Merubah Diri

"Berarti untuk mencari gadis yang masih ting ting itu susah ya, Dit?" mendengar pertanyaan yang terlontar dari Rafi, kening Dito sontak berkerut dan matanya menatap Rafi lekat lekat. Merasa pandangan Dito terasa aneh, Rafi pun ikut mengerutkan keningnya. "Kenapa? Ada yang salah dengan pertanyaanku?"

Dito langsung mengangkat kedua bahunya dan matanya kembali menatap layar ponsel. "Kalau kamu nyari yang masih ting ting ya susah, Raf. Selain mahal, biasanya juga banyak yang nipu gitu."

Meski keningnya masih berkerut, Rafi mengerti dengan apa yang dikatakan pria yang duduk disebelahnya. Rafi juga matanya ikutan fokus menatap layar ponsel, meneruskan pencarian yang dia inginkan.

"Apa kamu sama sekali belum pernah melakukan hubungan dengan wanita?" pertanyaan Dito kembali mengalihkan perhatian Rafi. Dengan malu malu, Rafi menggeleng pelan. Jawaban Rafi malah meledakan tawa Dito. "Hahahah ... mana mungkin?"

"Serius. Aku belum pernah melakukannya. Nggak berani," jawab Rafi jujur. "Tapi kalau pacaran sih pernah."

"Astaga! Hari gini masih ada cowok polos? Hahaha ... Aku aja udah nggak polos sejak umur enam belas, Raf. kamu tahu nggak? Justru aku dulu diajari sama pacarku loh."

"Hah! Berarti pacar kamu udah bolong?" Rafi terlohat cukup terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. bahkan dia seperti tidak percaya dengan perkataan Dito barusan.

"Ya gitu deh, Raf. Aku bahkan sampai seumur gini, belum pernah tuh, merasakan cewek yang masih ting ting. Susah, kebanyakan bekas orang semua."

Rafi sontak tersenyum kenyut. Mendengar pengakuan dari mulut Dito membuat benak Rafi bergumam sendiri. Betapa memprihatinkannya kehidupan masa kini. Semakin maju perkembangan jaman, justru penduduknya semakin bobrok. Bahkan hal yang paling sensitif sekalipun, banyak orng yang justru malah senang mengumbar aibnya sendiri.

"Sekarang tuh ya, Raf, anak sekolah menengah pertama juga, belum tentu masih tingting, Raf. Entah kenapa banyak wanita yang bodoh mau menyerahkan segalanya buat cowok yang belum tentu jadi jodohnya. contohnya banyak loh."

"Tapi nggak semua cewek kayak gitu kan, Dit? Pasti adalah yang msih menjaga mahkotanya?"

"Ya memang nggak semua, tapi untuk kehidupan di kota, hal itu nggak menjamin. Kamu lihat nih," Dito menunjukkan sebuah Video yang berisi gadis memakai baju seragam SMP sedang bersama pria yang terlihat lebih tua usianya. "Dia dulu teman sekolahnya adikku yang paling bontot. Dia mau nyerahain mahkotanya ke pria itu demi sebuah ponsel keluaran terbaru. Apa nggak gila?"

"Yang benar, Dit?" seru Rafi merasa tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dito langsujg mengangguk penuh keyakinan sampai membuat Rafi menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Berarti kalau nyari yang tingting disini sangat susah dong?"

"Ya tergantung rejeki juga sih. Lagian kamu saja dekil gitu, jangan kan yang masih ting ting, yang sudah longgar juga kayaknya nggak bakalan melirik kamu deh, Raf."

Rafi langsung mendengus sebal diledek seperti itu. sedangkan DIto malah terbahak melihat wajah kesal Rafi. "Mending kamu rapiin dulu deh penampilan kamu. Bikin aura tampan kamu tuh keluar. Seenggaknya kamu punya daya tarik untuk memikat cewek, Raf."

Rafi tidak bereaksi. Dia sadar, selama ini dia memang terlalu tidak peduli dengan penampilannya. Apalagi dia hidup di kampung dan pekerjaan sehari harinya adalah berjualan cilok keliling. Jadi wajar jika Rafi sama sekali tidak memperhatikan penampilannya. Selain miskin, mungkin penampilan Rafi juga menjadi faktor yang menyebabkan dia susah untuk menjalin asmara.

"Gini aja deh, gimana kalau kamu ikut aku pergi ke salon langganan aku?'

"Kapan?"

"Sekarang saja. Lagian kalau siang kamu nggak ada kerjaaan bukan? Orang orang kost juga lagi pada kerja."

"Iya sih."

"Ya usdah ayo kita ke salon. tempatnya deket dari sini, kok. Jalan kaki aja sampai. Ayok!"

Tidak ada pilihan lain lagi, Rafi langsung menyetujui ajakan Dito. mereka segera saja berangkat menuju salon yang memang jaraknya dekat banget. Cuma berjalan lurus ke arah kiri dari tempat kost tersebut. Setelah melewati sepuluh bangunan yang berjajar, sampailah Rafi di sebuah salon yang bisa menangani pria dan wanita.

Sesampainya di sana Rafi benar benar langsung di Make over oleh si pemlik salon. rambut dan wajah menjadi sasaran utama. Rafi hanya terdiam sembari memperhatikan setiap detail yang dilakukan oleh orang yang melayaninya. hingga bebarapa menit kemudian, Rafi merasa heran dan takjub dengan penampilannya sendiri. Dia tidak percaya kalau pria yang ada dipantulan cermin itu adalah gambaran dirinya saat ini.