Di depan kelas, Bianca melihat Raga Dia sedang bercanda-canda dengan murid sekelasnya, seorang gadis berambut Poni yang lengan kemeja Putihnya digulung dan dijepit bros Pink gadis yang kemarin membuka pintu UKS, lalu Pulang bersama Raga Dia menyambut uluran tangan Raga menerima earphone dan memasangnya di telinga.
sungguh polos sehingga insting Pertama Jenny adalah ingin tertawa daripada tersinggung, tapi jika dia tertawa Pasti akan tidak sopan sekali. Jadi sambil menahan tawa, Bianca mengangguk serius
. Bianca merasakan kedekatan mereka, mungkin mereka teman baik, atau bahkan... Pacar?
" Senja sahabat gue, sejak kecil." Raga berkata lagi dengan tiba-tiba seakan bisa membaca Pikirannya. Bianca bersemu merah sekali lagi, lalu mengangguk mengerti.
"Kemarin, belum sempat tur keliling sekolah, kan," Senja berkata sambil tersenyum.
" Nanti, Pas istirahat siang, aku tunjukin tempat-tempat rahasia sekolah ini, dari tempat makan bakso paling enak sampai tempat bolos Paling oke
Bianca menyanggupi tanpa banyak bicara. Sejujurnya, dia tidak berharap banyak untuk Persahabatan ini, toh Sheila tidak terbiasa memiliki sahabat. Setiap Pindah sekolah, selalu ada teman-teman lama yang ditinggalkannya, juga orang-orang baru yang harus dikenalnya. Awalnya dia terus berkoresponden dengan beberapa teman lamanya, tetapi lama-kelamaan rutinitas menulis e-mail untuk satu sama lain semakin berat dan mereka hilang kontak begitu saja. Sejak saat itu, Bianca tidak ingin terlalu dekat dengan remaja remaja seumurnya dia benci rasa kehilangan ketika akhirnya harus mengucapkan selamat tinggal.
" Kamu mau ikut ekstrakulikuler apa?" Gadis di sampingnya mulai berbicara lagi.
Sepertinya, dia tidak pernah kehilangan energi. " Di sini ada kelas melukis, memasak,
" olahraga, band, sampai cheerleading." Sambil membusungkan dada, Senja melanjutkan dengan nada bangga,
"Aku anggota cheers. Kamu mau ikutan, Dengan Postur tubuh seperti kamu, Pasti gampang banget jadi anggota."
Sheila tidak ingin menjawab bahwa jadi Pemandu sorak adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya. Mereka semua tidak tahu seberapa buruknya dia dalam olahraga apa pun jenisnya. Dia tidak bisa memegang raket dengan benar, selalu gagal memasukkan bola ke dalam gol maupun keranjang, selalu lari paling lambat, dan dengan ceroboh jatuh karena tersandung kaki sendiri. Jadi cheerleader? Bisa-bisa semua
Orang mati ketawa melihatnya berlaga di atas panggung dengan pompom rafia warna-warni dan gerakan patah-patah
"Ada kelas fotografi?"
"Ada" Raga yang menjawab. "Tahun ini anggota klub fotografi mau bikin galeri kecil untuk Pentas seni."
Hati Bianca melambung, dan segera dia teringat Pada kameranya yang sudah lama tidak menjepret foto.
" Kalau begitu aku akan bergabung dengan klub fotografi."
Senja kelihatan sedikit kecewa. Padahal, " kamu Pasti cocok banget jadi cheerleader."
"Nanti aku foto kalian para cheerleader aja deh." Bianca menawarkan, dan dengan cepat semangat Senja Pilih. Kamu bisa jadi modelnya
Tangannya sudah gatal ingin memotret. When you take a Photography of someone, you take a potrait of their soul, begitu ayahnya sering berkata. Bianca ingin mengunci ekspresi di
Wajah Senja, semangatnya yang berkobar-kobar dan wajah polosnya yang manis. Wajah orang-orang asing di sekitarnya, yang merupakan objek fotografi Paling menarik. Lalu Wajah Raga sorot matanya yang tajam, garis wajahnya yang tegas, dan senyumnya yang belum Pernah benar-benar tampak sebelumnya.
Jika dia tersenyum, Bianca ingin menyimpan kenangan ekspresi itu melalui lensa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments