Dengan menghela nafas-nafas.
Aku menjelaskan dengan cara yang pelan.
"Seandainya Kamu tahu, wanita bisa berperan ganda. Tapi jika seorang laki-laki, Dia masih dipertanyakan terlebih dahulu" kataku.
"Peran suami saja kadang tidak dikerjakan apalagi peran sebagai Ibu. Pasti akan angkat tangan" gumamku.
"Sudahlah! Lebih baik pulanglah. Kamu juga tidak bisa kan merawat Graha walau hanya 1 malam" kataku.
"Eh, tunggu. Namanya saja ini pertama kali untukku. Bagaimana mungkin Aku langsung bisa" kata Zaidan membela dirinya sendiri.
"Semua orang butuh proses untuk belajar Sayang" kata Zaidan.
Meski Aku sudah mengusirnya beberapa kali dan menyeret tangannya. Zaidan tidak bergeming untuk keluar dari kamar. Membuatku semakin lelah untuk menyuruhnya pergi.
Hingga waktu menunjukkan jam 5 pagi.
Kali ini Graha terlihat tidur dengan sangat pulas.
Membuatku semakin gemas padanya.
"Hah, siang jadi malam. Malam jadi siang ya Graha" gumamku.
Tanpa menghiraukan Zaidan Aku bergegas bersiap-siap seperti biasanya. Untuk bekerja.
Setelah siap, Aku beranjak sarapan yang telah disiapkan oleh Ibuku.
"Hem,, enak sekali rasanya makanan tiba-tiba disiapkan di meja tanpa harus capek memasak dulu" sindirku saat hendak berjalan ke meja makan.
Sengaja Aku menyindir Zaidan agar Dia dengar perkataanku.
Saat Aku di meja makan, Zaidan masih tetap di dalam kamar.
"Zaidan tidak Kamu ajak makan?" kata Ibuku.
"Nanti kalau perutnya lapar juga makan. Toh sudah besar juga. Kok manja sekali jadi orang" kataku.
Ibuku hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawabanku yang begitu tidak peduli kepada Zaidan.
Namun, Ibuku tidak bisa acuh kepada Zaidan. Akhirnya Ibuku yang memanggil Zaidan ke kamar untuk bergabung sarapan di meja makan.
"Kenapa Ibu memanggilnya sih buk? Kalau Milanie di rumahnya aja Milanie yang harus masak, cuci piring, nyapu rumah dan ngepel. Tidak pernah disambut seperti tamu. Kenapa Ibu harus melakukan seperti tadi. Jangan dimanja. Nanti malah manja Dianya" sindirku.
Zaidan menunduk dan hanya diam mendengar perkataanku yang bagiku mampu menyakiti gendang telinga.
Zaidan duduk di meja makan. Lalu memakan masakan Ibu. Dia tidak merespon apapun. Meski jelas Dia mendengar sindiranku yang tajam. Zaidan hanya diam selama makan.
Seperti layaknya orang yang tuli dan tidak mendengar apapun.
Justru hal ini membuatku merasa jengkel. Perkataanku dianggap hanya angin lewat.
"Hah, masa bodo. Aku kan sudah pisah dengannya" batinku.
Aku berangkat kerja seperti biasanya.
...****************...
Dalam waktu setengah jam setelah Aku berangkat kerja. Zaidan pamit ke Ibu untuk pergi bekerja pula.
Tak lupa Zaidan mengecup pipi Graha sebelum berangkat.
Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore. Saat Zaidan telah pulang di rumahnya, Ibu Zaidan menanyakan Graha.
"Kenapa Kamu pulang tidak membawa Graha?" kata Ibu Zaidan.
"Graha masih butuh Asi dari Milanie Ibu" kata Zaidan.
"Tidak bisakah Kamu membawanya pulang kemari. Nanti Graha bisa diberi susu formula" kata Ibu.
"Kenapa Ibu seperti itu?" kata Zaidan.
"Sudah sewajarnya Ibu rindu pada cucu pertamanya" kata Ibu Zaidan.
"Jika Ibu rindu, besok Zaidan bawa kemari ya" kata Zaidan.
"Kalau begitu, Ibu siap-siap mau belanja beli susu formula sekarang" kata Ibu Zaidan.
Zaidan merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya.
"Hahhh!!! Capek sekali" gumam Zaidan.
"Bagaimana ya memperbaiki situasi ini? Aku benar-benar berharap semua akan membaik. Antara Aku dan Milanie serta Ibuku dan Milanie" gumam Zaidan.
Terbesit bayangan Milanie yang dipeluknya tadi malam.
"Tapi Milanie benar-benar terlihat imut saat Dia marah" gumam Zaidan.
Sekarang Aku sedang duduk di kursi meja ku.
"Dasar laki-laki gila. Apakah Dia tidak mengerti dengan kata pisah?" batinku.
"Apa perlu Aku menerjemahkan kata itu padanya. Haz,,,, menyebalkan" gumamku.
"Apa coba tujuannya menginap di rumahku? Tidak punya rasa malu" gumamku melampiaskan emosi.
Di meja kerja ku.
"Kamu memikirkan apa?" tanya Doni salah satu teman kerja.
"Tidak ada" kataku.
Seketika Aku menjauh dari Doni. Rasa trauma atas nama bangsa laki-laki benar-benar sudah melekat di benakku. Membuatku rasanya ingin menjauhi semua jenis spesies laki-laki.
Dan menikmati hidup sendiri.
Doni salah satu karyawan yang memiliki wajah tampan dari semua karyawan.
Sikapnya yang perhatian dan memiliki wajah tampan ini membuat wanita yang bekerja di sana kebanyakan menyukainya. Khususnya para remaja wanita.
Tapi tidak denganku, meliriknya saja ogah rasanya.
Di kantin tempat kerja. Doni dan Viki mereka sedang makan siang bersama.
"Baru kali ini Aku bertemu wanita yang tidak tertarik denganku" bisik Doni kepada teman karyawan lainnya.
"Siapa Dia?" tanya Viki teman Doni.
"Karyawati baru itu loh" kata Doni.
"Milanie?" kata Viki.
"Iya, Tidak apa Aku melakukan segalanya agar Dia menyukaiku" kata Doni.
"Hei, Kamu belum tahu tentang Milanie?" kata Viki.
"Kenapa?" tanya Doni penasaran.
"Dia sudah memiliki anak dan suami. Jangan macam-macam Kamu" kata Viki.
"Dia? Si kecil itu sudah punya anak?" kata Doni terkejut.
"Iya" kata Viki.
"Kapan Dia menikahnya" kata Doni.
"Ha, ha, ha, sabar ya,,, mending cari yang lain masih banyak" kata Viki dengan menepuk-nepuk bahu Doni.
Viki telah meninggalkan Doni. Sedangkan Doni masih duduk di tempatnya. Dengan sedikit senyum yang terukir di wajahnya. Dia memikirkan perkataan Viki tentang fakta jika Milanie telah memiliki satu anak.
"Sayang sekali" gumam Doni.
Dengan meminum teh yang ada di depannya.
...****************...
Pulang kerjaku pukul 5 sore.
Sore itu seperti biasa Aku pulang menaiki motor sejarahku.
Motor yang sederhana tapi sangat membantu hidupku. Dan pastinya kendaraan yang setia menemaniku.
Menaiki motor di perjalanan pergi dan pulang dengan hembusan angin. Rasanya mampu merontokkan rasa capekku setelah bekerja dan beronda malam.
Ditambah pemandangan tepi jalan yang memiliki pemandangan kota.
Membuat Aku cukup merasakan healing tanpa harus pergi ke sebuah tempat wisata.
"Kerja, makan dan tidur. Hidup seperti ini saja menurutku sangat menyenangkan. Dibanding dengan,,, ah! Sudahlah!" gumamku saat berkendara motor menuju perjalanan pulang.
Beberapa menit kemudian, Aku telah tiba di rumah.
Mataku menyapu ke segala arah.
Isi rumah terasa sangat sepi.
Aku mencari ke setiap sudut ruangan.
Tapi, tidak Aku temukan dimana pun. Dia adalah Graha anakku.
Ibu juga sedang tidak ada di rumah.
"Mungkin Ibu membawa Graha sekalian" gumamku.
Dengan tenang Aku segera membersihkan diri dan membujurkan badanku di atas ranjang.
Setelah maghrib, akhirnya Ibu bersama Bapak pulang ke rumah.
Segera Aku menghampiri.
Rasa rinduku kepada Graha sudah terkumpul.
Graha yang mungil selalu terbayang-bayang saat Aku bekerja.
Tapi lagi-lagi mataku tidak mendapatkan sosok Graha.
Membuatku melontarkan pertanyaan kepada Ibuku.
"Ibu, dimana Graha?" tanyaku.
Nampak Ibuku sedikit ragu untuk menjawabnya. Tapi, Ibu akhirnya menjawab saat Aku memberi expresi tanda tanya kepadanya.
"Graha dijemput sama Ayahnya tadi" kata Ibu.
"Kenapa Ibu bolehin?" tanyaku.
"Bagaimana bisa Ibu melarang seorang Ayah membawa anaknya" jawab Ibu lirih.
"Ibu, bagimana jika Graha tidak dikembalikan kemari?" kataku.
"Astaga, Aku pikir Graha dari tadi bersama Ibu" kataku.
Segera Aku mencari ponselku. Dan terpaksa menelvon Zaidan.
"Tringgg!!!"
"Tringgg!!!"
"Tringgg!!!"
Ponsel yang sedang tergeletak di almari kamar itu menyala dan berdering.
Zaidan mengangkat telvonku.
"Dimana Graha?" tanyaku.
"Dia bersamaku" kata Zaidan.
"Apa maksudmu membawa Graha kesana?" kataku.
"Sebenarnya Ibu sangat merindukannya. Apakah tidak boleh?" kata Zaidan.
"Tapi Graha masih butuh Asi dariku" kataku.
"Ibu sudah membelikannya susu tadi. Jadi tidak perlu khawatir" kata Zaidan.
Seketika panggilan itu hening tanpa suara.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Dewi Payang
Sehari aja nggak bertemu s bayi rasanya tidak tenang....
2023-11-10
0
mom mimu
pasti Melani berasa kehilangan separuh nyawanya itu... harusnya kamu izin juga sama ibunya graha Zidan... bukannya kamu juga niat ingin memperbaiki hubungan sama Melani ya...
2023-11-01
0
triana 13
lanjut lagi
2023-05-18
0