Menjelang malam, tepatnya sebelum isya Defta datang berkunjung ke rumah Hana, ia hanya ingin minta maaf atas kejadian sore saat ia dan ayah nya datang. Tapi entah mengapa detak jantung nya tidak dapat diajak kompromi. Bergemuruh tidak menentu, tapi walau begitu ia merasa harus bertemu dengan Hana, sebab kalau tidak maka akan menjadi unek-unek dalam hati nya.
"Assalamualaikum."
terdengar suara perempuan menjawab dari dalam. Deg!, "apakah itu suara Hana?" batinnya. Pintu pun terbuka, tersembul wajah cantik dari balik pintu, mempersilahkan tamunya untuk masuk.
"Mau bertemu siapa, Mas?"
"Mau bertemu dek Hana dan ngobrol sebentar apakah adek bisa?" jawab Defta, terasa dingin tangannya, entah grogi atau gimana.
"Ooo, bisa Mas, silahkan duduk! " dan Defta pun duduk sedang Hana duduk bersebrangan dengannya.
"Ada apa ya, Mas?" seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Anu ... aku mau minta maaf atas kata -kata ayahku kemaren, karena kami , kamu tidak jadi berangkat."
"Anggap saja tidak terjadi apa-apa, aku sudah memaafkan mas dan ayah Mas sebelumnya."
"Jadi, kapan Adek berangkat?"
"mungkin besok pagi, kalau tidak ada halangan."
Hening, keduanya saling membisu, Hana merasa salah tingkah sedang Defta semakin merasa kalau jantung nya kian berdetak kencang, tapi tiada waktu lagi bisa ngomong berdua dengan Hana, atau bahkan ini adalah pertama dan terakhir untuk nya.
"Han, apakah aku boleh bertanya?"
"Bertanya apa Mas, katakan saja!"
"A_apakah Dek Hana sudah punya pacar?"
"Aku hanya berharap, dek Hana mempertimbangkan, aku cuma ...."
"Apa Mas, maksudnya gimana?"
"Aku cuma mau bilang kalau aku sangat mencintaimu dek, tanpa ada paksaan atau tuntutan bahwa kita harus menikah, aku nggak mau kamu salah faham, masalah menikah itu adalah keinginan Bapakku!"
"Mas, aku ...."
"Dek, jangan kamu berubah karena mengetahui aku mencintaimu, cintaku padamu murni, kalau berbalas ya aku akan sangat bersyukur, tapi kalau Dek Hana tidak punya perasaan padaku, ya nggak apa-apa kok."
"Aku akan mencoba untuk mengerti."
"Maaf kan aku Mas!"
"Kalau tidak bisa menerima ku sebagai kekasih, maukah kau menjadikanku saudara atau sahabat mu?"
Hana terharu mendengar penuturan Defta, matanya berkaca-kaca.
"Jangan segan atau sungkan kalau kau butuh bantuan ku, aku akan berusaha ada untukmu."
"Iya, Mas."
"Besok pagi aku pun akan ke kota, aku ada urusan di sana, apakah kita bisa berangkat bersama?, maksudnya biar ku tunggu di stasiun dan mencari kan tiket, agar kau tak terlalu tergesa-gesa dari rumah."
"Tapi Mas ...."
"Sudah kubilang jangan sungkan, atau kau malu berteman dengan ku?" bujuk Defta sudah mulai mengalir kata-kata nya.
"Atau aku harus memaksa?"
"Ya, baiklah!"
"Nah gitu dong!, kan seru, kita bisa sambil tersenyum di mobil nantinya."
"Kok gitu, mas curang!"
"Kau harus dicurangi baru mau, he_he."
"Jam berapa berangkat nya, Mas?"
"Jam delapan kira-kira."
"Oke, baiklah!"
"Sekarang aku pulang dulu, sampai bertemu besok!"
Sepeninggal Defta, Hana menemui kedua orangtuanya di ruang tengah, sedang Reiga Wahyudi adik Hana asyik belajar di kamar nya.
"Nampak nya ada yang akur Bu!" goda pak Herman pada putri kesayangannya." Bu Fatma cuma tersenyum.
"Ayah ada-ada saja, memang siapa yang bertengkar?"
"Apa kamu tidak suka sama nak Defta, Han?" tanya ayah nya lagi. Sementara ibu nya menatap pak Herman sambil menggeleng, seakan memberi isyarat untuk tidak menanyakan hal itu, namun tampaknya pak Herman tidak mau peduli.
"Han, sudah setahun lebih kan gak ada kabar dari Andri, apa gak sebaiknya kamu mencoba melupakan nya?"
Hana hanya menunduk, tidak terima dengan perkataan ayahnya karena ia sama sekali tidak ingin melupakan Andri , orang yang sangat di cintai nya.
"Han, nak Defta anak yang baik, sudah bekerja serta sangat dewasa sikapnya."
"Apakah maksud Ayah aku tak diizinkan untuk kuliah, dan Ayah setuju untuk menikahkan kami?" jawab Hana sambil menatap Ayahnya.
"Bukan nak, bukan begitu maksud Ayah, dia pasti mengerti kalau kau mau kuliah dulu, dia anak yang bijaksana, nggak seperti kedua orang tuanya." Sanggah pak Herman.
"Sudahlah Yah, jangan di terus kan!" tukas Ibunya.
"Oh ya, tapi ngomong-ngomong tadi, kayak nya kamu mau berangkat bareng, ya?" tanya Ibunya.
"Iya ibu, nggak enak mau nolak."
"Awas lo, nanti lama kelamaan jatuh juga!" celetuk adiknya yang baru keluar dari kamar.
"Apaan sih ga, masak jatuh?"
"Jatuh cinta maksud ku, Kak!" Hana mendekati adiknya lalu mencubit nya. Rega meringis kesakitan.
"Ulangi sekali lagi, aku hajar kamu!"
"Jatuh cinta ... sama mas Defta ...."
"Rega!" Hana menjerit memanggil adiknya. Kemudian masuk ke kamar dan menelungkup kan wajah nya di atas bantal. Rega mengikuti kakaknya.
"Kak, maafkan Rega Kak, Rega nggak bermaksud menyakiti hati Kakak." Rega terus menerus mengguncang bahu kakaknya.
"Rega tahu, Kakak selalu menangis bila teringat akan kak Andri, tapi Kak, Rega ingin melihat Kakak jadi Kakak yang dulu, yang periang penuh canda, bukan Kakak yang sekarang, yang mudah tersinggung dan perasa, Kakak sekarang adalah orang yang sensitif." Tutur Rega.
Hana bangkit, memegang tangan Rega.
"Maaf kan kakak, kakak tak menyadari akan hal itu, kakak berjanji akan memperbaiki semuanya, maaf kan kakak atas segalanya." Rega menghapus air mata yang mengalir di pipi kakak nya.
Rega saat ini sudah duduk kelas dua SMA, mereka kakak adik yang saling melengkapi.
"Kak, untuk apa mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, sudah setahun lebih dia tak memberi kabar, apakah tidak mungkin kalau dia sudah lupa akan hubungan kalian?"
"Tapi ga ...."
"kak sayangi lah diri kakak, jangan siksa diri kakak seperti ini!" sambung nya.
"Benar kata Rega Han, mencintai sesuatu akan membuat kita bahagia , untuk apa mencintai, tapi kamu menderita seperti ini." Sahut ibunya yang masuk menyusul Rega.
"Sudahlah, besok kamu akan berangkat, lebih baik kamu tidur sekarang!" Rega dan ibunya kemudian keluar.
Berselang cukup lama Hana tak kunjung bisa tidur, ia sangat gelisah, ia membolak-balik kan badan nya namun gagal juga untuk mengistirahatkan mata nya. Baru ketika hampir subuh, Hana bisa tertidur. Setelah shalat subuh Hana membantu memasak di dapur. Membuat sarapan pagi. Itu adalah kebiasaan nya sejak dulu sebelum berangkat ke sekolah.
Setelah mereka sekeluarga selesai sarapan Hana diantar ayah dan ibunya ke stasiun, sedangkan Rega tidak ikut mengantar karena ia harus sekolah hari ini.
Sesampainya di stasiun Hana melihat Defta dari kejauhan.
"Itu mas Defta, Bu!" tunjuk Hana. Mereka pun menghampiri Defta dan bersiap untuk berangkat karena tiket sudah dipesan oleh Defta.
Hana dan Defta masuk dalam bus angkutan umum dengan duduk bersebelahan dengan Defta.
"Maaf ya dek, nggak bermaksud mengambil kesempatan dalam kesempitan!"
"Maksudnya apa ya, Mas?"
"Nanti, adek gak nyaman duduk disebelah ku." Hana diam.
"Bener, tadi agennya Yang ngasih nomor bangku ini."
"gak apa-apa, Mas!"
mereka berdua saling membisu satu sama lainnya. Hanya kadang Defta yang mencoba mencairkan suasana. Mungkin aku butuh kesabaran ekstra untuk menaklukkan hati gadis ini. Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments