Aku Bukan Menantu Idaman Season 2
Diantara langit dan bumi. Tepat di tengah hamparan rumput lapang. Aku berdiri kokoh dengan mengepalkan kedua tanganku. Dengan mulutku yang mengeras.
Setelah mengingat suara-suara bising yang mampu memecahkan kalbu.
Badai yang terus berdatangan. Telah mampu merobohkan tiang yang kurawat sejak dulu.
Dan kini, rumah yang tiangnya telah roboh. Terlihat hancur dan tidak bisa ditinggali lagi.
Saat ini, Aku melangkah dengan hati yang kokoh.
Dengan menggendong Graha anakku.
Berjalan dengan mendekap erat-erat Graha. Melindungi dari serangan dingin yang mampu menembus pori-pori kulit.
Meski kini Graha telah berbalut kain gedong. Itu masih setengah dari perlindungan dari dingin saat malam hari.
Saat ini Aku berjalan menuju ke masjid yang tidak ada orang satu pun di sana.
Aku masih berfikir keras.
Apa yang akan Aku katakan kepada kedua orang tuaku nanti?
"Pasti Mereka akan bertanya dan bisa juga marah padaku" pikirku.
"Tapi memang benar kan? Buat apa mempertahankan rumah tangga jika tidak ada kedamaian di sana. Dengan segala paradoksanya, seorang istri disudutkan" gumamku.
Aku duduk di teras masjid. Dengan melihat wajah Graha yang sedang tertidur pulas.
Mungkin karena sudah lelah Dia menangis sejak lama tadi.
"Hffffttt, beginikah rasanya menjadi orang tua?" gumamku.
"Kadang bahagia, tapi juga berat" gumamku.
Malam itu, Aku tidak tidur semalaman karena menjaga Graha.
Setelah beberapa jam duduk. Aku segera pergi dari sana sebelum ada seorang muadzin yang datang ke masjid.
Pasti akan tampak aneh jika Mereka melihatku demikian.
Jam 4 subuh. Sudah saatnya Aku pulang ke rumah.
...****************...
"Tok, tok, tok!"
Ketukan pintu.
Ketukan pertama tak ada respon.
Ketukan kedua juga tidak.
Hingga ketukan yang kelima. Akhirnya pintu itu terbuka.
"Milanie?" panggil Ibu terkejut.
"Iya Ibu" jawabku.
Segera Ibu meraih Graha yang sedang berada di tanganku.
Lalu mata Ibuku menyapu ke semua arah seperti mencari seseorang.
"Dimana Zaidan?" tanya Ibu.
"Zaidan ada di rumahnya Ibu" jawabku ragu.
Aku langsung berjalan masuk ke rumah.
"Apa maksudnya ini?" tamya Ibu.
"Milanie, minta pisah dari Zaidan Ibu" kataku.
"Apa?" kata Ibu.
"Milanie, seharusnya Kamu berfikir yang matang sebelum mengucapkan kata itu. Rumah tangga memang seperti itu nak. Kamu harus kuat" kata Ibu.
"Ibu, kenapa perceraian dianggap hal yang murka? Padahal, dalam hidup Milanie sangat menderita saat menjalani pernikahan ini" kataku.
"Tentu saja itu adalah hal yang paling dibenci oleh Allah" kata Ibu.
"Yang dibenci oleh Allah bukan karena perceraiannya Ibu. Tapi sikap manusianya. Manusia selalu menjelekkan satu objek sebagai pembelaan kebenaran terhadap dirinya. Sehingga memunculkan konflik satu sama lain. Dan menumbuhkan kebencian satu sama lain. Tidak bisakah bercerai dilakukan dengan cara yang baik? Dulu Zaidan meminangku dengan cara yang baik. Tidak bisakah Dia mengembalikanku dengan cara yang baik juga?" kataku.
"Jika semua dengan cara yang baik. Tidak akan ada sebuah kemurkaan Ibu" kataku.
"Tapi kenapa? Manusia selalu menggunjing, merendahkan dan memfitnah demi pembelaan terhadap dirinya? Mencari-cari kesalahan musuh agar mempunyai teman banyak yang ikut berpihak kepadanya" kataku.
"Tidak bisakah manusia saling menghargai? Tidak bisakah manusia tidak saling menyakiti satu sama lain? Tidak bisakah manusia lebih suka melihat manusia lain merasa senang daripada menderita? Tidak bisakah Ibu?" kataku.
"Pikiranmu masih terlalu sempit Milanie" kata Ibu.
"Dunia memang seperti itu" kata Ibu.
"Meski Kita sudah melakukan yang benar, tentu pasti akan tetap ada yang menggunjing. Kamu fikir semua orang baik? Luaskan pikiranmu Mil" kata Ibu.
"Hiks, hiks, hiks"
Tangisan itu mengalir deras membasahi kedua pipiku.
Sedangkan Ibuku menggendong Graha dengan semangat. Karena Ibuku merindukan cucunya yang lama tidak datang di rumah.
"Lalu apakah Zaidan sudah menalakmu?" tanya Ibu.
"Dia hanya diam" kataku.
"Sebenarnya ada masalah apa?" tanya Ibu.
"Seperti yang Ibu bilang. Rumah tangga memang tempatnya ujian. Dan Milanie sudah tidak kuat Ibu, menahan semuanya" kataku.
Melihatku tiba-tiba pulang ke rumah sendirian. Tentu saja membuahkan tanda tanya yang besar oleh kedua orang tuaku.
Tapi, Aku sudah tidak ingin menjelekkan siapa pun.
Kali ini, Aku memilih diam. Agar api tidak semakin membara dan merambat kemana-mana.
Saat itu, Aku melihat wajah Ibuku. Tergambar jelas jika Ibuku sangat memikirkan sesuatu.
Masalahku, membuat pikiran Ibuku terganggu. Pasti, akan ada kecemasan dan kekawatiran di dalamnya.
"Yakin Kamu ingin berpisah? Lalu bagaimana dengan Graha?" kata Ibu.
"Biarkan Milanie yang bekerja untuk menghidupinya. Jika memungkinkan, Milanie akan bekerja dengan membawa Graha" kataku.
"Astaga anak ini, Kamu pikir semudah itu? Bekerja dengan merawat seorang bayi?" kata Ibu.
"Tentu saja tidak. Bekerja saja kadang membuat kita sudah merasa capek. Apalagi harus dengan merawat seorang bayi juga. Pasti sangat repot sekali" kataku.
"Sudah Ibu bilangkan, seharusnya Kamu fikirkan baik-baik sebelum berkata seperti itu Milanie" kata Ibu.
"Ibu, bolehkah Milanie tidur sebentar?" kataku.
"Kenapa harus bertanya dengan hal seperti itu" kata Ibu.
"Jika Graha haus, nanti bangunkan Milanie ya Ibu" kataku.
Aku beranjak berjalan menuju kamarku.
Saat masuk kamarku, debu terlihat menebal.
Tak kusangka, sudah hampir 2 tahun Aku lama tidak tidur di kamar ini.
Kemudian, Aku membersihkan tempat tidur dengan sapu khusus ranjang.
Dan segera merebahkan badanku di sana.
"Hahhhh, rasanya nyaman sekali" gumamku.
Mataku telah terpejam. Karena kantuk yang berat. Membuatku tak membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur pulas.
Sedangkan Ibuku, menggendong Graha dengan beraktifitas memasak seperti biasanya.
Karena seorang nenek, pada umumnya lebih sayang terhadap cucunya dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Setengah jam kemudian, Graha merengek seperti meminta ASI.
Tapi, saat Ibu mengantar Graha padaku. Melihatku tidur dengan sangat pulas, membuat Ibuku ragu untuk membangunkanku.
Akhirnya, Ibu menggendong Graha dan mengayun-ayunkan badannya. Agar Graha tidak menangis lagi.
Dan kali ini, Graha menikmati ayunan gendong neneknya. Membuatnya Dia tertidur kembali. Dan melupakan rasa hausnya tadi.
...****************...
"Jika memang keinginannya adalah bercerai, ceraikan saja perempuan itu Zaidan" kata Ibu mertua.
"Ibu yakin, pasti Tuhan akan menggantinya dengan perempuan yang lebih baik" kata Ibu mertua.
"Ibu, Milanie telah melahirkan anak Zaidan. Anak dari Milanie adalah tanggung jawab Zaidan. Bagaimana Zaidan akan menceraikan seseorang yang beradu nyawa demi melahirkan anak Zaidan?" kata Zaidan.
"Melahirkan anak, itu kodrat perempuan. Yang mau melahirkan anakmu bukan Milanie saja. Banyak perempuan yang bisa melahirkan anak" kata Ibu mertua.
"Ibu selalu mengajarkan Zaidan sejak kecil untuk bertanggung jawab Ibu. Sekarang, Zaidan harus melakukan apa yang telah Ibu ajarkan pada Zaidan" kata Zaidan.
"Jangan kesana Zaidan. Milanie itu perempuan yang tidak bisa diatur. Lebih baik Kamu mencari yang lain saja" kata Ibu mertua.
"Ibu, Zaidan mengerti apa yang harus Zaidan lakukan. Jadi Ibu jangan terlalu khawatir" kata Zaidan.
"Apa yang akan Kamu lakukan?" tanya Ibu Mertua.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
OmA~GAOEL
slm knl thor 🤗
2024-07-24
0
Bilqies
hai kak aku mampir niih
2024-04-23
1
范妮·廉姆
PociPan mampir ya
ak suka sama gaya bahasa penulis
2024-04-16
1