kepala Natasha.
"Kau pasti bisa melupakannya, kau bisa." ucap Dixon seraya tersenyum menenangkan wanita itu.
Kemudian terdengar suara seseorang yang mengatakan bahwa pesawat akan lepas landas. Beberapa detik kemudian, pesawat yang menuju ke Singapura itu lepas landas.
****
Sementara itu Aiden sedang berada di aparat Natasha yang saat ini kosong tidak ada pemiliknya. Aiden membuka paksa apartemen Natasha pada pengelola apartemennya. Dia ingin bertemu dengan Natasha dan bicara padanya saat ini. Kalau perlu meminta maaf sampai bersujud pun akan dia lakukan.
"Nath! Dimana kau? Natasha! Jangan sembunyi dan keluarlah!" teriak Aiden memanggil nama Natasha sambil berlari-lari mencari gadis itu di seluruh sudut apartemennya yang terbilang sederhana ini.
"Tuan...dengarkan saya dulu, nona Satigo itu...dia..."
"DIAM!" ujar Aiden pada pria pengelola gedung apartemen itu, sambil menunjuk ke wajahnya. Pria itu seperti akan mengatakan sesuatu pada Aiden, tapi Aiden terus saja menyelanya.
Aiden tiba di kamar Natasha, kamar yang didominasi oleh cat berwarna ungu. Natasha menyukai warna ungu, Aiden tau itu. Pria itu pun mulai gusar, ia tidak menemukan keberadaan Natasha disana. Tak lama kemudian, Ivana dan Theo datang menghampiri Aiden. Ya, mereka berdua menyusul Aiden untuk memberitahukan bahwa Natasha pergi.
"Kak..."
"Ivana, Natasha tidak ada disini."
Ivana hendak membuat mulut untuk memberitahukan tentang Natasha, tapi tanpa sengaja Ivana menginjak sesuatu di karpet kamar Natasha. Ia mengambil benda itu, sontak saja Ivana dan Theo terbelalak melihatnya.
"Ini...bukankah ini alat tes kehamilan?" gumam Ivana yang terdengar jelas oleh Aiden dan Theo. "Kak Natasha, dia hamil?"
Tubuh Aiden gemetar, jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dadanya mendadak sesak, dia yakin Natasha mengandung anaknya. Hati Aiden teriris sangat mengingat kata-kata kejamnya pada Natasha yang berulang kali ia ucapkan pada gadis itu.
"Ada, karena aku tak mau kau bahagia."
"Kau adalah wanita jalangg sama seperti ibumu!"
"Ya Tuhan, apa yang kulakukan....apa yang..."
"Aiden, sepertinya Natasha mengandung anakmu. Dia, wanita yang bercinta denganmu malam itu." kata Theo yakin.
"Aku harus menemukannya, aku harus..." Aiden berkaca-kaca, bulir air mata mulai berjatuhan dari matanya membasahi pipi.
"Kak tenanglah, kak Natasha...kata kak Raphael dia pergi bersama kak Dixon. Dia pergi ke Singapura!" seru Ivana memberitahu kakaknya, tentang kepergian Natasha.
Tanpa banyak bicara, mereka bertiga pun bergegas pergi ke bandara. Berharap pesawat ke Singapore belum lepas landas. Begitu sampai di bandara, Aiden meminta bantuan pada temannya untuk menghentikan keberangkatan. Tapi pesawat sudah terlanjur lepas landas.
"Kak, kau harus menyusul kak Natasha...hiks...kasihan dia." Ivana menangisi Natasha, ia meminta kakaknya untuk menyusul Natasha.
"Aku akan pergi dan membawanya kembali." ucap Aiden dengan penuh rasa sesal di dadanya. Ia pun segera meminta tiket penerbangan tercepat ke Singapore.
30 menit kemudian...
Saat Ivana, Theo dan Aiden sedang berdiri didekat pemesanan tiket pesawat dan menunggu keberangkatan Aiden ke Singapore. Atensi mereka tiba-tiba tertuju pada sebuah layar besar di sana yang membacakan berita mengejutkan.
Hari ini 10 Agustus tahun XX, telah terjadi kecelakaan yang terjadi Selat, Inggris. Sebuah pesawat bernama Avro xx yang tadinya akan mendarat di Singapore, mengalami kecelakaan dan jatuh di selat, Inggris. Korban yang meninggal maupun yang selamat masih belum bisa di pastikan.
"Kak NATH!!" teriak Ivana histeris saat mendengar berita kecelakaan pesawat itu. Aiden juga syok mendengarnya, air matanya jatuh tak tertahankan. Theo juga syok, ia memeluk Ivana seraya menenangkannya.
"Tidak...ini tidak mungkin...tidak mungkin..." Aiden menggelengkan kepalanya tidak karuan. Jangan tanyakan bagaimana hatinya saat ini.
...****...
Hai Readers, selamat malam...😍😍makasih ya komen kalian semua buat mood author naik...hihi....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
𝐙⃝🦜m!ℓᾰ🐊⃝⃟ ⃟🍒
mlm2 senam jantung gara2 baca bab ini kk🤧🤧
2023-03-21
0
Zakia
author kau sungguh hebat bisa buat aku jungkir balik membaca cerita ini,,,,,,
2023-03-15
1
Tiahsutiah
sekarang nikmatilah dulu penyesalan mu Aiden, nanti kalau kau sdh bertobat dan berubah tak membenci Nathasa lagi, semoga ke depan nya kalian ketemu lagi, semoga Nathasa dan kandungan nya selamat,,,,
2023-03-15
1