" Bu!."
" Ah iya?." Puspita tersentak saat asistennya memanggil. Ia terlalu fokus mengenang masa lalu yang harusnya dikubur dalam-dalam.
" Kita sudah sampai."
" Baiklah." Puspita menatap putrinya dengan penuh kekhawatiran. Ia takut Dinda akan tau siapa ayahnya yang sebenarnya. Bagaimanapun, ia tak ingin berhubungan dengan keluarga itu lagi.
" Apapun yang terjadi, kamu tetap putri ibu seorang."
Ia lekas menggendong Dinda yang masih pulas tertidur. Membawa putrinya kedalam rumah mewah berlantai dua. Rumah yang telah ia bangun dengan kerja kerasnya selama lima tahun.
Tentu, ia tak bekerja sendiri. Revan, pria yang telah difitnah juga oleh Tania telah membantunya selama 5 tahun terakhir. Dimana masa-masa tersulitnya datang.
Jika bukan karena pria itu, mungkin ia tak akan menjadi Puspita yang sekarang. Yang menjadi seorang designer yang dikenal dunia.
" Maafkan Bunda ya Sayang." Puspita membaringkan Dinda dengan hati-hati.
Gadis kecil itu menggeliat saat Puspita mengecup rambutnya. Wanita itu menyelimuti putrinya dengan hati-hati.
" Kamu hanya punya Bunda dan Uncle Revan, tidak ada yang lain." Gumamnya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah menggemaskan putrinya.
Tak dapat dipungkiri, garis wajah Mahesa terukir diwajah putrinya. Namun ia tak akan membiarkan Mahesa mengetahuinya. Sudah cukup Dinda dihina saat masih dalam kandungannya, dan bahkan tak diakui ayahnya sendiri.
" Saya akan kebutik lebih dulu. Jika Dinda bangun, Bibi bisa bawa dia kebutik." Ucapnya pada Bi Ani, wanita berusia 65 tahun yang telah menjaga Dinda sejak bayi.
" Baik Bu."
Puspita bergegas menuju butik, sebuah butik terkenal yang berada dipusat kota. Hanya salah satu dari beberapa cabang butiknya diluar negeri.
" Selamat siang Bu." Beberapa karyawan menyapa ramah, yang dibalas anggukan serta senyuman darinya.
Ia lantas masuk kedalam ruangannya, ketika seseorang mengetuk pintu.
" Masuk!."
" Siang Bu." Sapa Riska, salah satu karyawati paling setia padanya.
" Siang. Apa ada pesanan baru-baru ini?." Tanya Puspita sembari mulai membuka laptopnya.
" Ada pesanan baru yang ingin beberapa model dipadukan menjadi satu."
Riska memberikan catatan design seperti apa yang diinginkan pelanggan.
" Seragam keluarga?." Tanya Puspita setelah melihat ada beberapa catatan ukuran.
" Benar Bu. Yang memesannya adalah salah satu orang terkaya dikota ini, mereka cukup berpengaruh. Mereka ingin seragam keluarga dengan kualitas terbaik. Tak masalah berapapun yang harus mereka bayar."
" Mereka bahkan sudah mengirimkan uang mukanya." Lanjut Riska.
Puspita mengangguk tanda mengerti.
" Kapan hari-H nya?."
" Tanggal yang sama bulan April."
" 2 bulan lagi."
" Benar."
" Apa kau sudah mengukur mereka?."
" Pengukuran dilakukan dikediaman mereka baru 2 orang, tersisa 4 orang lagi, dan seorang gadis kecil seusia Non Dinda."
" Hem..." Puspita kembali mengangguk mengerti.
" Lalu kenapa mereka tidak diukur sekaligus?."
" Mereka sedang pergi saat saya datang."
" Lalu kapan pengukuran selanjutnya?."
" Besok."
" Baiklah, aku serahkan mereka padamu. Kamu boleh keluar."
" Tapi Bu..."
" Ada apa?."
" Mereka ingin Ibu datang secara langsung, karena ingin rancangan mereka pada pakaian mereka bisa direalisasikan dengan tepat."
" Baiklah, kepuasan pelanggan adalah yang utama. Kamu akan ikut bersamaku."
" Baik Bu, permisi."
Riska membungkuk hormat, lantas keluar dari ruangan bosnya.
Puspita mulai mengkombinasikan beberapa design. Bagaimanapun ini adalah pesanan yang besar. Ia harus bekerja sebaik mungkin.
Apalagi, waktu tujuh bulan adalah waktu yang singkat untuk membuat beberapa pakaian. Ia tak boleh mengecewakan pelanggan.
Sementara itu, Mahesa tak bisa melupakan pertemuannya dengan Puspita. Ia hampir tak mengenali wanita yang pernah menjadi istrinya selama sebulan itu. Puspita benar-benar berubah.
" Udahlah Mas, jangan mikirin dia lagi. Buat apa sih mikirin pengkhianat itu?." Gerutu Tania kesal. Pasalnya Mahesa terus mengabaikan dirinya dan Salsa sejak kembali dari taman.
Mahesa tak mengindahkan ucapan Tania. Ia justru terbayang wajah gadis kecil yang bersama Puspita.
" Dinda." Gumamnya teringat saat Puspita memberikan anak itu pada pengasuhnya.
Ia baru menyadari, jika Puspita mampu membayar seorang pengasuh, artinya wanita itu telah hidup dalam kecukupan. Terlebih, penampilam mantan istrinya itupun sangat berbeda. Meski tanpa meninggalkan kesan sederhana yang selalu menjadi ciri khasnya.
" Apa dia sudah hidup bahagia bersama Revan?." Gumamnya dengan rasa yang ia sendiri tak mengerti. Harusnya itu sudah menjelaskan jika Puspita benar-benar berselingkuh darinya, tapi sisi lain hatinya menolak mempercayainya.
" Papa!." Salsa langsung duduk dipangkuan sang ayah dengan manja. Membuat Mahesa seketika melupakan apa yang berada dalam pikirannya.
" Iya sayang?."
" Kapan Papa nikahin Mama?".
Terkejut? Itu pasti. Bagaimana gadis kecil berusia tiga setengah tahun itu bisa menanyakan hal semacam ini?.
" Mama sedih karena Papa gak nikahin Mama." Lanjut Salsa menatap ayahnya penuh harap. Sementara yang ditatap justru menatap tajam Tania yang justru masuk kekamar.
Bukan tanpa alasan gadis itu bisa menanyakannya. Tania, wanita itu terus meminta putrinya agar mendesak Mahesa menikahinya.
Ia sungguh sudah tak tahan, hidup seatap selama 5 tahun tanpa ikatan pernikahan. Kalau tidak ada Salsa, ia jelas tak akan bisa mengikat pria itu bersamanya.
" Bi!." Teriak Mahesa memanggil pengasuh putrinya.
" Iya tuan?."
" Bawa Salsa kekamarnya."
" Baik tuan." Bi Salma lantas membawa Salsa kedalam kamar.
" Wanita itu!!!." Mahesa tak habis pikir, bisa-bisanya Tania meracuni pikiran Salsa dengan hal yang tak seharusnya.
Tanpa pikir panjang ia segera menuju kamar wanita itu.
Brakk!!!
Pintu terbanting keras saat Mahesa membukanya. Membuat sang empunya kamar tersentak.
" Apa yang kamu katakan pada putriku!." Teriaknya menggema keseluruh ruangan, membuat Tania merasa sangat ketakutan. Terakhir kali, ia melihat Mahesa semarah ini 5 tahun lalu.
" Gak ada." Tania memalingkan pandangan.
Mahesa semakin geram, mencengkram wajah wanita itu dengan erat.
" Auwh!!! Sakit Mas..." Ringis wanita berusia 27 tahun itu.
" Jangan racuni pikiran putriku lagi." Pelan, namun penuh penegasan. Mahesa kemudian menghempaskan cengkramannya begitu saja.
" Dia juga putriku, Mas. Apa salahnya aku mengatakan keinginanku pada putriku sendiri!." Tak terima, Tania meninggikan suaranya.
" Salahnya, adalah kamu mengatakan hal yang tak akan pernah terjadi." Mahesa berusaha menahan amarahnya. Bagaimanapun wanita didepannya adalah ibu dari putri kecilnya.
" Tega kamu ya Mas! Aku ini ibu dari Salsa, putri kamu. Udah seharusnya kamu tanggung jawab nikahin aku Mas!."
" Tanggung jawab?." Mahesa mengangguk-angguk.
" Dimana kamu tinggal? Dari siapa kamu makan? Dan berasal dari siapa pakaianmu?." Tanyanya mengintimidasi.
Tentu saja, Tania terdiam mendengarnya. Karena ia telah hidup dengan uang Mahesa selama 5 tahun.
" Itu gak cukup Mas! Yang aku butuh itu status. Status!." Teriaknya tak mau kalah.
" Status? Bahkan meski aku menikahimu, aku tak akan bisa menjadi wali saat Salsa menikah nanti." Pelan dan datar, namun jelas penuh penegasan.
Ia sangat menyesali, bagaimana bisa dirinya menghamili wanita itu. Wanita yang pernah menjadi sahabat dari wanita yang begitu ia cintai, mantan istrinya.
" Itu urusan nanti Mas. Aku ini ibu dari putrimu, tapi aku bukan istrimu. Bukankah itu sangat memalukan?." Tania sungguh tak ingin terus berada dalam hubungan tak jelas ini. Ia ingin menjadi Nyonya Adinata.
" Memalukan? Lalu kenapa kamu tak pikirkan itu saat membawaku yang sedang mabuk kedalam kamar hotel?." Tenang, Mahesa bertanya. Namun jelas tak dapat mengurangi situasi tegang antara mereka.
" Aku menolongmu Mas, lalu kenapa kau yang menyalahkanku atas kesalahanmu sendiri?."
" Banyak pelayan pria dibar itu, lalu kenapa kamu tak meminta mereka yang mengantarku?."
" A-aku..." Tania kehilangan kata, ia tak tahu harus menjawab apa.
" Sudahlah. Aku peringatkan sekali lagi, jika kamu masih mencoba meracuni pikiran Salsa, maka aku tak akan segan meski kamu adalah ibu dari putriku." Mahesa menunjuk Tania tepat didepan wajahnya, lantas pergi begitu saja.
" Sial! Ini semua gara-gara wanita itu. Kenapa dia harus kembali!!!." Teriak Tania frustasi.
" Aku harus bisa menyingkirkan Puspita, lagi. Dulu, itu adalah hal yang mudah, dan sekarangpun begitu. Wanita itu tak akan bisa mengambil Mahesa dariku. Sepertinya aku harus meminta Mama untuk membujuk Mahesa menikahiku."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments