Menikahi Dosen Dingin

Menikahi Dosen Dingin

Awal dan Akhir

Selamat datang di novel perdanaku, maaf kalau masih banyak typo dan masih berantakan.

🖤🖤🖤

Senja telah berganti malam, dan bintang pun mulai menampakkan wujudnya. Rembulan pun tak mau kalah, menyembul di balik awan yang menutupi.

Membuat sepasang kaki berlari sekuatnya agar segera tiba di depan pintu rumahnya, masuk perlahan dengan mengendap-endap seperti maling, takut ada yang melihat kepulangan nya.

"Zea ...!" suara berat dan tegas Adam akhirnya terdengar jelas, membuat jantung Zea berdetak lebih cepat.

"Habislah aku, ketauan Papa." batin Zea.

Tapi kaki Zea tetap melangkah seperti enggan berhenti, seolah tak mendengar sang Papa.

"Zeamika!!!!" Adam mulai teriak

"Iya, Papaku sayaaaang ..." Zea membalikkan badan dan menatap Adam dengan senyum yang mengembang.

"Udah berapa kali Papa menyuruhmu berhenti dari les berenang?"

"Udah banyak kayaknya, Pa?" Zea berusaha tetap nyengir biar kelihatan manis.

"Kamu mau jadi apa, haa?" Adam mulai melembut.

Zea terdiam, tanpa dijawab pun seharusnya sang Papa tahu kalau dia ingin jadi atlet renang. Agar bisa berenang bebas seperti tokoh kartun kesukaannya ... Ariel.

"Kok diam?" Adam mulai melangkahkan kaki ke arah Zea.

"Hmm ... anu, Pa, aku mau jadi anak Papa yang manis dan baik." sahut Zea.

"Wah, benarkah?" Adam mulai tersenyum penuh arti.

"Waduh! Perasaanku nggak enak ini." ucap Zea dalam hati.

"Kalau begitu, kuliah dan jadilah pengacara yang handal. Papa harap kamu nurut kali ini." Adam berlalu begitu saja setelah mengatakan kata-kata yang terdengar horor di telinga Zea.

"Mati aku! Aku terjebak dengan jawabanku sendiri." Zea mengembuskan nafas mendengar ucapan Adam yang udah ratusan kali dia dengar itu.

Zea melangkah lemah menuju kamarnya. Selalu seperti ini, kenapa tak ada seorangpun yang bisa mengerti keinginannya. Dia sungguh tak ingin menjadi seperti yang Papa dan Mamanya minta, dia ingin bebas menentukan cita-citanya.

***

Di dalam kamar, Zea hanya berbaring di atas ranjang, memandangi langit-langit kamar, sejenak diturunkannya pandangan ke dinding, menatap poster princess Ariel yang menjadi motivasinya untuk ikut les berenang.

"Aku ingin jadi atlet renang handal, bukan jadi pengacara." Zea mengoceh sendiri.

Selama setahun ini, Zea sibuk ikut les berenang, sementara teman-temannya meneruskan kuliah. Tapi sungguh, dia tak ingin melanjutkan pendidikannya.

"Zea ...!!! Tolong ...!!!" teriakan Sandra mengagetkan Zea.

Zea sontak melompat dari tempat tidur dan berlari menuju arah suara Sandra, suara itu dari dalam kamar Papa dan Mamanya.

"Papa ...!!!" teriak Zea. "Papa kenapa?" Zea panik melihat Adam terduduk di sisi ranjang sambil memegangi dadanya.

"Dada Papa sakit." suara Adam tercekat dengan nafas tersengal-sengal.

"Ma ... Papa kenapa? Mama kan dokter, Mama pasti tahu kan?" air mata Zea mulai jatuh membasahi pipi mulusnya.

"Sepertinya jantung Papa sakit, Ze. Tapi Mama sudah memberikan obat." Jawab Sandra. "Sekarang bantu Mama angkat Papa ke atas ranjang." pinta Sandra.

Zea membantu Sandra mengangkat Adam ke atas ranjang dan menggenggam erat tangan Adam, air matanya terus menetes.

"Ze .... Papa sudah nggak sesehat dulu, mungkin saja umur Papa sudah nggak lama lagi." Adam berbicara dengan terbata-bata, membuat Zea semakin takut.

Zea hanya menggelengkan kepala. "Papa jangan ngomong gitu!"

"Ze, tolong kabulkan permintaan Papa, Nak."

"Apa? Papa mau apa? Aku pasti kasih!"

"Ze ..." Adam menjeda ucapannya dan meringis kesakitan.

"Berhenti dari les berenang itu! Tinggallah di rumah Om Roni, kuliah dan jadi lah pengacara yang hebat. Papa ingin kamu sukses dan berhasil. Anak Om Roni seorang dosen, dia pasti bisa membimbing mu." Adam mulai mengucapkan kan kata-kata yang membuat Zea benar-benar frustasi.

Sejenak Zea tertunduk memikirkan permintaan Papanya, dia sadar, tak ada jawaban lain selain kata iya. Mungkin cuma itu yang bisa membuat Papanya bahagia.

"Ze, kamu mau kan, Nak?"

"Iya, Pa ... aku mau." jawab Zea pasrah.

"Terima kasih, Nak." balas Adam dengan suara yang lemah.

Zea mengangguk. "Iya, Pa."

"Sudahlah, Pa. Sebaiknya Papa istirahat. Jangan banyak bicara dulu." sela Sandra.

Adam pun memejamkan matanya dengan dada yang masih kembang kempis.

"Kalau begitu aku keluar dulu, Papa istirahat ya." ucap Zea. Tapi Adam tak menggubrisnya.

Zea pun berlalu pergi dari kamar Mama dan Papanya dengan perasaan yang berkecamuk, dia masuk ke kamarnya dan kembali merebahkan badan di atas ranjang.

Zea memejamkan mata dan mencoba menata hatinya yang tiba-tiba dilanda rasa kecewa.

Apa begitu buruk hobi dan cita-citanya itu?

Sehingga Tuhan harus menghadapkannya pada situasi ini?

Bagaimana bisa dia melupakan hobi dan impiannya yang sudah dari kecil dia cintai, apalagi dia sama sekali tidak menginginkan menjadi pengacara, dan apa itu tadi?

Tinggal bersama orang lain dengan anaknya yang super dingin dan menyebalkan.

Masih membayangkannya saja sudah membuat Zea frustasi sendiri.

Tapi Zea tetaplah seorang anak yang harus berbakti kepada orang tuanya, mungkin ini salah satu cara untuk memulai baktinya.

Walaupun harus mengorbankan apa yang dia sukai dan impikan. Zea tau setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Setidaknya itulah yang bisa meng-sugesti otaknya agar dia menerima semua ini dengan lapang dada.

***

Terpopuler

Comments

Griselda Nirbita

Griselda Nirbita

awal yang menarik

2024-09-09

0

dita18

dita18

baru mampir thoorrr

2023-09-21

1

Manoy Cagar

Manoy Cagar

nyimak

2023-04-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!