Elena sangat terkejut saat saat mengetahui Kala tidak ada di kantornya. Bahkan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Sejenak Elena berpikir jika Kenza telah pergi bersama dengan Kala. Dengan dada yang terasa panas, Elena membuang beberapa map yang ada di meja kerjanya. Hatinya sangat terasa panas.
"Kenza sialan!" makinya dengan dada naik turun. Aura kebencian menyala dengan terang. "Kenapa ... kenapa kamu selalu merampas apa yang seharusnya menjadi milikku? Kenapa, Za? Kenapa?" Kini Elena berteriak dengan kuat.
Tubuh Elena terjatuh ke lantai. Seberapa besar Elena ingin menghancurkan Kenza selalu saja tidak berhasil. Padahal Elena sudah memberikan sebuah foto dan video untuk mencuci pikiran Kala. Akan tetapi seperti tidak berarti apa-apa, karena Kala masih saja berpihak kepada Kenza.
"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah terima atas kekalahan ini, Za! Ingat ... aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu, yang selalu diam dalam kekalahan. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, jika aku tidak bisa mendapatkan Kala, maka kamu juga tidak akan pernah bisa untuk mendapatkannya. Aku terus menerus sampai kamu benar-benar menyerahkan Kala kepadaku. Ingat itu, Kenza!" Telapak tangan Elena sudah menggenggam dengan erat. Bahkan giginya telah menggertak dengan kuat. Kini kebenciannya kepada Kenza gunung tinggi, setinggi gunung Everest yang berada di perbatasan antara Nepal dan Tibet. Kebencian yang tidak akan hanyut meskipun dibawa oleh banjir bandang.
Disisi lain Arshen yang masih terjebak di pinggir jalanan yang sepi hanya bisa pasrah karena tidak ada tanda-tanda manusia akan melewati jalan tersebut, karena memang Seno salah mengambil jalan, akhirnya mereka pun terjebak dalam keadaan tak berdaya lagi.
"Lapar Shen," ujar Seno pada Arshen yang duduk bersandar di depan mobilnya.
"Kamu pikir kamu saja yang lapar. Aku juga, Sen!" balas Arshen pada Seno.
"Kalau kita sampai mati disini bagaimana, Shen. Aku belum nikah dan belum merasakan indahnya surga dunia. Pokonya kalau aku mati di sini aku akan menghantui para wanita yang pernah menolakku," ucap Seno.
"Jaga mulutmu, Sen! Saat ini kita sedang berada di tengah hutan. Jangan sampai ucapanmu menjadi bumerang untuk dirimu sendiri. Kalau aku tidak ingin mati disini karena aku masih ingin hidup bahagia bersama jodohku!"
Seno hanya tersenyum kecut sambil menoleh ke arah Arshen yang terlihat santai tanpa beban pikiran. "Tapi bagaimana caranya kita untuk tetap bertahan hidup, sementara di sini tidak ada tanda-tanda kehidupan, Shen! Mana tidak ada sinyal lagi!" gerutu Seno.
"Kamu jangan pesimis terlebih dahulu. Mending kita cari sesuatu didalam hutan sana. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa mengganjal perut kita agar tidak kelapa," saran Arshen.
"Sepertinya ide yang bagus itu. Ya udah, ayo!"
Arshen dan Seno pun akhirnya masuk ke hutan untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengganti perut mereka. Mungkin dengan cara seperti itu keduanya bisa bertahan ditengah hutan sebelum memikirkan bagaimana caranya untuk keluar dari tempat tersebut.
"Shen, kok bulu kudukku tiba-tiba merinding, ya." Seno yang berjalan di belakang Arshen langsung memeluk tubuh Arshen dari belakang.
"Dih ... apaan sih, Sen!" Arshen memberontak untuk melepaskan tangan Seno yang sedang memeluknya.
"Shen, aku takut!"
"Takut apa, sih! Disini gak ada apa-apa! Udah deh, diam aja!" sentak Arshen. Seketika Seno pun terdiam dan mengikuti langkah Arshen dari belakangnya.
Sebenarnya Arshen tak kalah jauh takut, tetapi untuk menjaga reputasinya dia berusaha menutupi rasa takut itu. Bahkan bulu kuduk Arshen pun telah berdiri semua.
Krakk.
Kaki Seno menginjak dahan kering yang ada di tanah. Dengan cepat Arshen langsung berbalik arah dan menemplok ke tubuh Seno sambil menjerit dengan kuat.
"Ya ampun Arshen! Apa yang kamu lakukan! Menyingkirlah!" Seno berusaha melepaskan tubuh Arshen yang nemplok ke tubuhnya.
"Suara apa itu, Sen? Aku takut!"
Mendengar ucapan Arshen, Seno malah tertawa terbahak-bahak. "Ternyata ada yang lebih parah dariku. Menyingkirlah, Shen! Kamu berat sekali! Itu tadi hanya suara ranting yang ku injak. Dasar penakut!"
Dengan pelan Arshen pun melepaskan pelukannya pada Seno. "Aku bukan penakut. Hanya saja aku terkejut!"
"Sudahlah, kalau takut ya bilang aja takut gak usah banyak alasan!" cibir Seno.
Dengan wajah yang cemberut, Arshen melanjutkan lagi langkah untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Jika orang pedalaman saja bisa hidup di hutan, lalu mengapa dia tidak bisa?
Disisi lain ...
Saat ini hanya ada Greya dan juga Kenza. Dalam diam Kenza terus mengamati sosok Greya yang sedang duduk disampingnya.
"Katakan, kamu siapa?" tanya Kenza yang merasa pada Greya.
"Maksud Anda? Apakah sebelumnya kita pernah bertemu?"
"Aku tidak tahu, tapi aku merasa tidak asing denganmu. Aku yakin ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan," kata Kenza.
Greya tertawa pelan. "Maaf Nona, tapi ini adalah kali pertama kita bertemu. Bahkan saya tidak mengenal Anda. Mungkin itu hanya perasaan Anda saja Nona, jelas Greya.
"Mungkin saja," lirih Kenza dengan pelan.
Setelah meyakinkan Kenza, Greya pun meninggalkan Kenza di kamarnya agar dia beristirahat dengan tenang. Saat melihat Kala yang sudah menunggu di sebuah sofa, Greya pun berjalan untuk menghampirinya.
"Dia kenapa?"
"Mungkin dia sedang mengalami sebuah tekanan. Saya sarankan jangan terlalu memaksanya, Tuan. Saya takut karena sebuah tekanan ini dia akan mengalami gangguan mental," jelas Greya.
"Benarkah? Apa hubungannya sakit kepala dengan gangguan mental. Yang benar saja, Grey!"
"Ini benar, Tuan. Dan kemungkinan besar dia sedang mengindap sebuah penyakit, Tuan."
Sejenak Kala terdiam. Ingatan pun kembali pada 10 tahun yang lalu dimana Kenza pernah mengalami insiden jatuh dari tangga. Mungkinkah insiden itu berakibat fatal?
"Baiklah. Terima kasih atas penjelasanmu. Pulanglah ke kota dan carikan seseorang yang seumuran dengan Kenza untuk bekerja disini. Aku ingin Kenza memiliki seorang teman agar tidak kesepian!"
"Baik, Tuan. Nanti akan saya carikan. Kalau begitu saya pergi dulu," pamit Greya.
Kala hanya mengangguk pelan dan mengantar Greya keluar. Berharap Greya segera menemukan seseorang yang bisa menemani Kenza.
"Za, sebenarnya ada apa denganmu? Apakah kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku? Apakah itu alasanmu mengakhiri hubungan hubungan kita? Apakah saat ini kamu sedang sakit?" Berbagai pertanyaan muncul di kepala Kala. Namun, untuk saat ini Kala tidak berani untuk mengganggu Kenza dan membiarkannya untuk beristirahat.
Mobil yang dikendarai oleh Greya melaju dengan cepat karena jalanan sangat sepi. Tidak butuh waktu lama mobil pun hampir keluar dari perbatasan. Namun, Greya merasa heran saat melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Karena merasa penasaran Greya turun untuk memastikan, meskipun sebenarnya Greya takut.
Matanya terbelalak dengan lebar saat melihat dua pria sedang tergeletak di samping mobil. Bahkan Greya mengira jika kedua pria itu telah meninggal. Namun, saat Greya ingin memastikan apakah masih bernapas atau tidak tangan Greya langsung ditarik oleh Seno.
"Mau apa?!" sentak Seno.
"Aduh, sakit! Lepaskan!" teriak Greya.
Arshen yang tidur pun terbangun karena teriakan seorang wanita yang melengking di telinganya.
"Sen, dia siapa?" tanya Arshen yang terkejut.
"Gak tahu siapa. Tapi dia tadi hampir menyentuhku. Mungkin saja dia penjahat, Shen!"
"Sembarangan! Aku bukan penjahat! Lepaskan aku!" teriak Greya lagi.
"Lalu jika kamu bukan penjahat, mengapa seorang wanita sepertimu ada di tengah hutan seperti ini?" tanya Arshen.
"Lepaskan aku dulu!"
Akhirnya Arshen menyuruh Seno untuk melepaskan wanita itu. Dengan berat hati, Seno menuruti ucapan Arshen. Saat ini Greya mengelus tangannya yang terasa sakit karena dipelintir oleh Seno.
"Cepat katakan kamu siapa dan mengapa kamu bisa berada di tengah hutan seperti ini. Apakah kamu seorang begal?" tuduh Seno.
"Sembarangan! Aku bukan begal. Kebetulan aku baru saja pulang dari vila milik keluargaku dan tak sengaja melihat mobil terparkir di pinggir jalan. Aku kan merasa penasaran mengapa mobil bagus seperti ini terparkir di pinggir jalan? Lalu aku melihat kalian berdua tergeletak di tanah, aku pikir kalian telah mati. Dan aku mencoba untuk memastikannya. Eh, tahu-tahu tanganku langsung ditarik oleh dia!" Greya langsung menunjuk ke arah Seno.
"Kan aku refleks tadi!" sanggah Seno.
Sejak Arshen terdiam. Mungkinkah ini adalah jawaban dari doa-doa yang telah dia panjatkan? Apakah wanita yang ada di hadapinya saat ini adalah kiriman Tuhan untuk menyelamatkan hidupnya saat ini? Dengan senyum tipis yang mengembang di bibirnya Arshen meminta maaf atas apa yang dilakukan oleh Seno kepada Greya. Dan memohon kepada Greya untuk memberikan sedikit saja bahan bakar mobilnya agar mobil Arshen bisa berjalan kembali.
"Oh, jadi ceritanya mobil kalian kehabisan bahan bakar? Baiklah, karena aku tidak tega melihat orang kesusahan dalam hutan aku akan memberikan sedikit bahan bakar yang ada di mobilku tetapi dengan satu syarat," kata Greya.
"Apa itu?" tanya Arshen dan Seno secara bersamaan.
"Aku tidak memberikan dengan cuma-cuma, karena harus ada harganya. Tapi karena aku tidak butuh uang bagaimana kalau dibayar dengan dinner. Bagaimana?" tawar Greya.
"Serius cuma dinner aja? Siapa takut," ucap Seno.
"Hei, bukan kamu yang aku ajak Dinner, tapi dia!" Tangan Greya menunjuk ke arah Arshen.
"Aku?" Arshen menunjuk kearah dirinya sendiri.
Kepala Greya pun mengangguk dengan pelan dan diiringi dengan senyum lebar di bibirnya. "Iya. Bagaimana? Kalau enggak mau ya enggak apa-apa sih. Tapi aku juga enggak mau membagikan bahan bakar mobilku untuk kalian."
"Tentu saja mau. Hanya dinner aja kok. Iya kan, Shen!" kata Seno yang langsung mengiyakan saja tanpa bertanya lagi pada Arshen. Terlepas Arshen setuju atau tidak itu masalah belakangan, karena yang terpenting sekarang adalah mereka bisa keluar dari hutan agar tidak mati kelaparan.
"Baiklah. Ayo kita isi!" kata Greya penuh semangat.
Sebenarnya Arshen merasa sangat tidak setuju dengan syarat yang diberikan oleh Greya. Namun, tidak ada pilihan. Dia harus mengiyakan saja permintaan Greya, toh hanya sebuah dinner saja.
"Tunggu dulu. Tapi sepertinya kamu tidak asing deh." kata Greya yang berusaha untuk mengingat wajah Arshen. "Kayak artis yang sedang naik daun itu, lho. Siapa ya?"
Seno yang berada disamping Greya langsung menyeletuk. "Arshen maksud kamu?"
"Nah .. iya itu. Apakah kamu benar Arshen, seorang artis itu?" tanya Greya dengan penuh semangat.
...🌼 Bersambung 🌼...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Pujiastuti
lanjut kak semangat upnya 💪💪😊😊😊😊
2023-03-11
1
Haryati
greya oh greya....Kowe Ki sopo tho ya........apa ada udang dibalik rempeyek dengan nagajk arsen dinner...🤔🤔
2023-03-11
0