Hari ini hujan. Baru saja ku pulang sekolah SD ku. Gundah memikirkan kapan hujan saat ini terhenti. Apalagi ini masuk di pelajaran Bahasa Arab.
Mengintip keluar rumah ruko ku “Mak, hujan. Ga usah madrasah lah.”
Memalingkan mukanya yang baru saja mengangkat baju akibat hujan yang tiba-tiba. “Ga,ga,ga ga ada! Sekolah sana. Tunggu hujan berhenti baru pergi.”
“Yaudah mana payung?” Sambil mengulurkan tangan ku.
“Kita mana punya payung, mantel aja udah rusak”
Muka sebal menyerungutku “Yaudahlah.”
Sekarang sudah jam 14:37, Sekolah disini kalo hujan sama dengan tidak sekolah. Ku sampai disekolah jam 14:52.
Lari di koridor menuju kelas dengan nafas terengah-engah juga tas yang jatuh “Asalamualaikum. Maaf pak, saya telat.”
“Ga apa kok nak, kalo hujan mau ga sekolah gak apa-apa. Maklum hujannya juga deras, air di jalan sana aja udah naik. Udah mau banjir.”
“Hehe iya pak, rok saya aja sampe basah gini..” menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
“Sudah duduk ya..” Sembari Pak Nuh memperbaiki SIA ku, dan dibuat jadi Hadir.
Ia pun mengajar bahasa Arab dasar, yakni Aksara Arab, bahasa keseharian, kosakatanya dan hafalan bahasa Arab. Kini kian sudahlah bertumpuk hafalanku. Mangkin hari mangkin banyak saja hafalan ini.. tapi ku sesegera hafalkan saat itu juga. Agar tak menumpuk seperti Fiqih dan Aqidah Akhlak. Kalau dua itu nanti saja menurutku.
“Ainun mata, Anfun hidung, lisanun lidah..” Gumam ku sambil mata melirik kelangit-langit kelas.
“Ti, kau dah hapal?”
“Ro’sun.. haa? Apa.. oh, belum nih.. baru 3 dari 10”
“Aku udah aku mau maju duluan.”
“Ehe iya semangat Iki.”
Iki senyum sambil pergi maju kedepan tuk hafalan.
Ketika istirahat Buk Lasmine mendatangiku “Heh Tuti bayar uang sekolahmu! Udah 2 bulan ini.”
“Iya buk entar saya bilang ke mamak.”
“Cepat, awas aja kalo lupa!” matanya menyirat tajam seolah diriku musuh.
Akupun tak perduli sambil pergi ke masjid hendak melaksanakan sembahyang sholat. Lalu salah satu temanku berkata..
“Ehh itu Buk Lasmine kenapa sinis kali sama mu?” nepuk bahuku
“Ga tau tuh, kenapa. Padahal dulu baik banget. Yaudahlah ga usah dipikirin”
.........
“Mak, tadi kata Buk Lasmine bayar uang sekolah.”
“Iya ingatin besok buat bayar.”
“Iya mak” Lalu aku pergi ke kamarku untuk tidur menunjukan waktu pukul 21:09.
Pertemuan selanjutnya di madrasah, aku lupa menghafal yang disuruh Buk Lasmine. Aku tau pasti Buk Lasmine menunjukku duluan agar dia mencari kesalahanku. Sudah 4 bulan ku disini dan dia selalu begitu. Aku baru hafal setengah nya, dan dia masuk langsung lah. Tanpa absensi langsung menunjukku.
“Tuti, maju.” Ucap datar nya.
Aku berusaha menghafalnya dan hanya setengahnya.
“Udah, segitu aja? Gini nya kenapa kau baru hafal secuil itu. Padahal udah 1 Minggu ibuk kasih! Kau menghargai waktu. Main aja kerjamu, hapalan sedikit gitu aja ga hafal. Sana berdiri kau di depan kelas, Cepat!!” Nadanya nyaring nan lantang menggema di telingaku.
Jadi mau tak mau ku terima nasibku itu, sepala ada keponakannya sekelasku tak hapal dibantu dan tanpa di hukum beserta temanku yang lain. Kenapa ya dia pilih kasih begitu.. memang apa salahku? Ada ya guru seperti itu? Bertindak pilih kasih dan keji kepada serta didiknya. Memilih-milih murid yang unggul dan yang kurang.
“Kenapa ya Buk Lasmine berubah. Memang apa salahku?” Gumam hatiku sambil menghafal. Dan setetes dua tetes jatuh air mata menerpa kertas hafalanku.
.........
Tak terasa hari Sabtu. Waktunya aku pergi main ke rumah temanku Ningsih. Aku jalan ke rumahnya palingan ±350m saja dari rumahku. Karena aku ga ada sepeda, jadi ya jalan. Aku melihat Buk Lasmine lewat naik kereta Revo nya dari kejauhan.
“Buk Lasmine..” Sahutku.
Dia memalingkan muka, lewat tampang sombong mendatar.
“Kok dia ga sapa baliknya, padahal aku sudah melambaikan tangan dan menyapa namanya. Ahh sudahlah.” Sambil pergi kerumah temanku Ningsih tadi.
Aku main kerumah Ningsih dan melihat neneknya. Neneknya cukup galak dan aku harus berhati-hati dalam ucapan, prilaku, ataupun yang lain. Salah sedikit saja neneknya bisa ngomel-ngomel. Agak ngeri juga kalo main ketempat Ningsih, tapi dia sahabatku.
“Ningsih, Ningsih...” Mengetuk pintu rumahnya yang terbuka.
Nenek Ningsih jalan kearahku “Cari siapa?”
“Ningsih ada nek?”
“Ada panggil aja” Neneknya kembali ke kamarnya mau tidur kembali.
“Ehh Ningsih main masak-masak yuk, tapi yang beneran.”
“Ehh ayok, aku juga lagi bosen panggil Putri aja ajak juga biar rame. Tapi ga usah ajak Yanti.”
“Emangnya Napa?”
“Dirusuhin ntar kau, ga enak mainnya dia yang nguasai. Nanti dapat daun pisangnya aja mau kau?”
“Ngga, ngga deh.. iya ga usah ajak dia”
“Yaudah aku ke kede beli barangnya dulu.”
Lalu kami pun berkumpul di titik temu dan masak mie goreng aja. Ya namanya juga anak-anak, sukanya yang simple tapi enak.
“Aku aja yang hidupkan apinya ya”
“Ga usah Ti, biar aku aja” Sambil ambil plastik hitam
“Hidup sebentar apinya, tengok mati lagi. Sini lah” Aku meraih dedaunan kering pohon getah.
“Kau mau masak apa buat kebakaran? Kau tengok pancinya sampe hitam.”
“Mana panci ini, inikan kaleng bekas.” Gumamku sewot.
“Kau tengokan mati lagi, Cuma sementara.” Sambil Ningsih menunjuk-nunjuk apinya yang sebentar lagi padam.
“Yaudah, tunggu sini kucari kayu sama daun yang banyak”
“Ihh jangan nanti jadi banyak asap ditambah lagi kebakar bodoh.”
“Ihh diam ajalah kau, biar cepet mateng juga” Aku sambil mengambil kayu-kayu ranting disekitar itu.
Lanjut kami memasak dan sambil mengambil daun pisang juga. Lalu mie pun tak terasa sudah matang.
“Hmm enak ya Ning,”
“Iyakan, bentar ku tuang dulu” Sambil mengeluarkan mie rebusan di kaleng bekas susu.
Kami pun makan bagi bertiga disitu.
.........
Ya tak terasa sudah jam 17:00 sore, waktunya ku pulang dan membereskan semuanya yang kami buat masak tadi. Takut neneknya Ningsih marah.
“Nek Tuti pulang ya,..”
“Iya ndok, ati-ati yoo”
Aku pulang dengan wajah senang sehabis makan mie yang tak seberapa itu. Kenikmatan bukan di mie nya, tapi kebersamaan nya menurutku.
“Ini malam minggu ya, ahh aku mau nonton TV lah di SCTD. Judulnya Ganteng-ganteng Srigila.” Gumam hatiku.
“Ehh awas bapak mau nonton” Padahal bapakku habis saja dari dapur yang sekian lamanya. Aku mengalah dan pergi meninggalkan ruang TV itu.
Lalu aku pun bermain monopoli sendirian karena Adikku asik bermain game di gawainya. Dan tak terasa Bapakku jalan-jalan bersama Mamak dan Adikku saja. Aku ditinggal dengan alasan sudah besar. Ya, yaudah palingan karena sempit apalagi mobil kami dijual 7 tahun silam. Ku nikmati saja dirumah sendirian, lagian dirumah sendirian juga enak-enak saja.
(BERSAMBUNG...)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments