Syafiyah merintih ingin buang air kecil. Satria bergegas menghampiri "Ada apa, sayang?" tanya Satria kepada Syafiyah.
Syafiyah hanya meringis menunjukkan jika Ia kebelet pipis.
Seketika Satria menggendongnya, membawa kekamar kecil, lalu membukakan CD nya dan meletakkan Syafiyah ditoilet.
Setelah selesai, Satria membasuhnya.
Seeeeerrr...
Darah Satria berdesir saat menyentuh benda itu. Bagaimanapun Ia juga merindukannya, karena sudah lama menanggung rasa kesepian.
Ia begitu sangat tersiksa dan juga merana dengan segala ujian yang diberikan kepadanya.
Setelah membersihkan najis istrinya, Ia kembali memakaikan underware Syafiyah, lalu membawanya ketepian ranjang menidurkannya disana.
"Mau makan atau minum?" tanya Satria sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
Syafiyah hanya menggelengkan kepalanya, Ia benar-benar tidak menginginkan apapun.
Setelah itu, Satria kembali menghadap layar laptopnya, lalu berusaha fokus untuk menyeselesaikan pekerjaannya secara online.
Namun semakin Ia membuang perasaannya tentang benda itu, semakin membuatnya frustasi.
Ia menghentikan sejenak pekerjaaannya, lalu menyandarkan tubuhnya disandaran kursinya dan memejamkan matanya.
"kutunggu dirimu"
"dipenantian panjangku"
"hadirlah membawa cinta"
"hingga akhinya kita bersatu"
"mengikat janji yang tertunda"
Seketika Satria tersentak mendengar sayup-sayup senandung cinta yang dilantunkan oleh Mirna.
Satria mengerjapkan kedua matanya, lalu membenahi posisi duduknya dan tampak gelisah.
"Sayang... Mas keluar sebentar ya, ada sesuatu yang penting" ucap Satria kepada istrinya. Sesaat Syafiyah menganggukkan kepalanya.
Lalu Satria meraih kunci mobilnya lalu mencari Mala, Ibunya untuk meminta tolong memeriksa Syafiyah dikamar, sebab Ia ingin keluar sejenak.
"Bu.. Satria ingin keluar sebentar, nitip Syafiyah ya.."ucap Satria dengan lembut, saat melihat ibunya sedang bertelefon mesra dengan Ayah barunya.
Sepertinya Ibunya sedang kasmaran, sama halnya dengan Ayah barunya, yang terkadang tidak sengaja kepergok Satria sedang mendekap mesra Ibunya dari arah belakang. Justru hal tersebut membuat Satria semakin ngenes karena Ia yang juga pengantin baru harus menahan gejolak hasratnya terhadap istrinya.
Mala hanya menganggukkan kepalanya, lalu kembali melanjutkan telefonannya kepada Bayu.
"Mereka seperti sedang berhubungan LDR saja, padahal sore juga sudah ketemu.." guman Satria dalam hatinya.
Lalu Ia keluar rumah, mengambil mobilnya dan mulai menyetir.
Ia tak tau harus menuju kemana, Ia semakin kacau dengan perasaannya. Saat Ia melewati rumah Mirna, Ia tak melihat gadis itu, Satria memastikan jika gadis itu sedang berada didalam kamarnya sembari bersenandung.
Sesaat Satria melewati rumah itu. Jika Ia singgah, maka Ia akan semakin kacau. Sebab Mirna selalu menunjukkan gelagat yang membuat pertahanan imannya runtuh.
Satria melanjutkan perjalanannya, hingga Ia melihat sebuah kerumunan yang tampak begitu banyak massa.
Tampak polisi membawa kantung jenazah dan Satria melihat jika dalam kantung itu sesosok jasad laki-laki yang mati bunuh diri.
Satria terus melajukan mobilnya. Ia sampai disebuah jembatan yang sungainya berair deras. Satria berhenti diujung jembatan, lalu turun dari mobil, dan duduk ditepian sungai tersebut. Menatap derasnya air dan percikannya yang terkadang menghantam bebatuan.
Ia tak tahu harus berbuat apa dengan pernikahannya. Ia memandang lirih pada senjatanya yang mulai mengkerut karena menghindari Shafiyah.
Ia bisa apa? Semuanya tampak begitu berat. Namun Ia harus bersabar.
Sesaat aroma kasturi menyeruak diindra penciumannya. Ia mengenali siapa yang datang. "Widuri" ucap Satria lirih.
Benar saja, gadis cantik itu tiba-tiba muncul disisi kirinya, dan ikut duduk bersamanya.
"Apa kabarmu? Apakah Kedua sayapmu sudah sembuh" tanya Satria dengan hati yang nelangsa karena pernikahannya.
Peri cantik itu menatap Satria, kedua matanya yang indah tampak begitu memesona, membuat kesejukan dihati Satria yang lara.
"Aku baik-baik saja" saja Widuri dengan tenang.
Seketika keduanya terdiam, seperti sebuah keheningan yang begitu mendamaikan.
"Hentikan, Dia.. Hanya Kamu yang dapat menghentikannya" ucap Widuri lirih tanpa menoleh kepada Satria.
Satria mengernyitkan keningnya, mencoba mencerna dengan apa yang sedang diucapkan oleh Widuri.
"Siapa yang Kamu maksudkan?" tanya Satria dengan penasaran.
"Gadis itu" jawab Widuri dengan tegas.
"Maksudmu, Mirna kah?" tanya Satria dengan penekanan.
Widuri hanya menganggukkan kepalanya, tanpa menoleh kepada Satria.
"Kebangkitan Nini Maru sebentar lagi akan tiba, maka percepatlah, sebelum semuanya terlambat" ucap Widuri menjelaskan.
Satria terhenyak, diam tak bergeming. Bagaiamana mungkin Ia harus melakukan itu, jika Ia masih memiliki satu hati, dan Ia tak ingin melukai hati satu hati.
Satria hanya dapat mendenguskan nafasnya dengan kasar.
Seketika Widuri menghilang, hanya belaian lembut selendang pakaiannya yang menyentuh wajahnya saat peri itu menghilang.
Satria masih dapat merasakan aroma kasturi dari tubuh Widuri yang sangat menenangkan jiwanya.
Setelah merasa nyaman, Satria memilih untuk kembali pulang, dan kembali kemobilnya.
*****
Mirna menatap langit kamar-kamarnya. Ada bayangan wajah pria itu disana. Kedua bola mata nan indah membuatnya semakin menggila. Ia menginginkan pria itu, namun sepertinya pria itu kian menjauh, membuatnya semakin merindu dan menggila.
Ia keluar dari kamarnya, lalu menuju sebuah rumah tempat dimana Ia menemukan seseorang.
Ia berjalan dengan begitu santainya, lalu entah kekuatan apa yang dimilikinya, Ia sudah sampai dirumah itu dengan begitu cepatnya.
Ia mengetuk pintu rumah tersebut, dan Mala yang masih bertelefon ria, menghentikan panggilan telefonnya dan melongok kearah pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Kamu, masuk sini?" sapa Mala ramah, saat melihat Mirna datang bertamu. Gadis itu hanya tersenyum dan memasuki rumah.
Ia melongok kedalam kamar Satria yang tampak terbuka pintunya, dan melihat Syafiyah sedang tertidur.
Namun saat itu Ia mendengar suara desisan ular, dan benar saja, seekor ular weling memasuki kamar Satria dan tidak disadari oleh Mala sebab asyik bertelefon saja.
Ular itu memanjat ranjang Syafiyah dan berhenti tepat dikaki wanita itu dan siap mematuk.
Seketika Mirna menarik selendangnya yang berada dilehernya, dan secepat kilat membelit ular itu, hingga mati seketika, dan Ia menarik selendangnya, lalu mengarahkannya keluar pintu utama dan membuangnya didepan pintu.
Bersamaan dengan itu, Satria baru saja sampai dan sudah berada diambang pintu tepat dimana ular itu jatuh diujung kakinya.
Satria terlonjak karena terkejut mendapati ular yang terjatuh diujung kakinya. Setelah memastikan ular itu mati, Ia memungutnya, dan melemparkannya kesemak disamping rumah.
Mala sudah menutup telefonnya, karena kedatangan tamu, lalu bangkit dari sofa dan meminta Mirna untuk duduk dan Ia akan membuatkan minum untuk gadis itu.
Sesaat Satria masuk kedalam rumah, dan melihat Mirna duduk di sofa.
Seaat Satria menjadi serba salah, lalu mencari Mala Ibunya, dan melihat Mala sedang menyeduh teh untuk gadis itu, lalu Satria menghampirinya.
"Bu.. Mengapa membuang bangkai ular sembarangan didepan pintu?" tanya Satria sembari mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih, lalu duduk dikursi dan meneguknya.
Mala mengernyitkan keningnya "Ular? Maksud Kamu apa?" tanya Mala bingung, lalu mengaduk gula didalam larutan air teh panas tersebut.
Satria menatap Ibunya "Jadi bukan Ibu yang membunuh ular itu?" tanya Satria, lalu sebuah bayangan hadir didepan matanya, dimana Ia melihat Mirna yang telah membunuh ular itu dan telah menyelamatkan Syafiyah dari bahaya.
Satria mendengus lemah. Ia mengacak rambutnya, lalu menuju sofa, dan berdiri menghadap gadis itu. "Terimakasih" ucap Satria dengan lirih, dan Mirna hanya diam membisu tanpa menjawab apapun dan hanya menatap bola mata indah milik pria itu.
Seketika hilanglah kerinduannya, hal itu sudah dapat membuatnya lega, dan merasakan hatinya begitu lapang.
Lalu Satria meninggalkan Mirna, dan menuju laci nakasnya. Ia melihat Syafiyah yang masih tertidur pulas dengan dengkuran yang halus.
Satria mengambil uang dalam amplop berwarna coklat, lalu kembali keluar dari kamarnya, dan menghampiri Mirna yang sedang menyeruput teh nya.
"Ini uang belanjamu, dan Ku harap Kamu bisa berbelanja sendiri untuk kebutuhanmu" ucap Satria, lalu Mirna meraihnya, dan menatap pria itu dengan tatapan sendu.
"Terimakasih" ucapnya lirih, dan tampak begitu menghiba.
Hal tersebut membuat Satria semakin tersiksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Jarjit Singh
periplayer 😭
2023-11-21
0
Mirna Loden Mirna Mirna
pasti mirna itu seorg peri
2023-05-19
1
Anisha Andriyana Bahri
ayo donk thor cpt nikahkan satria sama mirna semua itu demi melenyapkan si nini maru jg kn. duuh kelamaan kasian satrianya jg.nganggur trs.🤣🤣🤭masa pny suami seganteng satria di anggurin kn mubazir 🤣🤣🤣
2023-03-24
0