04

"Kenapa kau ada di sini?" Aden bertanya dengan suara bingung. Namun, tak terdengar kesal atau juga marah.

Dita menepuk-nepuk telapak tangan membersihkan sisa kulit pohon yang sempat disentuhnya.

Mengedikkan bahu, Dita sedikit memajukan bibir dengan menemui manik hitam Aden. "Entahlah. Kupikir … malah Bapak yang mengikutiku ke sini."

"Aku?" tanyanya kaget.

Suara Milo menggonggong membuat Dita kaget. Majikan serta hewan peliharaan itu, menatapnya dengan seksama.

Masih memegang dada sebab kaget, Dita membesarkan mata melihat Milo di bawah sana. Tepat di samping kanan Aden.

"Hey, aku sedang bertanya."

Menaikkan wajah, Dita kembali memposisikan diri dan mencoba santai.

"Ya, aku pikir begitu."

"Ck! Lagi pula … buat apa aku mengikutimu dan membawa hewan ini ikut denganku? Tidak melihat aku sudah berganti pakaian?" tunjuk Aden menggunakan wajah ke arah diri sendiri.

Dita refleks mengikuti ke bagian mana yang Aden perlihatkan. Lalu, mata itu seolah tersihir dengan bagian-bagian yang terlihat jelas bak daging segar di bagian dada Aden. Berpindah tatap pada lengan serta tangan sang pria, Dita si anak berumur 20 tahun malah semakin tergiur akan kesempurnaan Aden di matanya.

"Apa yang sedang kau tatap?" tegur Aden dengan diikuti suara Milo lagi.

"Hah, gunggung!" bentaknya ke Milo dan mendapati ekor Milo yang dikibas-kibaskan. "Kau ini sejak tadi membuatku kaget saja."

"Namanya Milo. Bukan gunggung," ucap Aden disusul ekor mata Dita ke arahnya.

"Milo?"

"Ya."

"Kenapa namanya seperti susu coklat?"

Belum sempat menjawab, Aden dapati semilir angin yang tiba-tiba kencang. Suara ranting pepohonan di sekitar mereka ikut bermain merdu mengisi sesuatu yang kosong di antara keduanya.

Rambut panjang hitam legam sepingganf Dita yang kini tergerai tak seperti di awal pertemuan mereka yang hanya dicepol ke atas kini ikut disentuh oleh angin hingga perempuan itu kewalahan.

Bola mata Aden memperhatikan gerak-gerik Dita yang mempertahankan kerapian rambut panjangnya.

"Kau tinggal di sini?" Aden bersuara lembut.

Dita kembali menatap dan mengangguk lalu menggeleng.

Aden berkerut bingung. "Iya atau tidak?"

"Dulunya aku tinggal di sini. Dan sekarang … aku memilih pindah," jawabnya tak sungkan. "Memangnya kenapa?"

"Dulunya? Kenapa pindah setelahnya?" Aden tiba-tiba merasa penasaran dengan gadis sederhana itu.

Dita mengedikkan bahu. "Tak apa. Kalau begitu … aku pulang dulu."

"Apa kau pembantu di sini?" tanya Aden menghentikan langkah dari kaki Dita barusan.

Menghembuskan napas sejenak, Dita tak habis pikir dengan pertanyaan Bapak itu barusan.

"Apa aku terlihat seperti pembantu di mata Anda, Pak?"

Aden gelagapan. "Bu-bukan seperti itu. Kalau begitu … beritahu rumahmu. Aku ingin meminta ganti rugi pada orang di rumahmu," katanya. Lalu, menoleh ke sembarang arah.

"Hah, soal ganti rugi?" tanya Dita sebelum melanjutkan. "Soal itu … aku tak ingin siapapun tahu. Ini masalahku dengan Anda, Pak. Boleh … besok ketemuan di kampus setelah jam mata kuliah selesai."

"Dimana kampusmu?" tanya Aden secepatnya.

Dita pun memberitahukan di mana dan jam berapa mereka bertemu.

"Sebaiknya … kita pergi bersama ke bengkel yang Bapak maksud tadi. Soalnya, kendaraanku hanya sepeda tadi," kata Dita malu-malu.

Aden perhatikan seksama wajah yang tak lagi asing itu disusul dengan anggukan pelan.

"Baiklah. Aku akan menjemputmu."

Mengangguk sekali lagi, kini Dita berencana meninggalkan Aden.

"Siapa namamu?" Pertanyaan itu melambung ke udara sebelum kedua kaki Dita melangkah.

Melirik kemudian, bola mata berwarna sama itu kembali bertaut menampilkan ekspresi masing-masing.

Dita sejenak berdiam dengan jemari yang menyampirkan anak rambut ke sebalik daun telinganya.

"Dita," katanya jujur. "Dita Widjaja. Dan Bapak?"

Suara Milo yang terdengar lebih dulu hingga membuat Dita menatap ke arahnya.

"Aden," jawabnya, bersuara sangat lembut. "Aden Sugianto. Aku tinggal di perumahan sebelah. Kalau begitu … sampai jumpa besok."

"Ayo, Milo," ajak Aden mendapati suara rengekan dan kegelisahan Milo sesaat pria itu menarik lembut tali pegangannya sebelum Milo benar-benar menuruti keinginan sang majikan.

Berjalan berlawanan arah, Dita tersenyum kecil melihat keanehan yang terjadi. Di sana mereka saling memberitahu nama satu sama lain. Lalu, hewan peliharaan itu sungguh menggemaskan tingkahnya meskipun sedikit rasa takut berkecamuk dalam diri Dita.

"Kenapa kau seperti itu? Kau sangat menyukai anak kecil?" Aden bertanya pada Milo yang berjalan santai di samping kanan.

"Jangan macam-macam ya, Milo. Dia itu anak-anak yang masih labil. Kita tidak tahu kapan dia akan ber transformer."

Satu gonggongan diudarakan Milo.

"Kau memarahiku?" Aden lirik Milo.

Dan gonggongan lagi terdengar menjawab pertanyaan Aden.

Gantian Aden yang tertawa tak percaya.

"Kurasa … kau benar-benar menyukai anak kecil itu, Milo."

Dua gonggongan bersamaan pun kembali mengudara. Mengharuskan Aden menggeleng kepala serta menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyum.

"Kau tahu saja daun muda. Dan dia memang terlihat cantik," katanya begitu saja.

Di lain tempat, Dita masih melangkah di bawah langit teduh dengan angin sepoi-sepoi. Langkah kaki yang sempat ditemani sang Kakak tadi. Namun, karena sebuah panggilan telepon, Lerry harus kembali ke rumah dan meminta izin Dita untuk berjalan-jalan sendiri.

Selesai makan siang, Lerry-lah yang mengajak Dita untuk sekadar berjalan bersamanya sebelum kembali ke kost-an. Namun, siapa sangka keinginan sang Kakak harus berubah.

"Aden?" tanya Dita sendiri.

"Nama itu sungguh keren," pujinya tulus. "Aden Sugianto. Hah, dia seperti model pria di majalah dewasa, bukan?"

Dita terhenti tiba-tiba seraya menepuk kedua pipinya.

"Kau sadar, Dita!" ucapnya pada diri sendiri. "Hah, tapi itu tadi sangat terbentuk," ucapnya dengan mengingat betul bentuk tubuh Aden. "Sialan, Karin! Dia yang selalu membawa pulang majalah pria-pria dewasa ke kost-an. Sungguh, aku merasa panas melihat tubuh Bapak itu."

"Kau dari mana saja, Dita?" Suara itu berasal dari depan rumah milik keluarga Widjaja dan menyadarkan sang adik.

Melangkah keluar, Lerry berdiri di depan gerbang rumah. "Kakak baru saja hendak mencarimu."

Dari depan sana Lerry membingkai senyum menyoroti kedatangan Dita ke arahnya, yang langsung menyembunyikan pikiran-pikiran tentang bentuk tubuh Aden tadi.

Gadis itu ikut tersenyum kikuk membalas senyuman dari sang Kakak—Pria yang pernah sangat amat dia cintai. Pria yang diharapkan Dita kelak menjadi suaminya sebelum kedua kaki itu membawa langkah.

'Pria di depanku itu juga sangat tampan. Sama seperti Pak Aden yang terlihat sangat menawan.'

"Aku tadi hanya berjalan-jalan ke taman, Kak," katanya jujur.

Memang benar. Dita sempat ke taman perumahan. Lalu, setelah dari tempat favoritnya itu Dita memilih untuk pulang. 

Tanpa diduga, ia mendapati gonggongan Milo dari belakang tubuhnya. Dan gilanya lagi, hewan tersebut kembali mempertemukan dia dengan Aden.

"Kalau begitu … ayo Kakak antar pulang."

"Hemmm," jawabnya masih mempertahankan senyum serta menganggukkan kepala dengan kaki yang menghampiri Lerry.

Bersambung.

***

Like dan tinggalkan banyak komentar hahahaa.

Terpopuler

Comments

Wayan Raningsih

Wayan Raningsih

Aden saingan sama si Milo

2023-03-18

0

Wargie

Wargie

lanjuut

2023-03-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!