Setelah Minggu kemarin Ika yang pulang, Kini aku yang pulang. Padahal rasanya tuk pulang itu sangatlah malas. Enak di Tebingtinggi ini, perkotaan soalnya. Bisa melihat mall, jalanan yang ramai dan berbagai keberagaman juga fasilitas nya yang lengkap nan komplit.
Kulihat Mamak bersolek cantik "Mak mau kemana?"
"Cepet kau kita mau pergi ke mall. Mau ikut ga?" Sambil mamak memoles lipstik di bibirnya yang warna merah marun.
"Ihh cepet kali, tunggu lah." Aku lari tunggang-langgang ke kamar mandi hendak segara ikut agar tak di tinggal.
"Ti, dah siap kau?" Mamak menjerit menanyakan ku, karena mandi ku seperti orang yang tidur di kamar mandi.
"Tinggal gosok gigi!" Teriakku.
"Cepet." Mamak meninggalkan ku dan pergi.
Aku pun bergegas handukan, dan mengelap badanku yang basah terkena air mandi tadi. Lalu bergegas ku ke kamar dan mencari baju terbaik ku. Jikalau tidak mamak pasti protes dan menyuruh ku tuk menggantinya.
"Mak?" Aku menoleh dari luar kamar.
"Mamakmu di dapur." Buyut sambil memakan biskuit ditangannya sembari berkata demikian.
"Ngapain?"
"Mboh" Buyutku ketus.
Aku pun bergegas dan kulihat...
"Loh? Ngapain lagi Mak?
kok malah makan." Ucap kesalku sambil menepuk ringan lengan Mamak.
"Hehe, mamak laper." Sambil memakan kangkung di suapannya itu.
"Yaudahlah." Aku mengambil piring juga karena selera lihat Mamak yang tengah makan.
Lalu kamipun siap-siapan, Adikku juga sudah siap dari tadi kini dia makan biskuit depan televisi bersama Buyut. Dan Nenek lagi ke ladang sedari tadi pagi buta.
"Yok, cepet." Mamakku beranjak dari meja makan.
"Tunggu." Mulutku penuh dengan makanan dan bergegas mempercepat makanku.
"Udah Mak, yok!" Aku bergegas ke simpang sendirian menunggu Mamak yang tengah memakai sepatu hak tinggi.
Kami pun pergi ke Kota Tebingtinggi, kecuali Bapak. Karena bapak lagi malas aja, ya kami saja yang pergi terahkirnya. Mamak mengajak ke Pusat Perbelanjaan Modern dan tradisional disana. Di sana ia membelikan sepasang sepatu yang cantik bewarna putih cerah. Aku sangat suka sampai-sampai kemana-mana ku bawa di perjalanan itu. Kami pun mau ke mall dekat pasar itu mungkin jaraknya kurang lebih lima ratus meter lagi.
"Pak!" Mamak melambaikan tangannya menyuruh satu becak untuk berhenti.
"Mau kemana buk?" Bapak becak itu menanyakan.
"Mau ke Ramahyanna berapa ya kira-kira?"
"Tiga puluh ribu kalo semua." Bapak itu menjelaskan.
"Kurang lagi yah, lima belas ribu. Dekatnya tuh." Mamak menunjuk kearah jalan yang agak jauh itu.
"Hmm dua puluh lima?" Becak itu memberi tawaran.
"Lima belas ribu lah." Mamak menyerungut menawar.
"Dua puluh ribu deh kak. Terahkir ini." Bapak becak mengusap keringat didahinya.
"Yaudah kalo ga mau gak apa-apa." Mamak berjalan pura-pura pergi.
"Yaudah, yaudah iya deh. Lima belas ribu deal." Bapak itu mengejar kami dan mempersilahkan kami naik.
Disitu kami telah tiba, memang dekat tapi panasnya minta ampun deh. Kami mana tahan panas, terlagi aku punya alergi karena keringatan dan panas.
"Nih Pak." Mamak memberikan uang pas.
"Makasih ya kak." Ia pun pergi.
Lalu kami pun berjalan ke mall itu disambut hangat oleh para pekerja di mall itu. Banyak baju-baju di diskon, harga murah, harga mahal dan premium sekali pun. Tetapi aku tidak berminat membelinya karena menurut Mamak dan aku masih terbilang cukup mahal dengan harga segitu.
"Kita cuma lihat-lihat aja ya Ti." Mamak berbisik padaku.
"Ya memang, mana cukup uang kita. Lagian aku pengen ke lantai paling atas juga. Buat main wahananya, dah lama ga main itu wahana." Aku mengeluarkan uang lima puluh ribu dan kartu Tim Zsone untuk bermain wahana di Ramahyanna.
"Cuma main itu aja kan Ti?" Mamak meyakinkan.
"Iya." Jawabku singkat, padat, dan jelas.
Aku pun sangat asyik bermain wahana itu, hampir semua aku coba bermain. Mamak menunggu di kursi pijat otomatis yang digesek oleh kartu Tim Zsone tadi. Aku pun bermain hingga saldo didalam kartu habis. Selepas itu kami ke lantai 2 yang ada banyak makan-makanan seperti Pizza, Burger, Kentucky, dan sebagainya. Lalu aku makan Burger karena tak tahu apa lagi yang mau kumakan. Soalnya aku lebih suka daging sapi sih hehe. Tak terasa hari menunjukan pukul lima sore, kami pun bergegas turun. Jika tidak angkutan kota menuju rumah kami tak ada lagi karena sudah malam.
"Mak! Ayo pulang. Dah mau malam. Nanti ga kedapatan angkot kita Mak." Aku tergesa-gesa.
"Yok. Yok lah pulang." Mamak bergegas.
Kami pun pulang saat magrib itu. Melakukan sembahyang sholat dan mengambil koper yang kubereskan tadi pagi. Kami pergi sangat lama tadi. Lalu Bapak mengangkat koper dan barang bawaan kami. Kami pun bergegas untuk pamitan dengan Buyut.
"Ihh cepatnya kalian pulang." Buyut menyeka air matanya karena tak ingin berpisah dengan kami.
"Gak apa lah Nek, nanti kami datang lagi nya." Bapak dan Mamak meyakinkan Buyutku.
"Beneran ya, janji?" Buyutku meyakinkan keraguannya.
"Iya nek, janji kok. Dateng kami nanti." Bapakku dan Mamakku menyalami Buyut.
"Yut, Tuti pulang dulu ya. Nanti kapan-kapan kita ketemu lagi." Aku menyalaminya juga sambil mencium kening Buyut ku.
"Iya ndok, hati-hati ya." Buyut melambai padaku.
Dan kami pun menunggu di simpang jalan depan rumah nenek. Mencari bus yang lewat keriau tepat di simpang rumah kami sana. Aku kurang-lebih menunggu sampai lima belas menitan. Karena bus banyak datang menjelang ba'da Isya. Aku pun bermain Snake di Handphone genggam milikku. Dan tak sekiranya ada salah satu bus.
Bapak melambaikan tangan menyuruh bus itu berhenti "Pekanbaru bang?"
"Iya bang,
Berapa orang?" Salah satu kernetnya menanyai.
"Empat orang nya. Kami ambil tiga bangku aja." Bapak menawarnya.
"Yaudah lah bang, dua ratus ribu ya." Dia ceplas-ceplos.
"Wihh mahal nya, biasanya juga seratus sepuluh ribu atau seratus dua puluh lima paling mahal." Mamak menyerungut.
Tikai sengit tawar menawar Mamak dan Bapakku, Nenek dari belakang memberikanku sebilah uang tunai.
"Ini ya ndok buat Tuti jajan. Bagi-bagi sama adiknya." Nenek memberikannya.
"Dari Nenek satu dari Uyut satu. Jadi bagi dua, inikan seratus ribu." Nenek menjelaskan.
"Iya Nek, makasih ya nek. Nanti kapan-kapan Tuti balek lagi. Tuti sayang banget sama Nenek. Tah kapan Tuti bisa balik lagi." Aku memeluk Nenek sambil nangis.
"Sstt.. Udah-udah, datang laginya kalian itu." Nenek mengusap air mataku dan Mamak mendatangi aku dan dengan Nenek.
"Mak aku pulang ya." Mamak menangis seraya perpisahan itu dengan Nenek.
"Iya, hati-hati ya nak." Nenek bilang.
"Mak, pulang lah kami semua ya. Titip salam sama Nenek juga." Kata bapak menitip salam pada Buyut.
"Iya-iya, nanti tak sampaikan." Nenek menyeka air matanya.
Bus itu sudah mau berangkat dan kami pun bergegas naik. Barang-barang kami juga sudah diletakan bagasi di bawah bus. Nenek aku melihat kami dari luar bus jendela itu. Aku sangat sedih, padahal baru saja tiga minggu kami bertemu. Tuti kangen sekali sama nenek. Tapi karena Tuti mau sekolah juga jadi maaf Tuti perginya kecepatan ya Nek. Entah kapan kita jumpa lagi, aku ga akan lupain kenangan kita pas kita di Tebingtinggi kemarin dan tahun lalu itu ya Nek Salam ku, Tuti Lasmani.
(BERSAMBUNG...)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments