Mazaya enggan menjawab pertanyaan Arnold mengenai Caroline. Wanita itu malah turun dari ranjang pasien, dan berniat kabur sebelum tubuh Caroline dibawa pergi.
“Aku nggak punya banyak waktu. Sekarang, aku harus lihat dia dulu sebelum dipindahkan keluarganya!” ucap Mazaya yang kemudian meninggalkan ruangan perawatannya begitu saja.
Dengan kaki yang berjalan pincang, wanita itu keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan tubuh Caroline. Mazaya sama sekali tidak peduli dengan Arnold, kakek dan perawatnya yang mengejar di belakang.
Meski jalannya pincang, tapi ternyata Mazaya tak mudah menyerah. Ini sangat berbeda dengan Mazaya asli yang sering berputus asa.
Arnold mengejar Mazaya, tapi tiba-tiba wanita itu berhenti di koridor yang tak jauh dari ruangan ICU tempat Caroline dirawat. Ia tak terlalu dekat, hanya dari jarak yang cukup jauh untuk melihat mamanya menangis.
Mazaya bisa mendengar tangisan pilu ibu Caroline yang sangat berharap putrinya akan segera sadar. Saat ini, Romy yang tak lain adalah tunangan Caroline, sedang memeluk calon mertuanya itu dan menampakkan raut kesedihan. Sementara Sandra, ikut menenangkan sambil memijat lengan mama Caroline.
‘Mama, ini aku! Aku di sini, Ma!’ batin Caroline yang menatap pilu adegan di depannya itu. Ingin sekali ia menghampiri mereka dan mengusir Romy juga Sandra yang telah mengkhianatinya, tetapi dalam tubuh Mazaya, Caroline tidak mampu melakukannya. Bisa-bisa dia diusir oleh ibunya sendiri.
“Kenapa kamu lihatin mereka begitu? Menyesal ya sudah bikin orang celaka? Kamu memang pembawa sial, Mazaya!” ucap Arnold yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Mazaya.
Mazaya menoleh pada laki-laki berstatus suaminya itu. Tatapan mengejek dari Arnold membuat wanita itu ingin sekali melampiaskan semua rasa kesal yang ia rasakan karena tidak berdaya untuk membongkar kebusukan calon suami dan sahabatnya sendiri. Sepertinya, Arnold memang sasaran yang paling tepat untuk melampiaskan emosinya itu.
“Kalau aku pembawa sial, kenapa kamu nggak mati saat menikahiku?” balas Mazaya sambil berkacak pinggang dengan mata yang melotot pada Arnold.
“Hei, wanita bodoh! Kenapa sekarang kamu berani sekali melawanku? Apa kecelakaan itu benar-benar sudah mengubahmu?” tanya Arnold yang kini mencengkeram erat pundak Mazaya. Dia juga sangat kesal karena wanita yang telah dinikahinya itu berani bersikap kurang ajar padanya.
Mazaya balas mencengkeram pergelangan tangan Arnold dan menusukkan kuku tangannya pada kulit sang suami. “Memangnya kenapa? Apa sekarang kamu takut denganku?”
Arnold hendak membalas dengan satu tangan yang lain, tapi kakeknya keburu datang dan menggagalkan rencana balasannya itu. “Mazaya, Arnold. Kenapa kalian di sini? Katanya mau lihat keadaan wanita itu?” tanya sang kakek yang berhasil mencegah keributan.
Arnold dan Mazaya saling melepaskan cengkeraman tangan mereka. Keduanya tampak susah payah mengatur emosi yang kadung meluap tak tersalurkan.
“Ayo Mazaya! Kita sama-sama lihat keadaan wanita itu!” ajak kakek Arnold sembari merangkul lengan cucu menantunya.
Mazaya mengikuti kakek Arnold yang menuntunnya untuk menghampiri ibu Caroline yang masih berada di luar ruang ICU bersama Romy dan Sandra. Jiwa Caroline sangat sedih melihat ibunya yang terisak menangisi dirinya.
Melihat kedatangan orang yang membuat putrinya celaka, Mama Caroline pun menghapus air mata dengan tisu pemberian Sandra. Ia tidak memiliki dendam secara pribadi pada Mazaya yang menjadi penyebab utama kecelakaan sang putri. Semua yang terjadi sudah menjadi takdir walaupun dia sendiri harus melihat keadaan Caroline yang sangat parah.
“Nyonya Sela, bagaimana keadaan putri Anda?” tanya Arnold yang terlihat sangat sopan terhadap mama Caroline.
Mama Caroline menggeleng lemah. “Dia masih belum sadar. Hari ini kami akan memindahkannya ke Biggest Hospital,” jawab Mama Caroline sambil menyeka air mata yang terus keluar tanpa bisa dikontrol.
“Kalau boleh, kami akan menanggung biayanya sampai putri Anda sadar!” usul kakek Arnold merasa bersalah.
“Tidak apa, Tuan. Kami masih akan mengupayakan yang terbaik untuk putri kami,” jawab mama Caroline menolak.
Mazaya diam-diam menitikkan air mata saat melihat wajah sedih sang ibu yang berkali-kali menghapus air mata. Dia sangat tahu betapa terlukanya sang ibu saat ini.
“Nyonya, izinkan kami sedikit membantu. Kami akan mengupayakan yang terbaik untuk putri Anda,” bujuk sang kakek.
Saat mereka mulai berdebat, dokter keluar dan mengatakan bahwa mereka siap membawa Caroline untuk pindah rumah sakit. Tak berapa lama, tubuh Caroline yang dipasangi banyak selang didorong keluar oleh suster dan dokter.
Mazaya yang dirasuki jiwa Caroline pun menangis sedih saat melihat tubuhnya yang tidak berdaya. Wanita itu baru bisa yakin bahwa jiwanya telah memasuki tubuh yang salah.
“B-Bu, kalau boleh saya ingin merawatnya sampai sadar!” ucap Mazaya dengan tubuh bergetar.
Suara Mazaya membuat mama Caroline beralih menatapnya. Mazaya dan Caroline terlihat seumuran, hanya saja penampilan Mazaya sangat berbeda dengan Caroline putrinya.
***
Kembang kopinya jangan lupa 💋💋💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Siti solikah
duh kasihan mama sela
2025-03-25
0
kuaci
😭😭😭😭😭
2024-11-16
0
aku
thor permintaan mu terlaku serakah,..
bagaimana memenuhi jika poinnya 199,..sedangkan aku tdk punya point,..wew,..
2024-10-25
1