05

"Tunggu-tunggu," kata Karina sesaat keduanya tengah berjalan di bawah teriknya matahari menuju lapangan yang ada di area kampus, dan itu harus terhenti sebab gadis di sampingnya masih tak paham.

"Jadi, maksudmu. Kau tak sengaja menabrak mobil bapak-bapak itu, waktu buru-buru balik dari rumah sakit untuk menghindari Kakakmu si Lerry itu?"

Dita menganggukkan kepala, seiring dengan membawa kembali langkanya menuju salah satu anak tangga yang ada di lapangan basket kampus.

Kedua gadis jurusan seni dan desain itu, baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhir. 

"Tadi malam aku tidak sempat cerita padamu, karena memang sudah sangat lelah, Rin," ucapnya kini berpangku tangan. "Terus ... bapak-bapak itu minta aku ganti rugi."

Karin bergerak sempurna mengarah ke Dita dengan wajah yang tak terima. "Ganti rugi? Berapa banyak, Dit? Kau punya uang?"

Dita kembali menganggukkan kepala . Lalu melirik ke arah sahabat, Dita kembali memposisikan tubuhnya dengan benar. 

"Aku tidak tahu berapa banyak uang yang harus aku keluarkan untuk biaya perbaikan body mobil mewah miliknya itu, Rin. Tapi aku rasa tabunganku cukup. Itu termasuk uang dari mama dan papa serta kakakku."

"Oh, Dita yang malang," kata Karin menarik pundak Dita menempel pada tubuhnya. "Andaikan saja dia itu bukan bapak-bapak, setidaknya dari lecet bisa kau kepet kalau dia masih muda. Fresh from oven," celetuknya disusul dengan senyum yang mengembang.

Dita memberungut serta menepis tangan Karin dari atas pundaknya. 

"Aku tak berpikir untuk mencari pacar sekarang. Cukup si Nanda aja terakhir," jawab Dita asal.

"Itu juga karena Kak Lerry, 'kan? Kau ini. Jangan pernah berpikir lagi untuk mencintai seorang kakak yang memang menganggapmu itu sebagai adik kandungnya sejak kau hadir di kehidupan mereka. Begitu pula dengan mama dan papamu, Dit. Kau tak ingin mereka kecewakan kalau kau tahu kau mencintai Kakakmu sendiri?"

"Yaaa! Aku juga tahu. Karena itu aku mencoba pacaran dengan Si Nanda. Eh, nggak taunya dia tukang selingkuh. Sialan amat."

"Dia masih cari-cari kau, Dit?"

Dita mengangguk. "Tadi pagi dia telepon aku buat ketemuan di kantin belakang, Rin. Kutolak."

"Buat apa?"

"Apa lagi kalau mau minta balikan. Baru juga seminggu udah minta balik lagi. Gak tahu malu itu cowok."

Karin tertawa renyah. "Sapa suruh pacaran sama anak satu kampus. Yaudah, aku duluan. Nanti telat pula sampai di kerjaan.

Dita membuat gestur tangan mengusir kala Karin si gadis berkuncir dua itu sudah berdiri dengan mengibas-ngibaskan bokong menggunakan tangannya untuk mengusir Karin.

"Hussss!"

"Sialan kau! Bye," ucap Karin dengan melambaikan tangan ke arah Dita sebelum dia benar-benar pergi.

Setelah kepergian Karin, tinggallah kini Dita sendiri di antara beberapa para anak mahasiswa yang sedang bermain atau latihan basket di tengah lapangan.

Berpangku tangan menanti kedatangan Aden, tempat di mana ia membuat janji temu dengan pria dewasa itu, Dita memandang kosong jauh ke depan sana.

Hampir lebih dari 16 menit lamanya Dita menanti. Angin berhembus kencang meskipun awan di atas sana cukup terang.

Tanpa diduga, Dita tak sengaja menoleh ke arah kanan dan mendapati sosok lelaki yang ia coba hindari sejak kemarin. Lelaki yang tak lagi memiliki hubungan apa pun sejak ia dapati perselingkuhan di belakangnya. Sungguh, Dita tak percaya kini keadaan yang tak terduga bertepatan dengan janjinya pada Aden.

"Dita?" Itu Nanda, sang mantan pacar yang pernah menjalin hubungan dengan Dita selama kurang lebih 5 bulan lamanya. Diputusin Dita lebih dulu.

Sontak saja Kita berdiri. "Nanda?"

"Aku senang bisa melihatmu di sini lagi, Dit," kata Nanda, kini menghampiri Dita dengan raut wajah senang ke arah gadis tersebut.

"Kau mau apa?"

"Dit, tolong dengar penjelasanku," katanya sudah menyentuh pergelangan tangan Dita. "Aku gak selingkuh, Dit. Mila itu temanku SMP. Dan kami berdua bertemu waktu kau datang saat itu."

"Lepaskan aku, Nan." Dita mencoba menarik pergelangan tangannya dari genggaman tangan Nanda.

"Tolong, Dit. Kasih waktu aku buat menjelaskan semuanya dan memperbaiki kesalahpahaman ini di antara kita," ucap Nanda penuh harap, tanpa membiarkan genggaman itu terlepas dari tangannya.

"Aku nggak mau, Nan! Penjelasan apalagi yang harus aku dengarkan darimu? Sementara kemarin itu semuanya sudah jelas kulihat. Kau dan dia, kalian berdua berpelukan dengan mesra. Apalagi?!" 

Dita memaksa terus tangannya untuk tak lagi dipegang oleh Nanda. Namun, lelaki muda berumur sama dengan Dita itu justru semakin mengeratkan pegangannya hingga Dita mengadu kesakitan.

"Sakit, Nan!" bentak Nanda.

"Kau harus dengarkan aku dulu, Dita, baru aku akan melepasmu," katanya sedikit kesal.

"Aku tak akan pernah mendengar apa pun darimu, Nan!" ucap Dita merasa sangat kesal akan perbuatan Nanda, masih dengan menarik tangannya, "sbab kau itu cowok yang sangat pemaksa dan sesuka hatinya saja. Pokoknya aku tidak ingin lagi kembali denganmu, Nanda!"

Merah sudah wajah Dita. Dia benar-benar tak terima akan pemaksaan yang dibuat oleh Nanda sepihak.

"Tapi aku masih cinta denganmu, Dit!"

"Makan itu cinta! Lepaskan aku!"

"Tidak!" Dia tersenyum miring.

"Kubilang, lepaskan aku!"

"Lepaskan dia!" kata seseorang dari depan sana, menghentikan suara Nanda yang hampir keluar untuk memberikan jawaban atas marahnya Dita barusan.

Kedua anak muda itu sama-sama memandang ke arah sumber suara dan mendapati sosok pria tinggi tegap mengenakan kemeja biru lengan panjang serta celana formal berwarna hitam di atas mata kaki, juga mengenakan sepatu pantofel berwarna coklat mengkilap.

Nanda memandang memeriksa ke arah Aden, memperhatikan seksama posisi pria yang melesatkan tatapan tak suka ke arah  genggaman tangan Nanda pada Dita secara paksa.

"Siapa kau?" Nanda sok keras ternyata.

Dita langsung menarik kasar tangannya, saat Nanda lengan. Sigap lari dari depan Nanda, Dita mendatangi Aden dan segera merangkul lengan pria dewasa itu.

Dita sama sekali tak peduli dengan sorot mata Aden sejak tadi ia lari terarah padanya.

"Kau tanya dia siapa?" Dita lirik Aden, hingga keduanya saling tatap. Dan Dita lebih memutus kontak mata mereka lebih dulu yang disusul oleh Aden ke arah Nanda.

"Kau mau tahu ini siapa, 'kan?" tanya Dita mengulang. "Dia ini calon suamiku!" katanya dengan lantang, tak serta merta pula merasa bangga akan dirinya.

Spontan saja Aden melebarkan kedua matanya dengan menatap ke arah Dita yang masih tampak tenang di sampingnya dengan senyum kemenangan membingkai kecantikan gadis yang kini tampak mengurai rambut panjangnya itu.

Melirik ke arah Aden, Dita tersenyum kikuk merasa malu. Dia gemetaran dan langsung memutus kontak matanya sebelum kemudian berkata. 

"Tolong jadi calon suami palsuku," katanya sedikit berbisik.

-Bersambung-

Terpopuler

Comments

Wargie

Wargie

omonganmu akan jadi kenyataan Dit.

2023-03-10

0

eni

eni

baca 6 bab,jatuh hati dan seru dg ceritamu kak author...❤️

2023-03-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!