Aisyah masuk kamar masih dengan wajah datarnya. Entah kenapa dia selalu saja marah dan kesal setelah bertemu dengan Papa kandungnya, dia seringkali menolak pemberia sang Papa dalam bentuk apapun. Bahkan uang yang Papanya kirim tiap bulan tak pernah sekalipun dia pakai, meskipun dalam keadaan mendesak, karena menurutnya uang dari sang Mama cukup untuk jajan disekolah.
"Gue mandi ya, setelah ini gue ceritain semua ke kalian," ucapnya sambil berlalu ke kamar mandi.
Nita dan Santi hanya mengangguk saja, dia baru pertama kali melihat wajah menyeramkan milik Aisyah, tentu mereka tak pernah menyangka jika Aisyah bisa berwajah datar tanpa ekspresi seperti itu, sebab yang mereka lihat biasanya gadis itu selalu ceria dan jarang menampakkan kemarahannya.
"Lo masih mau kepoin kehidupan Aisyah setelah lihat gimana dia saat ini?" tanya Nita pada Santi, sebab sejak tadi Santi selalu ngotot ingin mencerca Aisyah ketika gadis itu kembali.
Santi menggeleng lemah, "Gue rasa bukan saatnya. Kalaupun Aisyah enggak cerita sama kita sekarang, gue juga tidak masalah. Menurut gue Ais punya alasan tersendiri kenapa bohong sama kita dulu," jawabnya memaklumi keadaan sahabatnya.
"Iya, gue rasa juga gitu. Apalagi sikap Ais berubah drastis setelah ketemu Papanya," timpal Nita.
Tak lama Aisyah keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, dia langsung menghampiri kedua sahabatnya itu. Seketika Nita dan Santi langsung memeluk Aisyah yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.
"Gue minta maaf udah bohongin kalian, karena gue punya alasan untuk itu. Sekarang gue akan ceritakan semuanya sama kalian berdua," ucap Aisyah.
"Kalo Lo belum siap, kita enggak mau maksa Ais, kenyamanan Lo lebih utama," ucap Nita yang selalu bisa menenangkan.
Aisyah menggeleng, lalu dia melepas pelukannya dan menatap sahabatnya satu persatu, "Gue baik-baik aja, gue cuma merasa bersalah karena bohong selama ini, terutama sana Lo Nit. Kita udah berteman sejak kecil, tapi gue enggak pernah jujur sama Lo," ucapnya penuh penyesalan.
Ya, Nita adalah teman sejak kecil Aisyah satu-satunya, hanya Nita dan keluarganya yang mau menerima Aisyah apa adanya, tanpa melihat kehidupan Aisyah yang tak memiliki seorang Ayah, dan seringkali di katai anak haram oleh orang disekitar rumahnya. Sedangkan Santi, mereka mulai bersahabat sejak pertama masuk SMA.
"Namanya Fadly Mumtaz, seorang pengusaha properti dan juga travel yang cukup terkenal. Tapi gue sama sekali enggak bangga punya Papa seperti dia. Dia memang memiliki banyak harta kekayaan tapi sedikit cinta, itu yang enggak gue suka. Dia sudah tega bohongin Mama dan mencampakkan Mama begitu saja, bisa dibilang membuangku dan Mama tanpa perasaan," Aisyah mengawali ceritanya.
Nita dan Santi terus menyimak, mereka terus memperhatikan raut wajah Aisyah yang berunah-ubah, kadang sedih terkadang juga marah.
"Sejak kecil Mama berbohong tentang cerita Papa gue itu. Dulu Mama selalu cerita kalau Papa gue lagi kerja di luar negeri, tapi tiap bulan terus mengirim uang buat kita. Tapi saat SMP tanpa sengaja gue sama Mama ketemu dia di kota J saat kami belanja kain untuk konveksi Mama, saat itulah Papa mengakui semua kesalahannya padaku," Aisyah menghela nafas sejenak.
"Papa cerita katanya dia membohongi Mama hingga mereka menikah dan Mama hamil. Waktu itu saat menikah dengan Mama,Papa berbohong mengatakan dirinya masih single, padahal dia udah nikah di kota lain dengan istri pertamanya, tapi belum dikaruniai seorang anak setelah menikah hampir lima tahun, untuk mendapatkan seorang anak Papa akhirnya menikahi Mama dengan sebuah kebohongan," rait wajah Aisyah terlihat sendu, memikirkan bagaimana dulu sang Mama saat mengetahui kebohongan Papanya.
"Benar saja, setelah satu bulan menikah, Mama hamil. Tentu saja Papa sangat bahagia, bahkan sering berada di rumah setelah tahu Mama hamil. Sebab pekerjaan Papalah yang membuatnya mudah menyembunyikan keberadaan Mama dan istri pertamanya, Papa yang masih merintid usaha travel bisa bolak balik dari satu kota ke kota lainnya,"
"Tapi sialnya kebohongan Papa tak cukup lama bertahan, akhirnya istri pertama Papa tahu akan kebohongan itu. Disaat bersamaan ternyata istri pertama Papa juga mengandung, sialnya aku dan anak itu lahir dihari yang sama dan di rumah sakit yang sama pula. Papa berjanji dengan istri pertamanya jika dia akan menceraikan Mama setelah aku lahir, dan setelah memberi sebuah nama untukku, Papa benar-benar menceraikan Mama. Papa menghilang sejak saat itu dan Mama memilih untuk pindah tempat tinggal, karena tak mau bertemu lagi dengan Papa,"
"Setelah sekian lama tak bertemu, akhirnya waktu itu kita ketemu, awalnya aku bahagia tapi setelah mendengar kejujuran Papa, aku benci dengan laki-laki itu, aku berharap di masa depan tak mendapatkan suami seperti dia," sorot mata Aisyah menyiratkan sebuah kekecewaan yang mendalam.
"Yang buat gue makin benci, kalau ketemu sama kita Papa selalu membahas Agam, benci banget gue. Gue mikirin perasaan Mama gimana? Tapi laki-laki itu sepertinya tidak berfikir sampai ke sana," terangnya.
"Yang sabar Ais, Lo boleh marah sama Papa Lo itu, tapi Lo juga harus ingat, dia orang yang akan paling Lo cari saat akan menikah nanti, jadi menurut gue Lo enggak boleh membencinya, mungkin dia juga punya alasan tersendiri kenapa membohongi Tante," tutur Nita.
Aisyah mengangguk, "Gue tahu itu Nit, tapi gue udah benci dia semenjak pertama kali kita bertemu," ucapnya.
Nita dan Santi hanya biasa pasrah, menyerahkan semua keputusan itu pada Aisyah.
"Tapi soal harta Papa memang tak pernah membedakan antara aku dan Agam, Papa selalu mentransfer uang tiap bulan dan memeberikan apa yang diberi pada Agam juga, kalau aku menolak Papa pasti mengirim sejumlah uang seharga barang yang dibeli Agam. Gue tahu Papa sebenarnya sayang sama gue, tapi untuk memaafkan dia saat ini gue belum bisa," lanjut Aisyah.
"Tapi uang pemberian Papa itu enggak pernah sekalipun gue ambil, bahkan gue enggak pernah tahu berapa jumlahnya di bank, rencananya mau gue gunain buat kuliah ke luar negeri, karena gue tahu Mama enggak bisa biayain gue kuliah di sana. Pendidikannya mungkin bisa, tapi untuk kehidupan sehari-hari di sana gue rasa Mama belum mampu," jelas Aisyah dengan wajah yang sudah berubah membaik.
"Kita dukung keputusan Lo Ais." Santi mengusap lengan sahabatnya itu.
"Tapi tadi dia bilang mau biayain gue kuliah, dan gue enggak boleh nolak. Sepertinya uang itu akan makin numpuk kalo gue anggurin terus-terusan," lanjutkan.
"Lalu?" tanya Nita penasaran sebab Aisyah terlihat menerbitkan sebuah senyuman saat mengatakan itu.
"Sebagai permintaan maaf gue, mari kita gunakan sebagian uang itu untuk shopping. Weekend ini kita ke mall bersama-sama, gimana?" Aisyah ingin merubah suasana tegang tadi dengan sebuah kehbagiaan.
"Lo serius?" tanya Nita dan Santi hampir bersamaan.
"Serius dong," jawab Aisyah.
"Baiklah, kita tidak akan menolak kalau shopping apalagi gratis!" Seru Nita dan Santi.
Akhirnya ketegangan itu berganti dengan sebuah canda tawa ceria dari mereka bertiga.
💜🔥💜🔥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nurwana
saya bisa tau perasaanta Ais kena saya merasakan yg namanya dibohongi dan dikecewakan oleh org tua laki laki. bedanya dgn saya, mamaku istri pertama.
2023-04-18
0