Mulai dari akad nikah sampai resepsi, aku tidak melihat kehadiran bu Lila.
Ekspresi wajah Satria yang tidak menggambarkan kebahagian di hari pernikahan kami ini, dan hal itu membuat pertanyaan di benak ini.
Ballroom hotel secara berangsur sudah sepi, satu persatu dari tamu undangan sudah pulang.
“ibu kemana mas? “
Dengan segenap keberanian yang sudah berhasil aku kumpulkan untuk bertanya, tapi pertanyaan dariku hanya mendapatkan tatapan yang tajam.
Lalu mas Satria menarik tanganku dengan begitu kuat, hingga akhirnya kami berdua keluar dari ballroom hotel menuju dropship.
Masih memakai gaun pengantin, lalu mobil mewah berhenti dihadapan kami kemudian mas Satria memaksa Ku untuk masuk ke dalam mobil tersebut.
Sepanjang perjalanan mas Satria hanya diam, yang membuat susana kaku dan terkesan menegangkan.
Perjalanan yang membosankan karena jalanan sudah macet, dan akhirnya kami sampai juga disebuah rumah sakit.
Rumah yang sama dimana Adam di rawat saat ini, lalu naik lift dan menuju ruangan yang sangat mewah.
“ibu kenapa? Kemarin itu masih sehat-sehat saja.
Apa kecelakaan itu yang menyebabkan ibu seperti ini?”
Sungguh mengherankan dan semakin penasaran, tentang apa yang terjadi saat ini. Tapi bu Lila hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku.
Lalu bu Lila menarik selang oksigen dari hidung nya, tatapannya yang sayu tapi masih sanggup tersenyum.
“kenapa iya ibu terlambat mengenal mu?”
Bu Lila belum menjawab pertanyaan dariku, tapi malah bertanya. Lalu tatapan yang tajam ke arah mas Satria yang berdiri di samping kananku.
“Satria sudah memenuhi semua kemauan mama, sekarang apa lagi ma”
Sepertinya pertanyaan dari mas Satria membuat ibu Lila sedikit kesusahan bernapas, dan tatapan itu semakin teduh kepada mas Satria.
“Sarah ini adalah gadis yang tepat untuk menjadi Istrimu, sayangi dan cintailah nak Sarah.
Firasat ibu tidak pernah salah, semoga pernikahan kalian berbahagia, cepatlah kalian dikaruniai anak dan semakin bertambah rejeki nya.
Sekarang mama berikan semua apa yang ibu miliki untuk mu, pergunakanlah dengan baik dan bijaksana.
Penuhilah kebutuhan Istrimu baik fisik maupun rohani nya, serta berikan cinta dan kasih sayang terhadap istri serta kelak anak mu nantinya.
Mama titipkan Sarah kepada mu, tolong cintai dan sayangi dia.”
Teett.......tett.........
Suara dari monitor komputer itu, dan bu Lila menghembuskan nafas terakhirnya.
Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba seperti ini?
Pertanyaan demi pertanyaan yang ada dalam benakku dan belum terjawab hingga bu Lila menghembuskan nafas terakhir Nya.***
Aneh bin ajaib dan benar-benar mengherankan, kematian bu Lila sepertinya di rahasiakan.
Pemakaman almarhumah bu Lila hanya kami berdua saja, bahkan jenazah almarhumah tidak dibawa ke rumah.
Menunggu semalam suntuk di rumah sakit, dan esok paginya langsung dikebumikan.
Saya tidak bisa menggambarkan ekspresi dari mas Satria yang terlihat datar dan seolah-olah tidak terjadi apapun.
Bahkan aku memakai gaun pengantin untuk pemakaman bu Lila, setelah selesai pemakaman dan kami berdua naik mobil mewah.
Tidak berapa lama akhirnya sampai juga disebuah komplek yang mewah dan kemudian mobil mewah yang kami tumpangi berhenti di halaman rumah yang sangat mewah.
Mas Satria menarik tangan Ku setelah turun dari mobil.
Tangan Ku yang ditarik oleh mas Satria, seperti mau patah rasanya. Tibalah disebuah kamar tidur yang sangat luas dan mewah.
“itu pakaian mu dan kamu tidur di sofa.”
Sambil menunjuk ke arah lemari dan juga sofa yang akan menjadi tempat tidurku nantinya.
Nada bicara mas Satria yang terdengar seperti pemerintah kepada budak, setelah mengatakan demikian lalu mas Satria pergi keluar dari kamar ini.
Masih memakai gaun pengantin dengan riasan wajah yang sudah mulai pudar, rambut yang sudah acak-acakan.
Perlahan aku membuka lemari, terdapat begitu banyak pakaian yang sangat bagus. di bawah nya terdapat laci yang menyimpan handuk bersih.
Lalu melangkah ke arah mandi, kamar mandi ini tidak kalah mewah dengan kamar mandi hotel tempat ku semalam menginap.
Gaun pengantin akhirnya terbuka, dan membasahi tubuh ini dengan air pancuran shower yang hangat.
Rambutku yang berantakan susah untuk diberishkan, dibawah guyuran shower air mata ku menyatu dengan air dari shower.
Perlakuan mas Satria serta Adam adikku yang saat ini sendirian di rumah sakit, yang membuat perihnya hari ini.
Tidak mungkin mundur dari perjanjian, karena inilah kesempatan bagiku agar bisa membawa Adam ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang intensif.
Rambut yang acak-acakan akhirnya bisa bersih juga, lalu membasuh tubuh yang penat ini.
Selesai mandi dan kemudian berpakaian, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan cermin yang besar.
Mengeringkan rambut dengan hairdryer, di iringi dengan air mataku yang mengalir deras di pipi.
Bagaimana keadaan Adam saat ini?
Bagaimana nasibku kedepannya?
Apa sebenarnya terjadi kepada bu Lila? Kenapa pemakamannya terlihat seperti di rahasiakan?
Bagaimana latar belakang keluarga ini? dan bagaimana sikap dari seorang Satria yang sebenarnya?
Semua pertanyaan itu belum terjawab dan masih bersarang dibenak ku hingga saat ini, perasaan yang bergejolak dan sulit untuk di unangkapkan.
Pernikahan seharusnya adalah hari bahagia, tapi pernikahan ini seperti neraka bagiku.
Benar kata orang tua, jangan pernah menikah dengan laki-laki yang sangat kaya, karena akan ada ketidak seimbangan status yang membuat terpojokkan.
Saat ini aku merasa sudah terpojokkan, sikap mas Satria mulai dari bertemu, sampai tadi pagi, selalu kasar dan juga kaku.
Sepertinya aku hanya alat baginya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Kruk..... kruk......
Bunyi dari perut Ku, memang sejak tadi malam tidak terisi apapun.
Dengan segenap tenaga untuk melangkah keluar dari kamar untuk mencari makanan.
“nyonya lapar? Mari ikut saya ke meja makan.”
Ujar seorang perempuan paru baya, yang seperti berdiri sudah menunggu sejak mas Satria membawaku masuk ke dalam kamar.
Di meja makan yang mewah dengan hidangan makanan serta minuman yang luar biasa dan seketika itu juga pikiranku melayang ke adikku Adam.
Apakah Adam sudah makan? Bagaimana keadaannya sekarang?
Pertanyaan di benakku yang baru dan tidak akan terjawab.
“silahkan dimakan nyonya.”
Pinta dari perempuan paru baya itu, setelah menyajikan makanan di piring yang ada dihadapan ku ini.
Suapan demi suapan masuk ke mulut ini, begitu juga dengan air mataku yang mengalir.
Meja makan yang sepi, hanya suara dari mulut ini yang terdengar.
Tidak ada yang bertanya kenapa aku menangis, semuanya diam membisu.
Sangat canggung karena susana yang menegangkan.
Belum juga terjawab semua pertanyaan yang membuat penasaran, kini sudah tiba pria paru baya yang datang bersama seorang wanita yang seumuran dengan almarhumah bu Lila.
Ternyata pria itu adalah ayah dari mas Satria dan wanita itu adalah ibu tirinya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
“kamu Sarah ya? Apakah kamu hamil sehingga Satria harus menikahi mu?”
Baru juga kenalan tapi wanita paru baya yang bernama Friska itu bertanya masalah pribadi.
“ngak bu, saya ngak hamil.”
“ngak hamil ya, pasti karena ingin hartanya Satria kan?
Tapi terlepas apapun itu alasan mu, dan yang terpenting adalah kamu harus memberikan keturunan secepatnya untuk Satria, sebagai penerus keluarga ini.
Apa Satria sudah meniduri mu?”
Perkataan dan pertanyaan dari bu Friska, yaitu mama tirinya mas Satria begitu sangat menyakitkan.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala, yang pertanda bahwa mas Satria belum menyentuhku.
“Nanti ibu racik jamu kuat untuk Satria, kamu juga harus terlihat seksi agar Satria mau menyentuhmu.
Oh iya, keluarga mu ngak ada riyawat mandul kan?”
Lagi-lagi aku hanya bisa menggelengkan kepalaku untuk menjawab si mulut pedas itu.
“Kali aja maling ngaku, penuh tu penjara.”
“Maksud ibu apa?”
“Ngak usah belagak bego Sarah, tapi kita lihat saja sebulan ke depan. Apakah kamu hamil atau tidak.”
Ya Tuhan, baru saja menikah. Bagaimana langsung punya anak?
Mungkin inilah nasib yang harus aku jalani kedepannya, suami yang cuek dan aneh, serta ibu tirinya sang suami yang super mulut pedas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
clara
sabar...
2023-05-01
1