Satu tamparan keras Tirta berikan di pipi putra bungsunya itu. Ia sungguh marah saat melihat menantu kesayangannya yang terkulai di lantai dengan sudut bibir yang berdarah dan rambut serta pakaian yang acak-acakan.
Genald terkejut saat menerima tamparan keras mamanya. Seumur hidup, mamanya tak pernah memukul dia.
"Ayo, nak!" Tirta membantu Neva berdiri dan mendudukkan Neva di sofa. Ia langsung ke belakang dan mengambil handuk kecil serta air hangat untuk membersihkan sudut bibir Tirta yang berdarah.
Neva meringis ketika handuk basah itu menyentuh bibirnya yang terluka.
"Terima kasih ma." kata Neva lalu ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Kepalanya terasa pusing.
Tirta langsung menelepon dokter keluarga mereka. Ia kemudian menatap putranya yang tertunduk. Emosinya kembali tersulut melihat putranya itu.
Tadi, Tirta menerima telepon dari orang yang tak dikenal yang memberitahukan bahwa ada keributan di apartemen anaknya. Kebetulan posisi mobil Tirta pas di depan gedung apartemen ini. Ia pun segera masuk dan satpam yang sudah mengenalnya juga segera mengijinkan Tirta masuk. Ia beruntung datang disaat yang tepat.
"Kamu benar-benar ingin hidup susah? Apa jadinya kamu tanpa warisan ayahmu?" teriak Tirta sambil melempari Genald dengan handuk basah yang digunakannya untuk membersihkan wajah Neva.
"Maaf, ma. Genald nggak bermaksud kasar. Namun Neva dengan sengaja memprovokasi aku. Makanya aku jadi kalap. Namun ini yang pertama, kok."
Tirta tersenyum sinis. "Yang pertama? Mama nggak percaya sama kamu. Pasti kamu sudah sering melakukan ini pada Neva. Tunggu saja habis pemeriksaan dokter. Mama akan adukan ini ke papa."
"Ma....!" Genald langsung berlutut di kaki mamanya. "Maafkan Genald, ma. Semua ini salah Neva. Siapa suruh dia sudah tak perawan lagi saat menikah dengan aku?"
Tirta menyentil kepala anaknya. "Memangnya kamu masih perjaka saat menikah dengan Neva? Neva sudah menceritakan semua yang terjadi padanya sebelum kalian menikah. Mama tahu kalau Neva anak baik. Dia hanya terjebak pada hubungan yang tidak sehat karena dia tak punya pengalaman apapun dengan lelaki sebelumnya. Kalian kaum lelaki egois. Ingin dapat yang perawan sedangkan diri sendiri sudah nggak perjaka." Tirta nampak menggebu-gebu berbicara pada anaknya. Perempuan paru baya itu adalah ketua yayasan perlindungan perempuan dan anak. Dia tahu Perempuan yang memang 'gatel' atau yang terjebak dalam hubungan yang kurang sehat. Ia juga master psikologi, jadi tentu saja ia bisa melihat kejujuran Neva saat menceritakan itu.
Dokter Haris pun datang. Ia langsung memeriksa Neva di kamar tamu. Hati Tirta teriris saat melihat beberapa tanda lebam di tubuh Neva yang nampaknya sudah lama.
"Maafkan mama, nak." Tirta memeluk Neva setelah dokter Haris pergi. "Seharusnya mama tak mendorong kamu untuk menikah dengan Genald. Mama akan laporkan ini pada papa, setelah itu kalian bisa bercerai."
"Ma..., aku mohon! Jangan lakukan ini padaku. Aku janji akan berubah. Aku janji tak akan macam-macam lagi pada Neva. Tolong berikan aku kesempatan." mohon Genald sambil menangis. Melihat mamanya tak memberi respon apapun, Genald pun bersimpuh di kaki Neva. Kedua perempuan itu memang sedang duduk bersisian di tepi ranjang.
"Sayang, tolong berikan aku kesempatan. Aku janji akan berubah." Genald memeluk kaki Neva. Ia benar-benar ketakutan jika Neva akan meninggalkannya.
Neva diam. Ia tahu kalau nyonya Tirta sebenarnya sangat menyayangi Genald. Ia pun mengangguk setuju untuk memberikan kesempatan kepada Genald.
"Terima kasih sayang ....!" Genald memeluk Neva.
"Neva, kamu sungguh-sungguh mau memberi kesempatan pada Genald? Mama nggak masalah jika kamu ingin bercerai dengan dia." ujar Tirta.
"Iya, ma. Aku mau memberi kesempatan pada mas Genald."
Tirta menatap anaknya. "Ini peringatan pertama dan terakhir. Jika sekali lagi kamu melakukan kesalahan, mama sendiri yang akan langsung ke pengadilan agama dan mengurus perceraian kalian."
Genald mengangguk.
Di unit apartemen yang berhadapan dengan apartemen Neva, Eldar nampak kesal. Ia merasa Neva terlalu bodoh dengan memberikan Genald kesempatan. Rangga yang tadi menelepon untuk memberitahukan kekacauan itu. Eldar ingin sekali langsung ke apartemen Neva dan menghajar Genald. Namun Rangga menahannya dan mengingatkan dia kalau hal itu akan menyulitkan Neva.
**********
Hai, sudah tidur?
Eldar mengirim pesan pada Neva saat dilihatnya Neva masih duduk di ruang tamu sedangkan Genald sudah tertidur di kamar.
Belum. Kamu sendiri juga belum tidur? Inikan sudah tengah malam.
Genald tersenyum melihat balasan Neva.
Tiba-tiba ingat kamu. Sebenarnya ingin ke sana namun aku nggak mau menyulitkan mu karena suamimu ada di sana. Rindu ingin peluk kamu. Kok aku merasa kalau kamu sedang sedih ya?
Neva menangis membaca pesan Eldar. Sebenarnya ia memang butuh pelukan Eldar saat ini.
Eldar yang melihat Neva dari CCTV melihat perempuan yang sangat dicintainya itu menangis sambil memeluk foto ibunya. Eldar langsung meneleponnya.
"Eva, aku ke sana ya? Suamimu sudah tidur kan?" tanya Eldar saat Neva mengangkat teleponnya.
"Jangan, El. Aku nggak mau sampai mas Genald memergoki kita."
"Baiklah. Tapi kamu segera tidur ya? Nggak baik tidur larut malam."
"Baik, El. Bye...." Neva langsung mengahiri percakapan mereka. Ia membaringkan tubuhnya di atas sofa. Entahlah, sofa ini sudah menjadi tempat favoritnya untuk tidur.
**********
"Neva...., bangun. Memangnya kamu nggak kerja?"
Neva terbangun oleh sebuah tepukan kecil di pipinya. Ia membuka matanya dan terkejut melihat Genald yang sudah rapi dengan baju kerjanya.
"Kenapa tidur di sini?" tanya Genald lembut.
Setelah berhasil mengumpulkan kesadarannya, Neva perlahan bangun. Kepalanya masih sakit. "Aku hanya duduk-duduk di sini lalu ketiduran. Terima kasih sudah membangunkan aku. " Itu yang ia katakan lalu berdiri dan menuju ke lantai 2.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Neva menatap wajahnya ke cermin. Haruskah aku ke kantor dengan mata bengkak dan bibir yang sedikit bengkak juga?
Neva pun mencari ponselnya dan ternyata masih ada di ruang tamu. Ia bergegas turun ke bawa dan sempat melihat Genald yang mengatur meja makan. Neva menelepon bagian kepegawaian untuk meminta ijin. Ia juga mengirim pesan pada ibu Lorry.
"Kamu nggak masuk kerja, sayang?" tanya Genald sambil mendekat. Neva sedikit geli mendengar kata sayang diakhir kalimat Genald.
"Nggak. Aku mana bisa kerja dengan mata bengkak dan bibir yang sedikit bengkak juga?"
"Maafkan aku!" Genald langsung memeluk Neva.
Tubuh Neva membeku saat Genald memeluk dan mengusap kepalanya. Pelukan Genald tak seperti pelukan Eldar yang menyejukkan.
"Kalau begitu, ayo kita sarapan! Aku sudah membuatkan bubur ayam dan telur rebus." ajak Genald sambil menarik tangan Neva ke ruang makan.
Neva tahu kalau Genald sebenarnya pintar memasak. Neva yakin bubur ayam ini pasti enak. Ia memang merasa lapar karena semalam tak sempat makan.
Keduanya pun makan. Awalnya saling diam sampai akhirnya Genald bicara.
"Aku telepon kak Gerry untuk minta ijin ya?" ujar Genald.
"Kenapa?"
"Kamu kan sedang sakit. Dan semua karena aku."
"Jangan. Pergi saja ke kantor. Lagi pula seharian ini aku hanya ingin tidur supaya kondisiku cepat fit."
"Kamu nggak apa-apa aku biarkan sendiri?" tanya Genald membuat Neva ingin tertawa. Kenapa harus khawatir aku sendiri? Bukankah sudah biasa aku dibiarkan sendiri?
"Pergilah. Nanti kalau ada apa-apa, aku telepon kamu."
Genald tersenyum. Ia kemudian membereskan peralatan makan yang mereka gunakan. Walaupun Neva mengatakan bahwa ia yang akan mencucinya, namun Genald tetap mencucinya. Setelah itu ia pun menggunakan jas kerjanya. Ia menghampiri Neva yang duduk di ruang tamu.
"Nev, aku pergi ya? Jangan lupa diminum obatnya." kata Genald. Ia mengecup dahi Neva lalu segera meninggalkan apartemen mereka.
Neva menarik napas panjang. Ah mas Genald. Andai saja sikapmu ini engkau tunjukan pada saat kita menikah dulu. Aku pastikan akan jatuh cinta sama kamu, mas. Namun sekarang, hatiku terlalu sulit untuk menerimamu.
30 menit kemudian, bel pintu apartemen Neva berbunyi. Neva membukanya karena ia sudah tahu siapa yang datang.
Saat pintu kembali tertutup dan sang tamu sudah berada di dalam, saat pandangan keduanya bertemu, Neva bagaikan anak kecil yang ingin mengadu atas semua yang dialaminya. Air matanya jatuh dan pelukan itu kembali ia dapatkan.
"Eva sayang.....!" bisik Eldar yang sudah memeluk tubuh Neva yang semakin kurus ia rasakan.
"Eldar.....!" tangis Neva semakin pecah diperlukan lelaki itu.
**********
Selamat pagi ....
Terima kasih sudah membaca part ini. Semoga suka ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
sherly
suamimu tu cuman modus
2023-07-20
1
Uswatun
Berbah karna ancaman
2023-07-14
1
Rahmat Mat
paling gara "di ancam sipat Gerland perhatian keneva
2023-05-24
1