Ddrrrr... Ddrrrttt...
Adam yang tengah di sibuk memeriksa dokumen yang baru dibawah masuk oleh sekertaris nya, segera teralihkan saat ponsel di sakunya bergetar.
"Huhh.. " Adam mengerutkan keningnya saat melihat nama ibunya 'Davikah' di layar ponselnya
Clara yang masih berada di ruangan itu ikut menatap Adam bingung dengan ekspresi yang ditampilkan nya.
"Apa ada yang salah?" Tanyanya kemudian
Adam lalu memperlihatkan nama di layar ponselnya, membuat Clara seketika menunduk takut sesaat setelah ia melihat nama tersebut.
Adam yang tak punya pilihan lain, memilih mengangkat panggilan dari Ibunya.
"Iya Ma.. " Jawab Adam sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya
"Pulang sekarang" Perintah Davikah singkat dan tegas pada putranya
"Ta.. Tuuutt.. "
Belum sempat Adam menyanggahnya, Ibunya sudah terlebih dahulu memutus panggilannya tak berniat mendengar balasan Adam.
Clara yang tadinya menunduk takut kini menghampiri Adam "Apa yang Ibumu katakan? " Tanya Clara cemas
"Dia memintaku pulang" Jawab Adam menghela nafasnya berat
"Maaf.. Ini salahku, seharusnya aku tidak memintamu untuk membawaku ke perusahaan" Clara berucap dengan raut penuh penyesalan
"Tidak ini bukan salahmu. Sejak awal ini salah mereka karena terlalu bodoh mempercayai gadis itu" Ucap Adam mengungkit Naura
"Tapi tetap saja.. "
Adam menutup mulut Clara dengan jari telunjuknya "Aku akan meyakinkan mereka, jadi kamu tidak perlu khawatir dan menyalahkan dirimu. Sekarang biar aku mengantarmu pulang"
"Tidak perlu. Aku akan memesan taxi, Ibumu mungkin akan marah jika kamu terlalu lama" Tolak Clara
"Kamu yakin?"
"Iya. Aku yakin" Ucap Clara mengangguk meyakinkan
...
Setelah memastikan Clara pulang ke rumahnya, Adam langsung bergegas pulang ke rumah Ibunya.
Sejak menyetujui permintaan Clara untuk datang ke perusahaan, Adam sudah menduga jika hal ini akan terjadi, mengingat Ibunya adalah orang yang paling menentang hubungan keduanya dari sejak kuliah dulu.
Adam yang baru tiba di rumah langsung menuju ke ruang tamu dimana orang tuanya tak terkecuali Gibran juga hadir di sana.
Dengan raut wajah datarnya, Adam duduk di salah satu sofa mengabaikan tatapan tajam dan penuh amarah dari Ibunya.
"Apa ini?" Davikah melempar beberapa lembar foto kehadapan Adam
Adam menoleh dan meraih foto-foto itu. Foto yang memperlihatkan dirinya dan juga Clara selama beberapa hari ini termasuk saat berada di perusahaan tadi.
"Cckk.. " Adam melirik sinis ke arah Gibran yang diduga nya sebagai pelaku dari semua hal ini
"Tidak perlu menatapku, bahkan jika aku tidak melakukannya, akan ada orang lain yang melakukannya" Ucap Gibran cuek
"Jadi apa yang kalian inginkan? Tidak ada yang salah dengan membawa kekasihku ke kafe ataupun ke perusahaan seperti ini? "
"Jaga omongan kamu Adam" Tegur Davikah semakin emosi melihat sikap kurang ajar putranya
"Aku sudah cukup bersabar Ma.. Bukankah sudah kukatakan, aku hanya mencintai Clara tapi apa yang kalian lakukan? Kalian justru membuatnya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan ku, bukankah kalian yang sudah keterlaluan?" Pekik Adam tak kalah dari ibunya
"Daripada menyalahkan orang tuamu, bukankah seharusnya kamu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?"
"Ini bukan urusan kamu jadi sebaiknya tutup mulutmu.. " Sarkaz Adam semakin kesal dengan Gibran yang terus-menerus mencampuri urusannya
"Aku hanya memperingatimu, tapi siapa sangka jika otakmu benar-benar sudah dicuci oleh wanita m*rahan itu"
Bughh..
Gibran jatuh tersungkur ke sofa saat sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya, membuat sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan darah.
"Ssstt.. " Gibran meringis namun dengan senyum menyeringai menatap Adam yang begitu emosi hanya karena ia mencemooh Clara
"Br*ngsek.. " Umpat Adam menatap Gibran, emosinya benar-benar tersulut melihat Gibran yang begitu memandang rendah Clara
"Cukup.. " Sela Davikah menghentikan keduanya "Ini terakhir kalinya kamu membawa perempuan itu ke perusahaan. Jika sampai terulang kembali, kamu seharusnya tahu apa yang bisa mama lakukan" Ucap Davikah memperingati
"Seharusnya aku yang mengingatkan kalian untuk tidak melewati batas dan terus-menerus mencampuri urusanku" Balas Adam menatap tajam ke arah ibunya sebelum akhirnya berbalik pergi meninggalkan rumah itu
...***...
Setelah keluar dari rumah keluarganya, Adam memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Meski ia tidak ingin melihat Naura, ia tidak memiliki pilihan lain selain pulang ke rumah itu. Karena jika dia menemui Clara, entah apa lagi yang akan diperbuat Ibunya pada Clara.
Dan benar saja, sesaat setelah ia sampai di rumah. Naura sudah berada di ruang tamu menunggu kepulangannya sejak tadi dan hal inilah yang sangat dibenci oleh Adam.
Bahkan setelah semua perbuatannya selama ini, Naura tetap memasang wajah bahagia seolah ia benar-benar bahagia menjalani pernikahan yang sama sekali tidak dianggap oleh Adam. Wajahnya yang terus-menerus tersenyum dengan suara lemah lembut membuat Adam merasa muak karena kepalsuan itu.
"Kamu sudah pulang? Aku sudah menunggumu sejak tadi. Apa kamu lapar? Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu" Tutur Naura menghampiri Adam dengan semua pertanyaannya
Adam yang memang sejak tadi kesal, berhenti dan menatap Naura yang masih tersenyum menunggu jawaban darinya. Alisnya seketika berkerut dengan tangan yang kini naik mencengkeram dagu Naura.
"Apa kamu membujuk orang tuaku dengan ekspresi seperti ini? "
"A-apa maksud kamu? Ini sa-sakit.. Lepas A-dam" Pinta Naura meringis kesakitan
Adam menyeringai "Jangan fikir aku bisa dengan mudah terlena dengan sandiwara kotormu ini.. "
"A-ku tidak mengerti apa yang kamu katakan.. "
"Dasar munafik. Menjauh dariku sebelum aku benar-benar menyakitimu" Ucap Adam lalu melepas cengkraman nya dengan begitu kasar tanpa memperdulikan Naura yang meringis kesakitan
Adam tidak perduli sama sekali. Ia memilih pergi ke kamarnya, meninggalkan Naura yang masih berada di ruang tamu.
"Nona tidak apa-apa?" Tanya Bi Eka menghampiri Naura di ruang tamu yang sempat menyaksikan perlakuan Adam dari arah dapur
"Aku tidak apa-apa Bi.. " Jawab Naura tersenyum
"Bibi benar-benar tidak mengerti dengan Tuan.. Bagaimana bisa ia memperlakukan Nona Muda seperti ini.. "
Bi Eka memeluk tubuh Naura erat. Tubuh yang terasa begitu kurus dan rapuh yang seakan-akan bisa hancur kapan pun itu.
"Tidak apa-apa Bi. Aku yang sekarang sudah terbiasa, bagaimana pun aku tidak mungkin menyerah begitu saja dan membiarkan wanita itu memenuhi keinginannya" Ucap Naura menepuk pundak Bi Eka untuk tidak begitu khawatir terhadapnya
Bi Eka lalu melepas pelukannya, membiarkan Naura kembali ke kamarnya. Menatap punggungnya yang terlihat begitu kesepian karena kurangnya kasih sayang, membuat Bi Eka seakan-akan ingin menangis tiap kali ia membayangkan penderitaan dari majikannya itu.
"Wanita sebaik dan setulus dirinya, malah berakhir menderita di tangan pria arogan seperti tuan.. " Gumam Bi Eka menggelengkan kepalanya tidak habis fikir dengan takdir menyedihkan itu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Farida Wahyuni
banyak bgt laki2 bodoh dinovel2, mau2 aja dibutakan cinta. setelah itu nyadar kalau cinta yg lama itu cinta buta, baru nyesel.
2023-03-01
0