Kepala Spring hanya tertimpa oleh bola, tapi Winter tetap bersikukuh ingin memastikan kondisi Spring kepada dokter. Bagi Spring ini memang gila, karena hanya tertimpa bola saja tak akan membuat kepalanya cedera atau gegar otak. Karena kejadian tersebut pernah di alaminya, di tanggal, bulan, dan tahun yang sama. Sebelumnya Spring tak pernah memeriksa kepalanya ke dokter karena memang dirinya merasa baik-baik saja. Bahkan sampai di usianya menginjak dewasa, Spring masih bernafas dengan baik.
Tapi bagi Winter, kondisi Spring tampak tak terlihat baik-baik saja setelah kepalanya tertimpa oleh bola. Karena perilaku Spring yang tampak aneh, dan tak seperti Spring yang di kenal oleh Winter sebelumnya. Karena memang jelas saja Spring aneh, secara dia merupakan orang yang tiba-tiba saja di beri keberuntungan untuk kembali ke masa lalu. Dan Spring juga merasa bingung dengan dirinya yang kembali mengulang cerita di tahun 2012. Apa lagi dengan dirinya yang tak bisa menahan haru ketika melihat sosok orang yang selalu dirindukannya setiap hari.
Ya, walaupun Spring berusaha menolak untuk memeriksa kondisi kepalanya, tapi Winter tetap bersikukuh untuk memastikan kondisi sahabatnya tersebut.
Winter bahkan sampai harus meminta dokter untuk melakukan CT scan kepala, agar dapat dengan jelas melihat kondisi dari kepalanya Spring. Namun, saat selesai melakukan CT scan, hasil yang di tunjukan dokter lewat monitor, menunjukan bahwa kondisi kepalanya Spring baik-baik saja.
"Bagian kepalanya nona Spring baik-baik saja, dan sangat terlihat normal. Tak ada yang bermasalah dengan kepalanya," terang dokter sembari menujukan layar monitornya kepada Spring dan Winter.
"Benarkah? Apa mungkin hasil pemeriksaannya ada yang salah. Karena setelah Spring tertimpa oleh bola, dia sempat pingsan."
"Hasil dari CT scan tidak menunjuka adanya gegar otak ringan. Bahkan sebelumnya saya sempat bertanya kepada nona Spring, apa dirinya sempat mengalami mual dan pusing. Tapi nona Spring berkata tidak. Beliau pingsan, mungkin karena terlalu terkejut setelah tertimpa oleh bola."
Winter memang merasa lega setelah mendengar hasil pemeriksaannya, tapi ia masih keheranan dengan Spring yang sikapnya sangat aneh setelah ia sadar dari pingsannya.
Biarpun Winter masih merasa bingung dengan kondisinya Spring, tapi ia mensyukuri bahwa kondisi Spring tak seperti yang ia duga. Setelah dokter meresepkan beberapa obat, Spring dan Winter pun beranjak keluar dari ruangan.
"Bukankah biaya untuk pemeriksaanku cukup mahal. Apa kamu tak apa bila uangmu ku gunakan dalam cukup banyak," ucap Spring.
"Tak apa, karena uang bekalku sangat cukup di rekening. Orang tuaku pun tak akan peduli bila aku mengeluarkan banyak uang."
"Hm, tapi aku merasa tak baik-baik saja setelah membuatmu mengeluarkan banyak uang. Aku janji akan mengganti uangmu."
"Tidak perlu, biarpun kamu memaksa untuk mengembalikan uangku, aku tak akan mengambilnya."
"Tapi Winter....
"Sudah ku bilang tidak perlu. Dari pada kamu banyak bicara, lebih baik kita segera mengambil obatmu."
Namun, ketika Winter dan Spring tengah melangkahkan kakinya ke tempat pengambilan obat, tiba-tiba saja seorang dokter datang menyapa Winter.
"Hai Winter, sedang apa kamu di sini?"
"Hm, saya sedang menemani teman melakukan pemeriksaan," jawab Winter sembari tersenyum membalas sapaan dokter tersebut.
"Oh ya, apa kamu selalu rutin meminum obatnya?"
"Tentu saja saya selalu rutin meminumnya."
"Baguslah, tapi ingat meminum obat hanya akan mengurangi rasa sakitmu saja. Saya harap kamu mau mendengarkan saran saya sebelumnya."
Seketika Winter menelan salivanya, Winter nampak gugup dan gelisah sekali setelah dokter tersebut melontarkan ucapannya itu.
"Akan saya pikirkan, dok."
Spring pun nampak kebingungan dengan apa yang di bicarakan Winter dan seorang dokter yang menyapanya itu. Spring memang tahu, bila Winter sering datang untuk melakukan terapi dan memeriksa kondisinya. Tapi bukan ke rumah sakit biasa pada umumnya, melainkan Winter datang ke rumah sakit yang ada dokter psikiater dan psikolog.
"Winter, apa kamu sedang sakit?"
"Aku tidak sakit, aku baik-baik saja." Winter tersenyum lebar menatap Spring. "Lihatlah tubuhku ini, sangat terlihat sehat dan segar bugar.
"Lalu mengapa dokter barusan memintamu untuk rutin meminum obat dan memintamu untuk menuruti sarannya."
"Kamu tahu kan, bila aku sering melakukan pemeriksaan ke psikiater dan psikolog terkait dengan kondisi psikisku. Dan dia merupakan salah satu psikiater di salah satu klinik yang sering aku datangi. Dia menyarankan pengobatan alternatif lain untuk menyembuhkan insomniaku."
"Lalu, untuk apa dia berada di sini. Di rumah sakit ini tak menyediakan psikiater atau pun psikolog."
"Aku sempat mendegar, bila dia memiliki kekasih yang profesinya seorang dokter di rumah sakit ini. Mungkin dia sedang mengunjungi kekasihnya."
"Oh pantas saja, ku pikir kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku."
Winter tergelak. "Memangnya apa yang aku sembunyikan darimu, apa yang ada pada diriku kamu selalu tahu."
Tiba-tiba saja mata Spring tergenang, raut wajahnya pun berubah menjadi sendu.
"Ada satu hal yang kamu sembunyikan dariku. Oleh sebab itu tuhan memberikan kesempatan untukku menyelamatkanmu dari kematian," gumamnya di batin.
Spring lalu memegang kedua lengan Winter dengan raut wajahnya yang seperti akan menangis. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku. Bila kamu sakit, katakanlah. Bila kamu bersedih, kantakanlah. Aku tak ingin ada kebohongan di antara kita."
Winter tersenyum menatap Spring, namun entah mengapa senyumannya seakan terpaksa.
"Tak ada yang ku sembunyikan darimu." Winter melepas tangan Spring dari lengannya. Lalu beranjak dengan raut wajahnya yang juga nampak sendu seperti raut wajah Spring.
Spring tahu bila Winter menyembunyikan sesuatu darinya. Karena jelas sekali Winter memalingkan wajah sendunya dari Spring. Ia menyimpulkannya, bila di balik wajah sendunya Winter, ada suatu kalimat perpisahan untuk dirinya. Suatu kalimat perpisahan yang tak berani ia sampaikan hingga akhir hidupnya.
Spring lalu melangkah menghampiri Winter ke tempat pengambilan obat.
"Winter, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu."
"Menyampaikan apa?"
"Setelah lulus sekolah, aku ingin menjenjang pendidikan di universitas yang sama denganmu, aku ingin melihat wajahmu di usia dewasa, dan aku ingin terus melihatmu sampai tua nanti," ucap Spring sembari menitikan air matanya.
Winter tersenyum, lalu menyeka air mata di kedua pipi Spring. "Tentu saja kita akan pergi ke universitas yang sama. Jadi kamu tak perlu menangis seperti ini, sudah besar tapi cengeng seperti anak kecil."
Spring mengangkat jari kelingkingnya. "Kamu haru berjanji akan terus bertahan hidup sampai tua nanti."
Namun, di saat jari kelingking Winter terikat dengan jari kelingkingnya Spring, raut wajahnya nampak seperti ada keraguan untuk mengucapkan kata janji. Winter hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya, tanpa mengucapkan kalimat janji kepada Spring.
Biarpun Winter ragu dengan permintaannya Spring, tapi Spring akan terus berusaha untuk membuat Winter tetap bertahan hidup. Dan akan terus berusaha membuat Winter untuk mengurungkan niatnya mengakhiri hidup.
**
Sepulangnya dari rumah sakit, Winter mengantarkan Spring masuk ke dalam rumahnya. Bahkan ia sampai mengantarkan Spring masuk kamar dan memastikan sahabatnya itu langsung tidur.
"Tidurlah yang nyenyak," ucap Winter sembari menyelimuti Spring.
Spring menghela. "Aku tak terbiasa tidur siang. Kenapa kamu sangat memaksaku untuk tidur."
"Kamu harus banyak istirahat, supaya kepalamu bisa sembuh total."
"Kepalaku memang sedikit sakit, tapi aku masih baik-baik saja. Bahkan kata dokter pun, aku baik-baik saja."
"Tidur siang sangat sehat. Kamu jangan membantah perintahku, mengerti!"
Ibunya Spring sampai tergelak ketika melihat Winter yang sebegitu perhatiannya terhadap Spring.
"Sepertinya Winter lebih layak di jadikan menantu di bandingkan temannya Spring," lontar Tessa.
Seketika raut wajah Winter pun memerah setelah mendengar ucapan Tessa. "Aku tak pernah berniat untuk mendaftarkan diri menjadi menantu," ucapnya sembari menggaruk tengkuk.
"Benarkah? Tapi apa mungkin Winter dan Spring tak merasakan apapun. Kalian sudah tumbuh menjadi seorang remaja. Di usia kalian, laki-laki dan perempuan tak memungkinkan untuk berteman. Apa lagi kalian sudah sangat dekat sejak dulu, ibu yakin jika Spring dan Winter dapat merasakan sesuatu di hati."
Winter menelan salivanya. "Apa maksud ucapan bibi. Aku dan Spring tetap akan menjadi seorang sahabat," ucapnya bernada gugup. Winter lalu terburu-buru pamit kepada Tessa dengan raut wajahnya yang masih memerah. "Saya pamit pulang sekarang, tolong pastikan Spring untuk tidur siang."
Tessa menganggukan kepalanya sembari tergelak. "Baiklah, calon menantuku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
alterna.nas
semoga Winter mau lebih terbuka kepada Spring.
2023-03-09
1
CaramelLove
wah seru banget ya kalo kita bisa kembali ke masa lalu dan punya kesempatan buat merubahnya😄
semangat up-nya kak
2023-03-06
0
kai
gassss next chpter
2023-03-04
1