Cita-cita yang melambung tinggi seolah di jatuhkan ke sejatuh-jatuhnya ke tanah. Banyak yang mengabarkan sang raja berpaling dari sang putri. Desas-desus kepergian hewan warisan leluhur di renggut membuat kekhawatiran pada rakyat. Biasanya kepakan sayap Garuda membentang mengibas di atas terbitnya sang surya.
Sudah sangat lama suara Garuda tidak menggelegar di udara. Tidak ada yang menjaga benteng istana sekuat hewan raksasa itu. Beberapa dari para pengawal setiap malam sering mendapati para penyusup memakai topeng bersenjata ninja yang sering memburu sesuatu masuk ke dalam istana.
“Tuan putri sudah di pastikan bahwa istana ini sedang di ambang batas kehancuran. Setiap malam para musuh selalu berusaha masuk mencari celah bahkan membunuh para pembesar” ucap sang penasehat istana.
“Menghadap putri mahkota, para pejabat negara meminta agar tuan putri segera di lantik menjadi ratu Mangkubuana menimbang para musuh yang mulai membangun sekte di dalam istana” kata perdana menteri Hakim.
“Mohon segera pertimbangkan dekrit kami tuan putri!” seru para pejabat menghadap sambil membungkukkan badan.
Belum genap seratus hari setelah kepergian raja dan ratu Mangkubuana. Bagaimana bisa dia naik tahta seolah dengan mengadakan perayaan sebagai ratu baru Mangkubuana?
Menimbang dan mengingat segala kerusuhan yang terjadi di istana, dia merasa serba salah akan memutuskan hal yang memberatkan hatinya. Sang putri menyudahi rapat pertemuan. Dia kembali ke ruang kebesaran menatap foto kedua orang tuanya. Rasa penyesalan timbul di dalam hati mengikhlaskan Garuda andil di dalam medan perang. Tuan putri diajeng menunggu di dalam harap cemas.
“Jika benar kakanda berpaling dari ku maka aku sendiri yang akan pergi kesana” gumam sang putri.
Di dalam alam bawah sadar, dia membuka mata melihat langit berwarna merah menyala. Ada api yang berjatuhan di tanah Buana. Para rakyat yang terbakar, bersembunyi hingga ketakutan. Istana luluh lantak, dari dalam tanah keluar akar yang menjalar menutupi seluruh kerajaan.
“Dimana negeri ku yang permai?” sang putri berdiri diantara puing-puing pilar yang berjatuhan terkena api.
“Putri__” suara Kumetra membangunkannya.
Dia menyeka wajahnya yang berkeringat.
Nafasnya memburu, sang putri berlari mendongak ke atas langit. Kemudian dia melihat sisi jajaran perumahan para rakyat. Sepi, senyap, hawa dingin di bawah sinar rembulan yang enggan menampakkan diri.
“Ada apa putri? Engkau sedari tadi menjerit sangat kencang. Para pengawal hampir mendobrak paksa pintu.”
“Aku bermimpi buruk. Langit Buana sedang di hujani api yang menyala.”
“Bencana! Gawat putri, kita harus segera memanggil peramal Ming”
Utusan istana tidak menemukan keberadaannya di ruang pertapaan. Sepeninggal raja dan ratu Buan. Jejaknya menghilang, semua benda-benda mistisnya dan keperluannya masih tersimpan rapi di dalam ruangan.
“Kemana perginya peramal Ming? Kenapa dia bisa menghilang?” tanya sang putri.
“Kami tidak tau putri, penjaga istana sedang berusaha memecahkan kasus ini. Setelah mengetahui peramal menghilang, sang penjaga istana langsung mengerahkan pasukan berpencar mencarinya” jawab pengawal inti.
Di balik semua misteri ini ada pak Poh yang menjadi dalang utama mencari celah merampas kedudukan kursi kebesaran. Penjaga istana menemukan jejak selendang milik peramal Ming yang tersangkut di salah satu pohon halaman belakang istana.
“Cepat ikuti jejak kaki sepatu ini” perintah sang penjaga istana.
Mereka berhenti di sebuah pohon yang sudah tumbang. Ada salah satu yang menjadi pusat perhatian tampak ada tumpukan patahan ranting basah seperti terkena siram air. Sang penjaga istana menepis patahan ranting ke sisi yang berlawanan, terlihat sebuah papan besar berwarna coklat yang di rantai dengan gembok berukuran besar.
Sang penjaga mengayunkan pedang membuka rantai yang melilit dan gemboknya. Papan terbuka ke atas dari bawah terlihat terowongan yang sangat gelap. Sang penjaga menghidupkan sebatang korek api, dia membuang ke dalamnya Nampak ada tangga yang menghubung ke bawah.
Mereka masuk ke dalam yang tertinggal tinggal dua penjaga yang di tugaskan berjaga dari kejauhan. Sang penjaga juga meminta mereka menutup papan itu serta merapikan kembali ke tempat semula.
“Bagaimana dengan rantai dan gembok yang sudah terbuka?” ucap salah satu pengawal.
“Kita tutupi saja dengan rantai yang terlepas setengahnya” ucap pengawal lainnya.
Di dalam ruangan bawah tanah yang sempit, terlihat sebuah obor yang menerangi di dalamnya. Sang penjaga istana bersama tiga orang pengawal mengikuti langkahnya dari belakang, sepanjang lorong sempit berserakan tulang tengkorak dan hewan-hewan kecil hitam yang merayap pada dinding tanah.
Sang penjaga istana yang siap menyodorkan pedang mengayun jika ada serangan mendadak, terdengar suara aneh dari balik sisi dinding lainnya. Di balik dinding itu ada dua orang pria bertubuh kerdil memegang belati di kedua tangannya. Mengetahui kehadiran sang penjaga, mereka langsung menyerang tenaga dalam mereka di luar perkiraan sehingga mereka berempat kewalahan menghindari serangan.
Sang penjaga berhasil membunuh salah satu pria tersebut. Kepalanya sudah terpisah dari tubuh tapi terlihat sepasang bola mata normal menatap sambil menunjukkan gigi taringnya yang lancip.
“Jangan-jangan mereka siluman!” teriak salah satu prajurit.
Tubuh tanpa kepala yang terpisah itu berdiri kembali menyerah para prajurit sedangkan pria yang satunya lagi sudah terbunuh dengan pedang yang masih tertancap di jantungnya. Kini mereka membaca titik kelemahan pada kedua pria kerdil itu. Sang penjaga melompat berlari ke sisi berbalik meraih dua pedang milik para prajurit. Dia menusuk jantung pria bertubuh kerdil. Tusukan sangat dalam hingga menembus tubuhnya.
Setelah keduanya terbunuh, mereka meneruskan langkah posisi berjaga. Di ujung lorong gelap di penuhi ular yang menggeliat di dekat seorang wanita yang di beri pembatas pintu dari bahan bambu.
“Sepertinya itu peramal Ming” ucap salah satu prajurit.
Mereka melihat pintu yang terhubung pada bagian langit-langit tanah menyatu pada rantai yang mengikat pada tubuh sang peramal. Salah satu prajurit menyentuh pembatas bambu itu, tiba-tiba sebuah jebakan serangan panah menembus tubuhnya di bagian kanan dan kiri. Seketika prajurit itu menghembuskan nafas terkahir dengan mata terbuka mengeluarkan darah.
“Hati-hati jangan sentuh apapun!” ucap sang penjaga.
Dia mengintip dari sela pintu pembatas, terlihat peramal Ming berdiri tegak dengan kedua tangan dan kaki yang di rantai. Keadaannya yang sangat memprihatinkan, sekujur tubuh memprihatinkan ada darah menetes dari sela kakinya.
Peramal Ming menunduk, rambut menutupi wajahnya. Di balik rambutnya dia merasakan kehadiran manusia sedang menatapnya.
“Siapa kalian?” ucapnya dengan nada bergetar.
“Kami adalah utusan istana Mangkubuana. Peramal, bertahan sampai aku menemukan cara melepaskan mu” kata sang penjaga.
“Akhirnya engkau datang juga wahai penjaga istana Trangga, aku sudah melihat kau akan menyelamat ku dari kematian yang tidak bisa aku hindari. Sebaiknya kau segera pergi dari sini.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
EL SHADAY
aku sudah melihat kau akan menyelamatkanku dari kematian yang tak bisa kuhindari 👍👍
2023-08-03
1
🔱Zeusa
diajeng kasian ya di tinggal nikah. yauda ikhlasin aja. tapi hewan leluhur wajib di balikin. itu si kumetra cepat banget baliknya?
2023-03-04
0
B̆̈y̆̈ĕ̈ b̆̈y̆̈ĕ̈ દ ᵕ̈ ૩ 👋
ayo up lagi kak
2023-03-04
0