Sesampainya di rumah, Gara dihampiri oleh pembantu yang datang menyambutnya. "Selamat datang, Tuan muda," sapa Ann, pembantu yang sudah bekerja sangat lama di rumah itu.
"Bibi, apa benar tadi tuan Edwin dan putrinya datang kemari?" tanya Gara. "Benar, mereka tadi datang, tapi sudah pulang beberapa jam lalu, tuan muda," jawab Ann lalu mengunci pintu.
"Terus, mama dan papa kemana, bi?"
"Beliau sudah tidur duluan, tuan," jawab Ann menunjuk ke lantai dua. "Arghh, aku tidak terima!" decak Gara menaiki anak tangga menuju ke kamar orang tuanya.
"Aduh, apa mungkin ada yang salah sampai tuan muda marah besar seperti itu?" pikir Ann lalu buru-buru pergi sebelum mendengar pertengkaran yang akan dimulai lagi.
"Ma, buka pintunya! Gara mau bicara sekarang!" Gara mengetuk pintu dengan keras. Tok! Tok! Tok! Cklek!
"Gara, kau baru pulang?"
"Ya, barusan pulang," jawab Gara ketus.
"Sudah baca pesan dari mama?" tanya nyonya Vera.
"Ck, sudah," jawab Gara sambil mengepal tangannya, tapi langsung digenggam oleh Ibunya yang tahu kalau sekarang anaknya itu sedang marah.
"Bagus, mama senang sekali kau pulang ke rumah, sekarang kau pergilah tidur, besok kau harus antar mama pagi-pagi jemput Celin, ada banyak keperluan yang harus mama siapkan dalam pernikahan kalian," senyum nyonya Vera manis.
Plak!
"Tidak usah pura-pura senang di depanku, Ma," tepis Gara tidak suka ekspresi buatan Ibunya, itu karena awalnya nyonya Vera mendukung Gara untuk tidak dinikahkan, tapi gara-gara rayuan tuan Marvin yang memimpikan seorang cucu, nyonya Vera malah menerima Celin yang terkenal membawa keberuntungan dijadikan istri Gara. Berharap Celin dapat melahirkan anak dari putranya itu.
Nyonya Vera pun menatap datar putranya, lalu menghembus nafas berat. "Maaf, Gara, mama terpaksa ikut, ini demi kebaikan keluarga kita tetap berlanjut, nak," ucap nyonya Vera.
"Ya ampun, Ma. Dokter sudah katakan aku ini tidak bisa memberikan pewaris, ini tetap percuma saja, dan tolong jangan terlalu percaya apa yang dikatakan tentang Celin, dia itu cuma wanita biasa, bukan titisan dewi keberuntungan! Lebih baik, mama pungut anak saja di luar sana, atau bikin anak baru," ucap Gara panjang lebar menolak pernikahan itu.
"Gara, bukan kah kemarin kau setuju? Kenapa baru sekarang kau menolak?" tanya nyonya Vera yang masih menahan sabar untuk tidak membentak anak tunggalnya itu.
"Kemarin setuju karena Mama yang terus desak aku, bukan karena keinginanku, aku hanya terpaksa biar Mama senang," jawab Gara marah. Nyonya Vera menunduk dan mulai menangis.
"Gara, mama tahu kau tidak tega melihat mama menangis," tangis nyonya Vera mengusap air matanya yang berlinang.
"Itu sudah pasti, aku ini sayang mama," kata Gara jadi bersalah lagi. Sontak nyonya Vera pun meraih tangan Gara dan memohon dengan mata berkaca-kaca.
"Gara, mama lakukan ini karena tidak tahan sama teman-teman mama, mereka selalu pamer menantu dan cucu mereka, sedangkan mama tidak ada yang bisa dibanggakan, mama iri, mama mau punya cucu dan menantu juga," mohon Ny. Vera.
"Kali ini saja, kau turuti mama ya, siapa tahu dari pernikahanmu ini, ada keajaiban," lanjutnya berharap penuh.
Gara diam sejenak lalu melepaskan genggaman Ibunya, kemudian bicara serius. "Baiklah, tapi kalau Celin dalam setahun ini tidak hamil juga, aku mau bercerai dengannya," ucap Gara lagi-lagi terpaksa setuju.
Nyonya Vera terdiam, seperti sedang diancam. Karena diam saja, Gara pun mau bicara lagi, tapi seketika tuan Marvin menyahut dari belakang, pria tua itu turun dari tempat tidurnya.
"Okay, Papa setuju," ucapnya mengagetkan istri dan anaknya itu.
"Sekarang pergilah ke kamarmu, jangan buat Ibumu menangis lagi," lanjutnya menarik nyonya Vera.
"Dan sebelum tidur, obati luka gigitan di lehermu itu." Tunjuk tuan Marvin ke bekas gigitan Jia. Lalu kedua orang tua itupun masuk ke kamar, kemudian menutup pintu. Gara tambah emosi melihat wajah menyebalkan ayahnya, ia pun langsung menonjok tembok.
"Ck, gampang sekali pak tua itu setuju. Dasar ayah sialan, apalagi yang kau rencanakan?" gerutu Gara tahu ayahnya itu tidak suka pada tuan Edwin juga. Setelah tenang kembali, Gara masuk ke kamarnya. Benar saja, ada bekas xupang Jia.
"Cih, gara-gara mereka, aku tidak bermalam di situ, menyebalkan!" peluk Gara ke gulingnya. Ia marah karena tidak bisa memeluk guling yang asli di rumahnya yang satu itu. Sedangkan Celin, wanita itu juga hanya bisa memeluk guling biasa, tidak bisa lagi memeluk kekasihnya seperti dulu.
"Juan, aku merindukanmu." Celin tetap setia pada pria yang berpacaran selama enam tahun ini dan selalu menemaninya dari nol, dalam mimpinya pun, Celin berharap Juan bisa hadir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments