Raut wajah yang bahagia terpancar pada senyum manis putri Amatheia, matanya terpejam dan mulutnya mengucapkan beberapa mantra untuk menyambut panggilan bathin sang adik yang telah di tinggalkan di alam dasar laut.
"Putri Galene, bagaimana keadaanmu? Seperempat purnama sudah kita saling berpisah, aku sangat merindukanmu adikku," suara putri Amatheia merdu terdengar dengan jelas bahwa mereka saudara yang rukun dan saling menyayangi satu sama lainnya.
"Kakak, apakah pemuda itu ada bersamamu? Bagaimana dia? Apakah perjalanan kalian menemui kendala yang berarti?" Putri Galene mencerca pertanyaan demi pertanyaan dan di sambut dengan senyum putri Amatheia.
"Filghofin yang kau maksud? Kami baru saja bertempur dengan kawanan burung yang menyerang lembah dimana bangsa Slimpert bermukim." Putri Amatheia menceritakan beberapa pengalaman awal melakukan perjalanan dengan Filghofin yang telah mencuri hatinya.
Putri Galene berdiam sebagai pendengar dan merasakan nyeri pada sudut hatinya tatkala mendengar cerita putri Amatheia yang ternyata juga menaruh hati pada Filghofin.
Rasa sesak itu membuatnya lemas tidak berdaya, dan menyudahi pembicaraan mereka yang melalui mata batin itu. Rasa takut itu ternyata terjadi, pertemuan pertamanya dengan Filghofin dan berakhir dengan perpisahan karena sebuah panggilan hati untuk pembebasan sang Raja, siapa sangka bawa hati dan mata berkata lain.
Hari demi hari putri Galene lalui dengan menyendiri dan semakin tertutup oleh siapapun, justru ia lebih cenderung sering bercerita keluh kesahnya pada perdana menteri Leonard.
Hingga si suatu senja ia duduk menyendiri di tempat favoritnya sambil memandang hamparan luas taman yang indah.
"Wahai putri Galene, apakah gerangan yang membuatmu menyendiri dan sepertinya menyimpan sesuatu," Perdana menteri Leonard menghampiri gadis duyung yang selama ini selalu lemah dan cenderung sakit-sakitan.
"Katakan pada saya! Adakah rasa yang kurang nyaman pada kesehatan putri Galene?"
Beberapa pertanyaan yang di lontarkan oleh perdana menteri Leonard, membuatnya menarik nafas panjang. Antara ingin bercerita dan tetap menyembunyikan rasa yang asing tentang sosok Filghofin, membuatnya tertunduk dalam situasi dilema.
"Paman perdana menteri Leonard, saya hanya mengkhawatirkan keselamatan putri Amatheia. Semoga di beri kelancaran dan kembali dengan Fil.. eemm Filghofin, ehh..." Ujar putri Galene dengan keceplosan menyebut nama Filghofin sambil tergagap.
Perdana menteri Leonard merasa aneh dengan jawaban putri Galene tentang Filghofin. Namun sekuat mungkin ia menepis jauh rasa curiga itu. Sebab, dari sorot mata Filghofin kepada putri Amatheia lebih menuju ke sisi hati, sama-sama berjenis laki-laki tentu Perdana menteri Leonard lebih memahami situasi hati.
"Baiklah putri, sebaiknya Anda beristirahat saja! Sepertinya kesehatan anda semakin hari semakin membaik, semenjak kepergian putri Amatheia kondisi tidur anda lebih normal daripada hari-hari biasanya, tabib Wlyrus juga mengatakan putri Galene kondisi kesehatannya membaik secara signifikan beberapa hari ini." Ucap Perdana menteri Leonard lagi.
Putri Galene kembali menarik nafas bimbang, kemana ia akan bercerita? tidak mungkin ia mempermalukan dirinya sendiri mengenai hatinya pada sosok Filghofin yang baru saja ia kenal.
Akhirnya setelah beberapa saat berbicara tentang keadaan istana dengan Perdana menteri Leonard, putri Galene berpamit untuk kembali memasuki ruangan pribadinya yang terdapat di sisi bangunan tempat tinggal putri Amatheia.
🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬
Di dalam kamar pribadi, kembali putri Galene menuangkan segala kekacauan hati dan pikirannya tentang Filghofin melalui tulisan, ia menuangkan segala rasa yang sendiri ia alami dan tidak seorangpun tau, bahkan ia sendiri kebingungan darimana dan bagaimana, dengan siapa ia harus memulai menuangkan segala resah hatinya.
"Apakah ini yang di namakan cinta kepada seseorang lawan jenis? Tapi.... Apakah laki-laki keturunan bangsa Elf itu akan mengetahui dengan apa yang aku rasakan saat ini?" Batin putri Galene tetap saja mengusik kata hatinya.
'Ku terkesima sejak hari pertama dia memperkenalkan dirinya. Terkoneksi sejak kali pertama mendengarnya bicara. Dia dengan caranya, memberiku kekuatan, memberiku dukungan, memberiku harapan.
Andai ku bertemu lebih cepat, kan kuungkapkan kekaguman yang menjelma menjadi cinta ini, tapi kini hanya bisa kusimpan sendiri, karena kau tak mungkin kumiliki'
Tulisan demi tulisan, kata-kata indah ia sematkan untuk sekedar menghibur hatinya yang gundah gulana, dan di sisi lain tidak mungkin ia akan mengkhianati saudaranya sendiri.
"Andaikan ini memang rasa yang harus aku tanggung sendiri, akankah aku mampu menghadapinya, dia saudariku yang bahkan mengorbankan kehidupannya untuk rakyat dan bangsa ikan duyung, lalu bagaimana dengan diriku?" Putri Galene dirundung kegelisahan.
"Bagaimana aku harus mengalihkan pikiran dan perasaan ini, bahkan pemuda itu tidak tau apa yang aku rasakan."
Putri Galene terus berusaha menepis rasa yang ia rasakan, "aku harus membantu perjuangan mereka, aku tidak boleh menjadi pecundang."
Hingga membawanya pada sebuah mimpi pada lelapnya.
🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬
Ratu Sinnan berjalan menyusuri koridor bersama Scrully yang kini selalu mendampingi Ratu Sinnan setelah kepergian putri Amatheia, mereka berjalan menuju ruangan laboratorium dimana tabib Wlyrus yang menangani sindrom putri Galene, melakukan penelitian bersama tim-nya.
"Yang mulia Ratu Sinnan telah datang, berikan hormat!" Teriak penjaga yang berada di depan pintu masuk.
Ratu Sinnan memasuki ruangan laboratorium milik tabib Wlyrus, akan tetapi tidak dengan Scrully yang harus menunggu jauh di luar area.
"Yang mulia Ratu Sinnan, angin apa yang membuat yang mulia Ratu berkunjung ke lab hamba yang berantakan ini?" Tanya tabib Wlyrus dengan hormat, sedangkan dia sebenarnya saat ini sedang melakukan penelitian tidak ingin mendapatkan kunjungan atau gangguan lainnya yang bisa mengganggu konsentrasinya.
"Maaf tabib Wlyrus! Saya harus datang ketempat ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, atau bahkan telah menggangu aktifitas tabib Wlyrus." Ratu Sinnan memulai pembicaraan, hanya berdua saja dengan tabib Wlyrus.
"Bagaimana dengan racun yang perlahan menjalar pada pembuluh darahku, berapa lama aku bisa bertahan hidup?" Pertanyaan Ratu Sinnan seakan menjadi cambuk bagi tabib Wlyrus.
Tabib Wlyrus menunduk sedalam mungkin menatap lantai, dan menarik nafas dalam-dalam seakan sesuatu yang sangat sulit yang harus ia hadapi bersama Ratu Sinnan.
"Yang mulia Ratu Sinnan, hamba akan terus berusaha untuk menekankan pembuluh darah yang lain agar tidak terkontaminasi dengan racun yang perlahan merambat." Tabib Wlyrus cukup prihatin dengan kondisi Ratu Sinnan yang tidak seorangpun tau tentang apa yang telah terjadi pada diri Ratu mereka.
"Yang mulai Ratu, ada kabar gembira yang telah hamba terima, dan ini patut yang mulia Ratu ketahui," sambung tabib Wlyrus lagi, untuk mengalihkan ketegangan antara mereka berdua.
Ratu Sinnan mengangguk kepala sebagai tanda syukur atas berita gembira yang akan ia terima, "katakan tabib Wlyrus, apapun berita itu aku akan menerima dengan sukacita."
🐬🐬🐬🐬🐬🐬🐬
To be continued 😉
Berita apa? yuk ikuti kelanjutan liku-liku kisah cinta dalam kekejaman Angkara murka sebuah kekuasaan.
Beri saya like, dan komen membangun agar menjadi inspirasi selanjutnya.
Salam Sayang Selalu By RR 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments