Lontaran perkataan dari tetangganya membuat Ghina tersentil merasa tidak enak dan tidak nyaman, tapi juga mengepalkan tangannya marah akibat kekesalan dan rasa lelah yang sedang mendera.
"Saya begini karena sedang berjuang mencari pekerjaan buat menghidupi keluarga kita. Kalian pikir hidup kami baik-baik saja setelah perekonomian mulai tidak stabil semenjak suamiku kecelakaan? Emangnya kalian mau membantu kami membeli susu dan beras? Tidak bukan?" balas Ghina dengan mata menatap tidak suka pada ibu-ibu bermulut julid.
"Ghina, tidak baik berkata kurang sopan seperti itu kepada orang," ujar Azzam menegur dan merasa tidak enak hati atas sikap istrinya. Azzura yang ada di sana tidak enak hati menyaksikan perdebatan orang lain.
"Kenapa, Mas? Apa yang aku katakan benar bukan? Semenjak kamu kecelakaan, kita semakin kekurangan keuangan dan kamu tidak bisa memberikan nafkah buat kita. Maka dari itu aku mencari kerajaan. Dan untuk kalian semuanya dengarkan aku baik-baik! Jangan sok ikut campur dalam urusan kita kalau tidak tahu apa-apa. Kalian semua diam saja!"
"Sombong sekali jadi orang. Di beri ujian segini saja sudah berubah, apalagi kalau di beri kekayaan, pasti kepalanya besar," salah satu ibu-ibu mencibir Ghina.
"Maaf menyela, memangnya kamu sedang membutuhkan pekerjaan?" tanya Azzura bersuara. Dia yang sedari tadi diam mendengarkan dan menyimak akar masalah yang di hadapi keluarga Ghina, kini mengerti apa maksud dari semuanya, perekonomian.
Ghina menoleh, "iya, emangnya kamu mau memberikan ku pekerjaan? Kamu 'kan kaya, mungkin suamimu bisa membantuku," tutur Ghina tidak sopan berkata dan terdengar seperti mencibir tidak suka.
"Ghina!" tegur Azzam tidak menyukai cara bicara istrinya. "Maaf, Azzura, jangan dengarkan Ghina, dia hanya bercanda."
"Aku tidak bercanda, Mas. Aku memang butuh pekerjaan," timpal Ghina lalu menatap Azzura lagi. "Kamu mau memberiku pekerjaan?"
"Sebenarnya aku tidak memiliki lowongan pekerjaan, tapi barangkali suamiku di kantornya ada lowongan. Nanti aku tanyakan sama dia dan kalau ada akan ku kasih tahu sama kamu."
"Itu lebih baik, aku tunggu kabar darimu." Ghina berharap dapat pekerjaan dari suaminya Azzura. Lalu, dia masuk ke dalam rumah sambil membawa Azriel meninggalkan Azzam dan Azzura.
Azzam menghela nafas berat. Ia mendongak ke atas melihat Azzura, "maaf merepotkan mu. Terima kasih juga sudah membantuku menenangkan putraku dan terima kasih juga mau membantu istriku mencari kerjaan."
"Sama-sama, sebagai sesama mahluk sosial memang harus saling membantu. Kalau begitu aku permisi dulu," balas Azzura sambil berpamitan kepada Azzam.
Azzam mengangguk dan ia pun masuk ke dalam rumah.
"Ghina mah gitu ya, sikapnya saja bikin buat orang lain tidak menyukainya." Dan para ibu-ibu membicarakan tentang Ghina yang menurut mereka begitu tidak sopan.
*****
Malam pun tiba. Sesuai janji Azzura kepada Ghina, dia menunggu kedatangan suaminya dan juga akan bertanya kepada Chiko. Pas sekali, orang yang Azzura tunggu pulang lebih awal.
"Sayang, kamu nunggu aku pulang?" Chiko tersenyum melihat istrinya duduk di kursi depan. Azzura berdiri dan tersenyum memeluk Chiko.
"Aku kira kamu tidak pulang cepat," bukannya menjawab perkataan Chiko, Azzura malah berkata lain.
"Hari ini semua karyawan di pulangkan lebih awal. Tadi direktur utama yang mengumumkannya. Kau tahu sayang, aku kira pemilik perusahaannya seorang pria, ternyata wanita sudah tua." Chiko merangkul pinggang Azzura dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Lalu, mereka duduk sambil tangan Chiko melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. Azzura mengambil minuman dulu barulah ia duduk lagi di samping Chiko setelah menyimpan minuman dan cemilan.
"Kami capek? Aku pijitin mau, ya?" tanya Azzura sambil memijat tangan suaminya. Chiko tersenyum senang.
"Kamu perhatian sekali, makasih ya. Aku makin cinta sama kamu."
"Chiko, tadi tetangga kita ada yang cari kerjaan, apa di perusahaan tepat kamu bekerja ada lowongan?" tanya Azzura serius.
"Siapa yang mau cari kerja?"
"Itu loh, Ghina, orang yang waktu itu kita pesani kue. Katanya mau cari kerjaan buat bantu suaminya."
"Oh, yang itu. Kebetulan sekali di kantor sedang di butuhkan OB, kalau dia mau nanti bisa kamu bilang padanya buat melamar kerjaan di sana. Kebetulan aku yang di tugaskan langsung oleh direktur utama buat mencari beberapa ob. Nanti kamu bilang padanya, hari ini juga kamu bisa bicara padanya biar besok langsung melamar." Chiko memberitahukan lowongan pekerjaan di bagian bersih-bersih.
"Ini kabar baik, nanti aku kasih tahu dia. Kalau sekarang boleh? Soalnya aku kasihan melihat keadaan mereka yang sedang kekurangan ekonomi."
"Kalau kamu tidak lelah dan tidak keberatan sekarang saja."
"Tapi aku siapkan air mandi dulu buat kamu, ya." Azzura pun beranjak dari sana dan tergesa menyiapkan air hangat, baju ganti, dan makanan buat suaminya. Setelah selesai, barulah Azzura pergi ke rumah Ghina.
*****
Kediaman Azzam.
"Permisi," ucap Azzura sambil mengetuk pintu.
Orang yang ada di dalam pun membuka pintunya, dan kebetulan yang buka adalah Azzam. Kali ini Azzam tidak memalingkan wajah sebab Azzura mengenakan baju tidur panjang yang menutupi seluruh tubuhnya dan juga terlihat longgar.
"Azzura, ada apa?"
"Mas, Ghina nya ada?" suara lembut Azzura membuat Azzam tertegun dengan hati berdesir hebat.
"Lembut sekali," batin Azzam.
"Ada, mari masuk!" Azzam memundurkan kursi rodanya dan menyuruh Azzura masuk.
"Ghin, ada Azzura, nih."
"Tunggu sebentar, Mas. Lagi menidurkan Azriel," sahut Ghina dari dalam kamar.
"Kamu duduk saja dulu, biar saya ambilkan minuman buat kamu." Azzam hendak ke dapur, tapi Azzura cegah dan memegang pundak Azzam.
"Tidak usah repot-repot, Mas. Aku hanya sebentar saja."
Azzam mendongak, lalu tangannya beralih ke tangan yang ada di pundaknya. Azzura menyadari itu dan segera menarik tangannya.
"Azzura, ada apa ya?" tanya Ghina baru keluar kamar.
Lalu, mereka duduk bersama di kursi.
"Begini, tadi aku sudah cerita sama Chiko, katanya kebetulan di kantor ada lowongan pekerjaan sebagai ob. Kalau kamu mau besok bisa melamar pekerjaan, dan kebetulan juga suamiku yang memegang peranan penting dalam menentukan siapa saja yang akan di terima kerja. Kalau kamu minat, besok bisa datang ke kantor."
"Benarkah? Aku mau, aku pasti akan datang dan tidak mengapa jadi ob juga yang penting dapat gaji tetap." Ghina tidak menolak, ia justru senang pekerjaan di depan mata.
"Siapa tahu ada pegawai kantor yang tajir melintir."
"Ya sudah, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Kalau begitu aku pergi dulu, ya." Azzura pun pamitan pulang.
"Kamu yakin mau bekerja di kantoran?"
"Aku yakin, Mas. Aku mau istirahat dulu biar besok tidak kesiangan bekerja." Ghina beranjak ke kamar meninggalkan Azzam dengan hati yang gelisah.
"Ada apa denganku? Aku tidak bisa menerima kamu bekerja, Ghina."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments