Saya tidak menerima ini semuanya, dan meminta kepada pihak rumah sakit untuk mengirimkan kedua perawat itu ke polisi.
Supaya mereka berdua bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya, ini membahayakan nyawa adikku.
Mereka yang mengatai saya sebagai perempuan murahan, karena di tegur lalu berbuat seenaknya seperti ini dan Adam adikku hampir terbunuh.
"baik ibu, kami akan memproses dua perawat kami yang bermasalah itu melalui jalur hukum.
Kami juga tidak mau terjadi lagi hal seperti ini, memang berawal dari masalah pribadi, dan berimbas pada pekerjaan.
Etika kerja yang tidak bisa dijaga, dan kode etik profesi yang dilanggar, kami akan segera menindak tegas dua perawat itu.
Kami mintak maaf atas ketidaknyamanan ibu, kami berjanji bahwa hal tidak terjadi lagi.
kami mohon kepada ibu untuk tidak memberitahukan hal ini ke media, karena hal ini bisa merusak citra rumah sakit.
Tapi kami berjanji, akan sepenuhnya bertindak tegas terhadap kedua perawat itu, baik dari jalur hukum, maupun lewat kode etik."
Namanya pak Edo, direktur rumah sakit yang secara khusus menemui Ku dan meminta maaf atas peristiwa ini.
Lagipula tidak ada untungnya untuk membawa hal ini ke media, yang penting Lyra dan kedua perawat itu di hukum.**
Petugas kebersihan ruangan membangunkan tidur yang terlelap, dan langsung tersenyum ketika melihat Adam yang sudah terlihat tenang.
Drrrt.... drrrt..... drrrt.....
Handphone bergetar dan ada pesan masuk, dari nomor yang baru.
Pesan dari ibu mertua yang memintaku untuk bertemu dengannya di kantin rumah sakit, tapi darimana dia mendapatkan nomor handphone ku ya.
Mungkin dari mpok Surti, karena mpok Surti pernah meminta nomor handphone Ku.
Setelah dokter jaga memeriksa Adam, barulah aku pergi ke kantin rumah sakit dan ibu mertua sudah menunggu di salah satu meja makan.
"ini semua salah mu Sarah, gara-gara kamu tidak memberikan uang kepada Lyra, untuk membayar privat modelnya, sehingga dia nekad untuk melukai adik mu.
Makanya jadi orang itu jangan pelit, heran deh sama kamu.
Sudah merasa hebat ya? saya tidak mau tahu, Lyra harus segera keluar dari kantor polisi.
Kasihan Lyra, sudah semalam suntuk di penjara, sekarang ayo ke kantor polisi untuk mencabut laporan itu."
Haaaaaaaa..........
Hanya bisa bengong mendengar ocehan dari ibu mertua ini, kok malah aku yang disalahkan.
"saya harus menemani Adam yang masih trauma karena putri ibu, maaf saya tidak bisa ke kantor polisi."
"oh... apakah kamu lebih suka kalau saya teriak disini dan berkata rumah sakit ini tidak bisa menjamin keselamatan pasien?"
"teriak aja bu, dan saya juga akan teriak kalau putri ibu adalah pelaku utamanya. gara-gara putri ibu akan membuat citra rumah sakit menjadi buruk.
Ayo teriak..... "
Sang mertua akhirnya terdiam, dia tidak berkutik lagi.
Sedikit lega karena bisa menyuarakan yang ada didalam hati ini.
Biasanya aku harus memilah kata-kata yang tepat untuk bicara dengan ibu tiri suamiku ini.
"kamu tega melihat Lyra masuk penjara?"
Nada suaranya sudah turun, tapi tatapan matanya yang tajam masih tetap.
"apa juga Lyra ngak kasihan melihat Adam? ngak kan bu? kita harus timbal balik nya. jangan hanya memikirkan diri sendiri saja."
"hebat kamu sekarang ya Sarah, apa karena kamu sudah punya suami yang kaya raya sehingga kamu bisa bicara seperti ini terhadap orang tua?"
"saya tidak perduli terhadap siapapun, saya bicara. jika itu menyangkut masalah nyawa adikku.
Maaf saya harus pergi, ada Adam yang membutuhkan perhatian Ku saat ini, karena ulah putri mu."
Terus melangkah tanpa memperdulikan sang ibu mertua yang bertriak memanggil namaKu.
Sia-sia meladeni nya, karena itu menguras emosi, takutnya nanti mulutnya yang kasar itu aku cakar.**
Tanpa terasa hari sudah petang, Adam sudah meminta Ku untuk pulang, tapi aku merasa cemas jika harus meninggalkan dia sendirian disini.
Handphone gemgam aku raih dan mencari kontak mas Satria.
'halo mas, dimana sekarang mas?'
'masih di kantor, bentar lagi pulang. kamu nginap aja di rumah sakit, nanti saya bawakan pakaian mu.'
'serius mas?'
'iya.'
Tut...... tut.... tut.... tut.....
Sambungan telepon terputus, tapi setidaknya aku sudah pamit kepada mas Satria untuk menemani Adam malam ini.
Dokter jaga sudah memeriksa keadaan Adam, dan kabar baiknya adalah kesehatan Adam sudah semakin membaik.
Mungkin hari Senin depan, Adam sudah bisa pulang ke rumah, alias berobat jalan.
Tidak sabar rasanya ingin melihat Adam sembuh total, lima bulan dalam perawatan medis dan sekarang kondisi kesehatan jauh lebih baik.
tok... tok..... tok......
Begitu bahagia mendengar kabar kesehatan Adam yang sudah jauh lebih baik, ditambah lagi mas Satria yang hadir di ruangan ini dengan membawa plastik hitam yang besar.
"tadi mas belikan aja pakaian mu, berikut dengan **********, karena masih macet parah."
Hanya bisa tersenyum menanggapi penjelasan dari mas Satria, tidak ku sangka kalau mas Satria akan datang ke sini untuk menepati janjinya.
"sudah makan?"
Tanya mas Satria dan langsung mengeluarkan kantong plastik yang ternyata berisi makanan dan minuman.
"tadi sekaligus singgah ke restoran, takutnya kamu belum makan."
Begitu nikmatnya makan malam bersama mas Satria dan ditemani oleh Adam yang hanya tersenyum melihat kami berdua.
Selesai makan dan mas Satria memintaku untuk mandi, selesai mandi dan berpakaian lalu menemuinya di sofa.
"mas pulang dulu ya, karena beberapa berkas yang harus mas bawa besok ke kantor, dan berkas itu berada di rumah.
Mengenai Lyra, biarkan saja dia disitu. siapa suruh berbuat kriminal.
Lyra akan lepas dari penjara jika mendapatkan persetujuan mu, kalau begitu mas pamit ya."
Hampir enam bulan usia pernikahan, baru kali ini mas Satria bicara dengan durasi yang lama kepadaKu.
Mas Satria sudah pulang, tapi kenangan barusan masih jelas tergambarkan di ruangan ini.
Mungkin saja aku yang terlalu eksitik atau terlalu berharap kalau mas Satria akan menerima ku sebagai istrinya.
Saya tidak mengetahui latar belakang mas Satria, begitu juga dengan keluarga nya. jadi agak sulit untuk menjadi istri yang bisa diterima oleh mas Satria.
Bahkan aku bisa menikah dengan mas Satria, anak pengusaha kaya raya yang sukses.
Lila group yang menaungi banyak anak usaha, dan pewaris utama nya adalah mas Satria.
Saya pribadi yang diminta almarhumah ibu Lila, ibu kandungnya mas Satria untuk menjadi istri mas Satria.
Perjanjian yang telah tandatangani sebelum akad nikah, dari sini bisa aku tebak kalau mas Satria sebenarnya tidak bisa menerima Ku sebagai istrinya.
Tapi karena perjanjian itu yang mengharuskan mas Satria untuk menikah dengan Ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Christin Panjaitan
Apaan tu yang di sensor?
2023-03-11
1