Panji membantu Queen untuk mencari senjata agar bisa untuk melindungi diri. Banyaknya musuh yang mengincar Queen membuatnya tidak tega harus menghadapi para musuh itu dengan tangan kosong.
Panji menghubungi rekan nya untuk memberikannya senjata yang bagus, bagaimanapun caranya mereka harus menolongnya.
Drttt.....
Drttt.....
Panggilan terhubung. Orang yang di sebarang telepon yang melihat nomor tidak asing baginya menghubungi langsung mengangkat panggilan tersebut. Sudah lama dirinya tidak berbicara dengan teman seperjuangannya yang kini telah pensiun karena umur yang telah tua.
"Hei pak tua, ternyata kau masih ingat dengan ku!" ucap rekan Panji.
"Tentu saja, bagaimana bisa Aku melupakanmu," jawab Panji dan mereka mengobrol lama, saling menanyakan kabar satu sama lain.
Cukup lama mengobrol tentang masa lalu, Panji bertanya tentang niatnya menghubungi rekannya ini. "Apa kau masih di markas?"
"Tidak! Aku sudah lama pensiun. Setelah kau pensiun, Aku pun tak lama juga pensiun. Umurku sudah tidak memungkinkan lagi untuk memegang senjata dan bertarung," jawabnya membuat Panji mengangguk mengerti. "Memang ada apa, Katakan? Apa kau butuh sesuatu?"
"Ya, Aku butuh sesuatu." jawabnya tanpa ragu.
"Apa itu? Jika Aku bisa membantu, Aku akan membantumu."
"Aku memerlukan senjata,"
"Senjata?" Pria itu terkejut saat Panji menginginkan sebuah senjata. Bukankah Panji sudah pensiun? Lalu buat apa senjata itu? "Apa kau punya masalah?" Tanya nya apakah Panji dalam masalah besar sehingga memerlukan sebuah senjata.
"Tidak. Hanya saja aku ingin membantu seseorang yang sudah kuanggap Cucu. Dia dalam masalah. Banyak orang yang menginginkan kematiannya, hanya saja dia tidak memiliki senjata saat ini. Jadi Aku berencana membantunya mencari senjata untuknya berjaga diri," Panji menjelaskan nya membuat rekannya itu mengerti. "Apa kau bisa membantuku?" sambungnya lagi membuat temannya diam, bingung dengan permintaan Panji.
Teman Panji bisa saja menjawab iya. Tapi tidak semudah itu mendapatkan senjata dari markas dimana mereka pernah bekerja. Markas itu sangat ketat, apalagi semua persenjataan dipegang langsung oleh tangan kanan ketuanya, membuatnya bimbang apakah bisa membantu mendapatkan nya atau tidak.
"Aku tidak bisa menjanjikan. Kau tahu sendiri bagaimana penjagaan di markas. Jika aku meminta salah satu dari mereka untuk menyelundupkan beberapa senjata dan 'Dia' tahu semuanya, nyawa kita lah yang akan menjadi taruhan," jawabnya menjelaskan jika orang kepercayaan mantan bos mereka mengetahui, mereka berdua pasti akan dalam masalah besar.
Panji diam, membenarkan ucapan rekannya itu. Memang benar, jika sampai tangan kanan bos nya itu mengetahui maka dirinya akan mendapatkan masalah yang mungkin saja nyawanya akan terancam.
Panji menghela nafas dengan berat. Ingin membantu membelikan persenjataan untuk Queen, namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
"Lalu apa yang harus ku lakukan? Aku tidak ingin mereka dalam masalah, apalagi cucu ku itu memiliki dua anak kembar. Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan mereka," ucapnya dengan lirih, mengingat Davin dan juga Devan.
Dirinya yang sendiri tanpa anak dan istri membuatnya menganggap mereka bertiga adalah cucunya. Lama mengabdi di dunia kelam membuatnya lupa akan mencari keluarga untuk menemaninya di masa tua. Dan saat melihat orang terdekatnya dalam masalah Panji tidak bisa mengabaikan begitu saja. Apapun akan dia lakukan agar Queen, Devan dan Davin tidak mengalami hal yang tidak diinginkan.
Merasa kasihan terhadap teman seperjuangannya, pria itu akan mencoba membantu Panji sebisa mungkin mendapatkan beberapa senjata dari Markas. "Baiklah, akan ku usahakan. Semoga saja ada yang bersedia membantu," jelasnya dan membuat Panji lega.
"Aku tunggu kabar baiknya,"
Panggilan pun berakhir, dan Panji akan menunggu kabar baik itu.
----------------
Di Negara lain saat ini Tio sedang menyerahkan data informasi tentang wanita yang dicari Tuannya. Data itu di dapat dari anak buahnya yang menyelidiki di Hotel New Shapire. Dan kini data informasi itu ada di tangan Gavin.
Gavin mengambilnya, dan membaca. Saat selesai membaca semuanya Gavin menghela nafas. Ternyata semuanya terlambat, dirinya tidak lagi bisa menemui wanita masa lalunya.
"Apa informasi ini benar?" tanya Gavin yang tidak percaya bahwa wanita masa lalunya telah meninggal.
"Benar Tuan. Informasi itu langsung didapatkan dari Kota dimana wanita itu tinggal."
Gavin diam sambil berpangku tangan sambil menatap kertas tersebut, kemudian berkata. "Jangan sampai ada yang mengetahui tentang hal ini. Setelah ini Aku akan belajar melupakan masa lalu, ku berharap wanita itu tidak lagi mendatangi ku dalam mimpi,"
Tio mengangguk, mendukung Tuannya. Tidak ingin Tuannya larut dengan masa lalu yang tidak jelas.
Laura yang kebetulan ingin menemui Gavin untuk mengajaknya makan siang mendengar hal tersebut tersenyum menyeringai. Akhirnya Gavin benar-benar akan menjadi miliknya.
Cklek....
Gavin dan Tio yang mendengar pintu dibuka langsung menoleh, melihat siapa yang datang.
"Laura," gumam Gavin tersebut. Berpikir apakah Laura mendengar semua yang mereka berdua bicarakan.
Gavin menatap Tio, seolah bertanya, apakah Laura mendengar semuanya? Sedangkan Tio yang ditanya hanya diam, dan itu membuat Gavin kesal.
"Sayang," serunya dan menghampiri. Tio yang melihat kedatangan Laura langsung undur diri, tidak ingin mengganggu pasangan tersebut.
"Tuan, Nona, Saya permisi dulu," pamitnya dan langsung pergi membuat Gavin mengumpat kesal. Dia yang tidak ingin bersama atau bertemu Laura membuat moodnya benar-benar buruk.
Setelah Tio pergi, Laura bergelayut manja. Gavin yang merasa risih menepis tangan yang menyentuh tubuhnya. Namun bukan Laura namanya jika dirinya menyerah. Laura terus memaksa dan membuat Gavin benar-benar kesal.
"Laura...!" bentak Gavin.
Laura yang di bentak diam. Sedangkan Gavin langsung melangkah menjauh. "Ada apa kau kemari?"
"Memang nya tidak boleh calon istrimu ini datang?"
"Aku sedang sibuk, Ra!"
"Aku tahu, kamu memang tiap hari sibuk. Tapi Aku tidak peduli. Aku ingin mengajakmu makan siang," Gavin tidak menjawab dan duduk di kursi membuka berkas-berkas tanpa memperdulikan apa yang dikatakan Laura.
Laura yang diabaikan menjadi kesal. Namun sebisa mungkin ia tutupi dengan senyum merekah. Ia mendekat dan duduk di samping Gavin, memeluk lengannya dengan manja.
Gavin yang melihat menghela nafas dengan berat, Laura benar-benar menyebalkan. "Tidak bisakah kau membuat ku tenang sedikit saja,"
"Tidak bisa," jawab Laura menampilkan senyum manisnya.
Karena jengah dengan tingkah Laura yang terus-menerus memaksa, Gavin pun akhirnya menyetujui ajakan itu berharap agar Laura secepatnya pergi dan tidak mengganggunya lagi hari ini.
"Kau hanya milikku, milikku. Tak akan ku biarkan kau memikirkan wanita lain. Jika Pun kau masih memikirkan wanita lain, Aku akan membuatmu melupakannya dan membuat wanita itu menyesal karena berani membuat milik ku memikirkannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Ilan Irliana
Gavin itu trnyta g cocok m Queen y....
2023-10-26
5
Puspa Andriati
Ternyata ceritanya lebih menyedihkan dari momy chloe ya thor syantik.....🤦♀️🤦♀️
2023-05-13
0
Yuni Verro
knp.ceritanya lemot begini
2023-04-29
0