Aziel telah berdiri di sisi pria tua itu, tetapi ia tetap diam. Ia memperhatikan bagaimana pria tua tersebut beberapa kali mencoba menyeberangi jalan. Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya kembali.
'Sayang sekali, Kano dan yang lainnya tidak ada di tempat. Kalau mereka ada, orang tua buta ini akan menjadi sasaran empuk.'
"Heh!"
Terdengar suara yang membuat ia tersentak. Tidak hanya Aziel, pria tua yang terus meraba jalanan turut tersentak. Aziel menoleh ke arah belakang dan si pemilik suara adaha seorang remaja perempuan berkerudung.
"Aziel, kamu itu niat nggak sih nolong bapak ini? Padahal, aku sempat kagum melihat kamu sampai menyeberang untuk membantu bapak ini menyeberang. Eh, orangnya cuma bengang bengong doang?"
Aziel tertegun mendengar namanya disebut oleh gadis belia ini. Sudah tentu artinya bahwa gadis remaja tersebut mengenal anak laki-laki bernama Aziel, jauh hari sebelum Arsen memasuki tubuhnya.
Gadis muslimah itu memegangi tongkat pria buta tadi. "Ayo sini, Pak. Biar saya saja yang membantu untuk menyeberang."
Ajakan gadis muda itu disambut anggukan oleh pria tua tadi. Raut wajah Aziel seketika mengerut dan rahangnya menegang. "Dia itu mangsa saya! Lepaskan sekarang juga!"
Gadis tadi melirik pada pemuda yang mengenakan seragam sekolah tersebut. "Kau gila ya? Macam singa ketemu antelop aja? Lagian tumben sekali bahasamu formal kayak gini?"
"Saya ... Saya ... Berasa isekai di dunia bapak-bapak!" ucap gadis itu mencibir.
Aziel pun berjalan menarik pria tua tadi. "Kau menyeberang denganku saja!" ucap Aziel dingin menggenggam pergelangan tangan pria tua tadi.
Dengan cepat ia menarik pria tua tersebut menyeberangi jalanan membuat pria buta tadi kelimpungan mengikuti langkahnya.
"Aaah, tunggu! Bapak takut jatuh ...." Pria itu berjalan mengikuti anak laki-laki bersuara masih parau. Dengan mudah ia mengetahui bahwa orang yang saat ini menolongnya adalah seorang remaja laki-laki yang masih labil.
Setelah sampai di seberang, Aziel melepas begitu saja tangan pria buta itu. Ia melirik ke arah gadis berkerudung yang menatap tajam padanya, bersidekap dada ketika melihat apa yang ia lakukan barusan.
"Ma-makasi ...." Pria buta itu terbata, dan terlihat masih cukup kalut dengan kenyataan bahwa ia baru saja dipaksa berjalan dengan keadaan tak menentu.
Aziel tidak menjawab ungkapan terima kasih itu. Ia masih melirik pada seseorang yang terus memantaunya. Karena, diperhatikan dengan tatapan tajam seperti itu, ia memilih untuk pergi menjauhi pria tua itu. Ia meringis karena perutnya sudah sangat lapar.
[ Ding Ding ]
[ Ada dana masuk ... Saldomu saat ini Rp50.000,-]
"Loh? Tadi katanya seratus ribu?" protesnya.
[ Karena kau sudah memiliki niat buruk pada pria tua tadi, maka danamu dipotong sebesar Rp50.000- ]
Aziel mengerang kesal, tetapi ia masih tidak memiliki banyak komentar atas apa yang baru saja ia dapatkan.
[ .... ]
[ Kau orang tak banyak bicara. Namun, seperti orang bilang, diam-diam menghanyutkan. ]
kruuucuuuk
Akhirnya, yang ia elakkan terdengar juga. Suara yang tak pernah terdengar dari arah perutnya, kini menyeruak dan terdengar oleh semua orang yang ia lewati dalam perjalanannya. Aziel mengernyitkan wajah memegangi perutnya yang sungguh luar biasa lapar.
"Sist, kau bilang aku punya uang lima puluh? Itu terkena biaya admin nggak?"
[ Admin? ]
"Kalau dana sisa lima puluh ribu, biasanya tidak bisa ditarik lagi. Bagaimana caranya aku mengambil uang tersebut?"
[ hahaha kau pikir danamu diambil lewat ATM? ]
[ Kau tak perlu repot! Cukup merogoh kantong kosongmu memikirkan jumlah dana yang ingin kau ambil, maka di sana akan menggenggam uang tersebut. ]
Aziel masih memasang wajah datarnya. Namun, ia merogoh kantong celananya yang bolong tadi langsung mempraktikkan apa yang diucap Sistem. Namun, ternyata zonk.
"Kau bercanda ya?"
[ Kau merogoh kantong bolong! ]
Aziel melirik kantong kemeja putih seragam yang sudah mulai coklat itu. Dan, benar ... di sana ia menemukan satu lembar uang bewarna biru telah terselip dalam keadaan terlipat.
[ Ding Ding ]
[ Sisa dana pada akun Bank Gaibmu sebesar nol rupiah. ]
Aziel mengeluarkan selembar uang itu. Kepalanya langsung liar melirik ke segala sisi. Ia melihat satu warung nasi di ujung jalan. Dengan langkah sedikit buru-buru, ia berjalan ke arah sana.
"Baaang ... boleh minta sedikit uang?" Tiba-tiba, muncul seorang anak kecil dengan wajah memelas.
Wajah Aziel mengernyit kesal. "Saya cuma punya uang segini! Seumur hidup, tidak pernah semiskin ini! Pergi sanah!" rutuk Aziel kesal.
[ Dana dipotong Rp50.000! ]
bluusss
Sekerika uang yang telah terjepit di jemarinya menghilang begitu saja. Aziel tersentak melirik ke arah kiri dan kanan.
[ Danamu sudah dikembalikan ke alam baka ]
Rahang Aziel bergetar. Gemeletuk di giginya diiringi suara nyanyian di dalam perutnya. Meringis sekaligus kesal, hanya itu yang bisa ia lakukan.
[ Apa kau belum paham juga? Apa kau kesulitan untuk memiliki akhlak soleh? ]
"Kenapa berdiri di sana? Masuk lah!" ucap pedagang yang terheran melihat siswa berseragam yang tadinya terlihat bersemangat ingin makan di warung ini.
Aziel mulai memutar otak. Matanya liar melirik sesuatu yang tak nyata dan ia menghela napas panjang. "Awas kau, Cah! Gara-gara kau, saya tidak punya uang!" Aziel menunjuk bocah tadi dengan mata tajam.
Akan tetapi, ia berputar dan masuk ke dalam warung. "Kakaak ... Apakah ada pekerjaan yang bisa saya lakukan? Kakak tidak perlu membayar saya dengan uang. Cukup memberikan saya makan seporsi saja, karena saya sangat lapar."
Pemilik warung itu memperhatikan wajah tanpan bermata sipit dengan pupil bewarna coklat ini. 'Ganteng juga.'
"Apa kamu yakin mau dibayar dengan sepiring nasi saja?"
"I-iya ... Saya sangat lapar, tetapi tidak punya uang sama sekali."
Wanita pedagang itu hening sejenak. Ia bergerak mengambilkan nasi dan lauk ke dalam wadah, setelah itu menyerahkannya pada remaja sekolah itu. "Sebenarnya kamu dari mana?"
Aziel menangkap piring itu dengan wajah datarnya. Ia segera melahap makanan itu.
"Cuci tangan dulu! Jangan lupa berdoa!" ucap wanita tadi.
Aziel mengangguk menuju tempat cucian tangan yang berada di dinding warung. Dengan buru-buru ia mengucapkan basmallah dan langsung melahap makanan tadi. Pemilik warung tadi menggelengkan kepala meninggalkan Aziel yang melahap makanannya.
Mata Aziel melirik pada bocah yang ada di luar warung yang terus memperhatikan dirinya. Hal ini membuat ia merasa tidak enak hati. Akhirnya ia memanggil bocah itu untuk mendekat.
"Saya suapin saja!" ucapnya.
Bocah itu mengangguk dan ia menyuapi anak tadi makan. Perasaannya terenyuh ketika menyuapi bocah itu. Arsen teringat pada masa ketika anaknya Aziel masih kecil yang tak pernah mendapat kasih sayang darinya. Bahkan, untuk sekedar menyuapi anaknya makan pun ia tak pernah. Tanpa sadar, air matanya terjatuh karena telah menyiakan waktunya bersama putra semata wayangnya dulu.
Ujung-ujungnya, semua makanan itu telah berpindah pada perut bocah itu. Wajahnya terlihat gembira, perutnya sudah terisi penuh.
"Terima kasih, Bang." Lalu ia pergi begitu saja meninggalkan Aziel yang telah dibanjiri air mata dalam tubuhnya yang kaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Eany Luphdieya
pengen ngakak tapi takut dosa🤣🤣 lumayan menghibur, bank gaib tau aja kalau saku bolong gk bisa diisi duit🤣🤣
2023-03-23
3
vir@ erick
Rekening gaibbb???🤔🤔🤔
2023-03-08
0
vir@ erick
Ngak ad kapok"ny iya.... Ngak mempan kalo sengat listrik doank... Ngak kira jera
2023-03-08
0