"Yang sabar ya sayang. Sebentar lagi mama akan pulang. Kamu harus jadi anak yang shaleh, penurut, pintar, dan menjadi kebanggaan kami," tutur Azzam seraya menggendong putranya sambil menunggu Ghina pulang.
"Permisi pak Azzam," ucap salah seorang pria menghampiri Azzam.
"Eh, pak RT. Pasti mau iuran Jum'attan, ya?"
"Iya, Pak. Seperti biasa." Di sana, setiap KK di haruskan ikutan iuran setiap Jum'at. Uangnya di kumpulkan di bendahara RT dan jika nanti ada yang sakit atau meninggal uang iuran itu bisa membantu sebagian orang.
"Tunggu sebentar ya, Pak." Azzam masuk kedalam rumah. Terlihat sekali jika dia kesulitan memutar roda kursinya.
"Pak, anaknya biar saya bantu pegang dulu," ucap tetangga yang ikut mengantarkan Pak RT keliling kampung.
"Maaf pak merepotkan." Azzam menitipkan sebentar putranya kepada tetangga. Dia pun masuk ke dalam mengambil uang dan kertas yang berisi nama-nama bulan.
*****
Kediaman Chiko.
"Sayang, berhubung kita sudah pindah kesini, aku mau mengundang anak-anak panti asuhan, ya. Tidak apa-apa 'kan?" tanya Azzura sedang berdiri menyusun foto-foto dirinya dan beberapa barang ke dalam lemari kristal.
"Tentu tidak apa-apa, justru ini akan sangat lebih baik. Mudah-mudahan saja dengan kita berbagi ke anak yatim rezeki kita semakin berlipat ganda." Chiko tidak mungkin keberatan karena Azzura memang selalu melakukan hal itu setiap kali dirinya gajian.
"Oh iya, aku lupa. Kita juga harus ke Gereja beribadah sekaligus meminta doa kepada Tuhan." Azzura mengingatkan suaminya untuk berdoa ke tempat Tuhan mereka.
"Iya, nanti setelah semuanya selesai kita ke Gereja hari ini juga. Sekalian akan mencari aneka macam kue buat menyuguhi para tahu."
"Baiklah, sayang. Kalau begitu aku mau menyelesaikan pekerjaan ini dulu," tutur Azzura sambil menyelesaikan tugas beres-beres nya. Dia tidak mau merepotkan orang lain dan hanya ingin dia sendiri yang menyusun semuanya sesuai dengan imajinasinya.
Sekian lama berkutat dengan berbagai macam barang, akhirnya Azzura dan Chiko selesai juga.
"Akhirnya selesai juga," gumam Chiko sambil melihat jam di dinding. "Baru jam dua belas siang. Kita mandi dulu yu! Baru kita ke Gereja." Ajak Chiko dan diangguki oleh Azzura.
*****
Hal pertama yang dilakukan Azzura dan Chiko berdoa ke Gereja, lalu pergi ke panti asuhan yang sama-sama memiliki agama seperti mereka berdua.
"Begini, Bu. Kami ingin mengundang ibu dan adik-adik semua syukuran ke rumah baru kami di jalan xxx no 20." Chiko bersuara.
"Terima kasih, Nak. Kami Pasti akan datang dan mendoakan kalian."
Chiko dan Azzura tersenyum, setelah dari sana mereka kembali pulang. Saat di dalam mobil, Azzura meminta suaminya mengundang salah satu panti asuhan para anak-anak muslim.
"Sayang, kita undang lagi anak-anak panti orang muslim ya?"
"Apa itu tidak akan mengganggu mereka? Soalnya cara mereka mendoakan pasti beda." Chiko takut nantinya asa pro dan kontra.
"Bagaimana pun cara mereka berdoa, tetap yang mereka lakukan hal yang benar. Sekalipun mereka beda agama, kita tidak bisa menghakimi agamanya. Yang penting kita tulus membantu anak yatim-piatu. Mau, ya?" Azzura berharap suaminya mau membantu.
"Baiklah, sekarang kita akan mencari panti asuhan terdekat lagi. Aku bangga sama kamu, aku semakin mencintaimu." Chiko merasa beruntung memiliki istri sebaik dan juga sepeduli Azzura. Meskipun wanita itu sering kali terlihat sexy dan penampilannya suka terbuka, tapi di balik itu semua hatinya sangatlah lembut dan baik hati.
Pasangan calon istri itu pun telah mengundang satu panti asuhan lagi.
"Tapi, Bu. Maaf, Sebelumnya kami mau bertanya apa ibu dan adik-adik bersedia datang ke rumah kami? Kami ini non muslim, Bu," kata Azzura memastikan dulu kesediaan mereka.
Terlihat keterkejutan dari wajah pemilik panti. Namun, sedetik kemudian mereka tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Nak. Justru kami terharu ada, maaf, non muslim mau mengundang kami. Dengan senang hati kami akan datang dan mendoakan kalian." Ibu itu menyetujui dan terharu karena baru pertama kalinya mereka di undang ke rumah beragama lain. Karena biasanya, yang lain tidak memperbolehkan hal itu. Ibu panti itu merasa ada secerca hidayah masuk ke relung hati mereka.
"Semoga dengan hadirnya kami ke dalam rumah kalian mampu mengetuk hati kalian dan merangkul agama kami, aamiin." Batin pemilik panti bersuara.
Azzura tersenyum, "Terima kasih sudah mau bersedia datang ke rumah. Kami tunggu kedatangannya."
"Insyaallah, Nak. Kami pasti datang."
****
"Sekarang kita tinggal mencari pemasok kue buat menyuguhi mereka. Kita cari kemana ya, sayang." Azzura dan Chiko turun dari mobil hendak masuk ke dalam rumah.
"Coba kita tanya ke warung yang ada di sebrang jalan, sayang." Chiko mengajak Azzura ke warung dan wanita yang sedang ia rangkul pinggangnya mengangguk saja.
"Permisi."
"Iya, mau beli apa?"
"Oh tidak, Bu. Kami hanya ingin bertanya, apa di sini ada yang jualan jajan kue? Soalnya kami mau pesan buat acara syukuran rumah baru," tanya Azzura karena Chiko sedang menerima telpon.
"Ada, namanya Ghina. Dia suka bikin jajanan kue dan ini salah satu contohnya." Ibu warung itu menunjukkan kue-kue buatan Ghina.
"Kalau boleh tahu rumahnya di mana, ya?" Azzura tertarik untuk memesan kue ke Ghina.
"Ada di sebelah sana. Hanya terhalang lima rumah dan cat rumahnya warna hijau." Azzura mengangguk mengerti. Ia pun tersenyum ramah.
"Makasih, ya. Bu. Oh iya, besok siang datang ya ke rumah. Kita silaturahmi saja."
"Eh, iya. Insyaallah."
Azzura dan Chiko pun pamitan mencari rumah Ghina. Ibu warung itu menatap Azzura, "sangat cantik sekali dan juga ramah, tapi sepertinya mereka non muslim," gumam ibu itu setelah melihat kalung yang di kenakan Azzura.
*****
Kediaman Azzam.
Azzam sedari tadi tidak tenang sebab istrinya tak kunjung pulang padahal waktu sudah sangat siang. Tidak biasanya Ghina belum pulang setelah mengantarkan kue ke warung. Biasanya, jam delapan pagi sudah kembali lagi ke rumah, tapi kali ini sudah Dzuhur Ghina tidak pulang.
"Ghina, kamu kemana? Azriel rewel tidak tenang." Azzam mengeluh dan ia mencoba menenangkan putranya yang terlihat rewel. Mungkin karena Azriel masih membutuhkan asi, jadi bayi itu mencari mamanya.
Orang yang di tunggu pun datang menenteng belanjaan. "Assalamualaikum, Mas."
"Waalaikumsalam. Kamu darimana saja, Ghina? Pergi tidak izin dulu membuatku khawatir. Azriel rewel, sepertinya mau Mimi dulu." Azzam lega istrinya sudah pulang dan bisa segera menyusui putranya.
Terlihat tangan mungil itu bergerak ingin menggapai Ghina.
"Aku habis bekerja, Mas. Bukan main-main. Lagi cari pekerjaan tambahan buat memenuhi kebutuhan kita. Emangnya kamu mau cari uang? Cacat gini mana bisa cari uang. Jadi jangan banyak tanya." Ghina berkata ketua dan terdengar marah sambil masuk menyimpan barang belanjaannya dulu.
Azzam pun masuk sambil memangku putranya dan mencoba menggerakkan kursi rodanya. Ia tidak mengambil hati pembicaraan istrinya yang semakin hari semakin tidak baik saja. "Aku hanya mengkhawatirkan mu, Ghina. Kasihan Azriel selalu merengek."
"Kan kamu bisa kasih dia susu formula dulu, jangan nungguin aku pulang. Untuk apa aku membeli susu kalau bukan untuk Azriel," seru Ghina menoleh kesal sambil mengambil bayi mungil di pangkuannya Azzam.
Tok ... tok ... tok ....
"Permisi," ucap seseorang membuat Azzam dan Ghina menoleh.
"Biar aku saja yang buka," ucap Ghina dan Azzam mengikutinya dari belakang.
Ceklek.
"Siapa, ya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments