4 : Orang asing (Pov zera)

mobil yang kami sewa untuk mengantarkan kami ke rumah nenek sudah berhenti di depan rumah luas yang asri dengan 5 sepeda motor dan 3 mobil terparkir.Itu pasti para tante,om, dan sepupu-sepupuku telah datang sedari tadi.

“Assalamu’alaikum..” ibu mengucapkan salam saat memasuki rumah nenek. Semua yang di dalam rumah membalas salam itu.

”Wa’alaikumussalam..”

.”Ayo sini-sini gabung, sudah ditunggu-tunggu dari tadi lho..”Tante Yuri tersenyum senang melihat kami datang.

"Ini Zera?! waduh.. udah besar ya? wah, udah cocok menikah nih" ucap Tante Ana. Tante yang satu ini memang mulutnya sangat licin.

"Kamu udah makan?" tanya Tante Yuri kepadaku. aku mengangguk sebagai jawaban.

"Ibu mana?" tanya ibuku.

"Di kamarnya, mbak masuk aja" kata Tante Ana. ibu pun berjalan meninggalkanku dan masuk ke dalam kamar nenek. Tante Yuri, dia menyuruhku duduk di sampingnya bersama dengan anak cowoknya.

"David?!" kataku kaget melihat anak cowoknya Tante Yuri. si David dia terlihat gugup melihatku.

"David! Salim sama kak Zera" kata Tante Yuri kepada David.

aku langsung berpindah tempat. duduk di samping David lalu memiting kepalanya dengan gemas.

"kak Zera ish!" katanya jerah terlepas dariku. David ini adikku sepupu kesayanganku. dulu waktu SD masih di sekolah yang sama gue harus berangkat dan pulang sama dia. waktu itu gue kelas 6 dan dia masih kelas 1.

David ini tipikal anak yang introvet. kenapa dia menjadi adik kesayangan?, karena dia itu kayak penyandang OCD. harus rapi, sempurna, dan bersih terutama. diriku selalu gemas, sering ku goda ini anak hingga nangis. dan setelah kejadian waktu itu dengan bersedih hati aku dan ibuku pindah dari rumah. sejak itu aku tak pernah ketemu dia.

"Kalian bicara dulu ya, Tante mau ke dapur dulu" pamit Tante Yuri kau pergi meninggalkan kami berdua disana.

"Gimana kabarmu? di sekolah gak di gangguin, kan?" tanyaku. dia menggelengkan kepalanya.

"Dulu gak ada kakak gue tertekan banget, tapi lama-kelamaan gue udah terbiasa" katanya. aku tersenyum senang mendengarnya.

"Syukurlah, Lo kelas berapa sekarang?"

"Masih SMP kelas sembilan, kak ada rekomendasi SMA yang bagus gak?" tanyanya. David ini udah penyandang OCD ditambah pintar.

"SMA favorit, tapi semua SMA itu sama saja sebenarnya. yang harus Lo pikirin itu bukan sekolahnya, tapi setelah lulusnya nanti. mau jadi apa setelah lulus?mau ngapain?" kataku serius. dia mengangguk paham.

"kakak udah kerja?" tanyanya.

"seperti biasanya, menjadi guru ilegal keliling rumah. hahaha.." tawaku. dia juga ikut tertawa.

"Gue harap Lo bisa disisi gue terus kak bodoh amat dah Lo terus jail ke gue dari pada gue kesepian" katanya terdengar sedih. Ku tepuk kepalanya pelan dengan sayang.

"Kasihan sekalian adikku ini, tapi kan masih ada Dimas" kataku. dia berdecak kesal.

Dimas ini anak Tante Ana. tahulah kalian.. ibunya aja begitu apalagi anaknya. sama-sama muka dua, gak tahu juga sih kalau mukanya banyak.

"Iblis muka seratus itu gak cocok sama pangeran kayak gue. yang cocok sama gue itu Lo, pembantu gue" katanya dengan nada kesal. aku tertawa mendengar kekesalannya.

"Si*lan Lo! ngatain gue pembantu" kataku kesal. dia tertawa.

"Bentar kak gue ke kamar mandi dulu Lo jangan kemana-mana" ucapnya dia langsung buru-buru pergi meninggalkanku sendiri. gak sendiri sih sebenernya ada kok om gue sama sepupu gue yang lain. tapi sepertinya mereka pada sibuk ngobrol sendiri-sendiri. muka para tamu yang diundang nenek langsung menampakkan kecurigaan besar kepadaku.

'Tahu gini gue ogah datang kesini? mana gue di tinggal sendiri saja', batinku kesal.

"Zera, nenek mau omong sama kamu." ujar Tante Ana yang baru keluar dari kamar nenek.

'kan? pasti ada sesuatu ini' batinku. kemudian aku bangkit dari sana dan bergegas masuk ke dalam kamar nenek.

CEKLEK!

Begitu masuk ternyata ada ibuku dan nenek disana. aku duduk di samping ranjang nenek. kemudian nenek menggenggam tanganku, entah seketika perasaanku mendadak tidak enak.

"Zera" panggilan nenek dengan nada lembut.

aku tersenyum singkat membalas perkataannya.

"kamu sudah punya pacar..?" tanya nenek tiba-tiba.

"Belum, kenapa nek..?" tanyaku balik.

"Syukurlah jika belum, jadi begini... nenek dan ibu kamu berniat untuk menjodohkan mu dengan seorang laki-laki yang kebetulan laki-laki ini juga sedang mencari pendamping hidupnya."

JEDARRR!!

Bagaimana petir muncul di siang hari. aku sampai shock dengan ucapan nenek.

"Laki-laki ini nenek jamin seratus persen sudah nenek seleksi dengan baik. mulai dari bibir, bebet, dan bobotnya. dia sudah memenuhi semuanya..—"

"Tunggu dulu! tapi kenapa? maksudku beri alasan yang jelas kenapa nenek bertindak seperti ini..?" Potongku.

"Umur kamu sudah 22 tahun, bukan? kamu juga belum mendapatkan pekerjaan. nenek tahu memang susah cari pekerjaan di jaman sekarang ini. untuk itu dari pada kamu susah payah cari kerja sana sini tapi gak ada hasil, mending kamu menikah. siapa tahu setelah kamu menikah nanti hidup kamu akan berubah. kamu jadi bisa mengangkat derajat ibu kamu. dan satu lagi.. nenek juga ingin melihatmu menikah sebelum nenek ini sudah tiada. nenek ingin melihat juga cucu dari anak kamu kelak." jelas nenek.

Ku tepis tangannya dariku,

"Nek, aku ini masih muda dan jangan mentang-mentang aku masih belum kerja nenek bisa seenaknya menjodohkan." kataku mulai marah.

"Zera! Yang sopan kamu kalau omong sama orang tua!" bentak ibu membela nenek yang sangat jelas anaknya di rendahkan.

"Muda bagaimana? Zera, cewek yang seumuran dengan kamu ini sudah punya anak loh semua. kamu sudah bukan lagi anak kecil lagi. maaf jika nenek menyinggung mu tentang pekerjaan. kamu meski kerja atau tidak kerja ke depannya kamu juga akan menikah, bukan? inilah yang dinamakan kehidupan Zera. nenek bisa berbicara seperti ini, nenek juga pernah di posisimu..—"

"dan lihat sekarang. nenek bahagia, punya anak, punya cucu. semua berjalan dengan baik. nenek tidak ingin kamu dan ibu kamu hidup susah menerus, jadi bahan omongan orang karena anaknya ginilah-gitulah. memangnya kamu pengen hidup seperti ini terus? tidak kan?" jelas nenek panjang lebar.

aku menatap ibuku yang terlihat sendu mendengarkan pembicaraan kami.

'Si*lan' batinku kesal.

"Ibu, bagaimana?" tanyaku serius. ibu menatapku seperti ragu.

'Aku mohon tolak' batinku berharap ibu tidak setuju.

"Ibu setuju, benar apa kata nenek kamu. ibu ini sudah tua Ra. ibu juga pengen anak ibu ini menikah, hidup bahagia bersama keluarga kecilnya kelak. ibu gak pengen apa-apa cukup kamu menikah itu cukup buat ibu bahagia" ucap ibu terlihat sedih.

"Semua setuju, Tante kamu, om kamu semua setuju. kalau nanti soal biaya perkawinan nanti, kamu gak usah memikirkan itu yang penting kamu siap." tambah nenek.

"Tapi..—"

TOK.. TOK!

CEKLEK!!

Pintu kamar terbuka,

ibu langsung berdiri dan menyambut orang yang tengah memotong pembicaraanku. nenek, dia ku lihat semringan seperti menyabut seorang raja. sedangkan aku diam tak mau melihat siapa yang datang.

"Maaf menunggu lama,"...

"Tidak masalah, sini duduk.. oh perkenalkan ini ibunya Zera dan ini Zera" ujar nenek memperkenalkan diriku dan ibuku. aku hanya diam tak berani menatapnya.

"silahkan duduk sini" ujar nenek menyuruh orang itu Duduk di sampingnya, tepatnya di seberangku.

ibu duduk kembali di sampingku. menggenggam tanganku.

"ini cucu saya yang pernah saya ceritakan sama kamu dan keluarga kamu" kata nenekku.

"Hai Zera, perkenalkan nama saya Fajar" kata cowok yang duduk di sebrang ku dengan mengulurkan tangan ke arahku.

aku menatapnya diam tanpa menyahutinya. dia nampak salah tingkah atas diam ku.

"Maaf cucu saya agak pemalu," kata nenekku merasa tak nyaman dengan sikapku.

"Tidak masalah saya mengerti," kata Fajar.

"Kalau boleh tahu, umur nak fajar berapa ya?" tanya ibuku dengan sopan.

"26 Tante" jawab ramah fajar.

"Kamu tahu pekerjaannya apa? dia ini kerja di kantor jadi direktur muda, pintar, dan tampan lagi. bukan begitu pak direktur?" goda nenekku.

"Nenek bisa aja, padahal saya ini biasa-biasa saja" kata fajar sedikit memerah wajahnya.

'Munafik?! bilang aja kalau seneng' batinku kesal.

TOK... TOK....

Muncul Tante Yuri, "Ibu acaranya sudah mau mulai" kata Tante Yuri.

"Oh.. ya mari kita keluar semuanya" kata nenek dia bangun dengan di bantu Tante Yuri dan ibuku. dan setelah itu kamu semua keluar untuk memulai acaranya.

******************

Pukul 19.30 Wib...

Acara sudah selesai. kini tinggal waktunya menyantap hidangan sambil berbincang-bincang dengan para tamu yang hadir. namun tidak denganku.

aku hanya duduk di pojok, sambil memikirkan apa yang baru saja aku alami. perjodohan. sungguh tak terpikirkan olehku.

kedatanganku ke rumah ini merupakan kesi*lan yang selalu terjadi padaku. aku seperti terjebak disini ingin rasanya ku bakar rumah ini.

"Boleh saya duduk sini?" ijin Fajar kepadaku. aku mengangguk dengan malas.

"Yang lain pada ngobrol, kenapa kamu duduk sendirian disini?" tanyanya.

Aku menghela nafasku kasar, "Lalu kenapa anda juga kemari? bukannya ngobrol sama yang lain" kataku membalikkan pembicaraannya.

"Karena saya melihatmu sendirian disini jadi saya temani saja." jawabnya. aku diam tak peduli.

"Omong-omong umur kamu berapa?" tanyanya mencari topik pembicaraan.

"Bukankah nenek saya sudah bercerita banyak tentang saya kepada anda dan keluarga anda? kenapa anda masih menanyakannya?" tanyaku balik.

"B..bukan begitu, saya hanya ingin tahu jawabannya dari mulut kamu sendiri" katanya sedikit tidak enak.

"Jadi anda meragukan nenek saya?"

"T..tidak-tidak, saya percaya padanya" dia gugup setengah mati.

aku menghela nafasku, "Apa saja yang nenek ceritakan tentang saya kepada anda dan keluarga anda?" kali ini aku yang bertanya tanpa menatapnya.

"Cuman Kegiatan keseharian kamu, pekerjaan kamu, umur kamu. itu saja" jawab fajar.

"Setelah itu anda bagaimana? apalagi anda sudah melihat saya. anda juga seorang direktur, masa iya memilih calon istri yang gak kerja, jelek, gendut, bagaimana kata orang lain nanti?" kataku datar.

dia tertawa kecil, "Menurut kamu bagaimana? Setelah saya mendengar cerita dari nenek kamu dan sampai bela-belain kesini buat melihat kamu." kali ini dia berbalik bertanya kepadaku.

aku menoleh kearahnya dan mata kami bertemu, "Anda tertarik kepada saya" kataku dengan lugas.

dia tersenyum senang, mendengar jawabku.

"Benar, saya tertarik kepada kamu dari awal nenek kamu bercerita" katanya.

"Kenapa anda tertarik? bukankah seorang direktur seperti anda ini sangat muda mencari pendamping, mungkin saja anda bisa mendapatkan pendamping yang lebih baik dari pada saya"

tiba-tiba dia mengeluarkan ponselnya dan memberikan kepadaku.

"Beri nomor teleponmu mari kita bertemu berdua untuk lebih mengenal satu sama lain. bagaimana?" ucapnya. aku mengambil ponselnya dan berfikir sebentar sebelum mengetik nomor teleponku.

"Saya akan berikan tapi bukan berarti saya menerima anda. kita sama-sama hanya berkenalan, bagaimana?" tantang ku. dia mengangguk setuju. setelah itu ke ketikkan nomor ponselku untuk pertama kalinya aku memberikan nomor kepada orang asing.

setelah mengetikkan nomor, ku kembalikan lagi ponselnya. dia terlihat senang.

"Terima kasih," katanya tulus. aku mengangguk pelan.

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

masok pak ekooo

2023-03-16

1

HS

HS

yuk bisa

2023-03-09

0

Yuni

Yuni

fajar sadboy hahaha

2023-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!