Krietttt!! Pintu kamar mandi di buka, dan alangkah terkejutnya yang keluar dari kamar mandi bukan hanya Tiffany tetapi Ben mengikutinya. Hal itu sontak membuat ketiganya terkejut.
"Kalian?" tanya Belinda..
"Kak Bella"
"Bella! Sedang apa kamu disini?" tanya Ben dengan gugup.
"Aku yang seharusnya bertanya kau sedang apa di kamar adiku Mas?" Belinda masih bisa berpikir jernih dengan semua fenomena yang di lihatnya barusan.
"Eummmzzz itu kak, keran di kamar mandi rusak, aku kebetulan bertemu Kakak ipar di dapur ketika dia sedang mengambil minum! Benar kan Kak Ben?" ucap Tiffany sembari mengedip-ngedipkan matanya memberi isyarat.
"Iya betul! Keran di kamar mandinya rusak jadi Adik ipar memintaku membenarkannya. Ayo Bella mening kita keluar saja sepertinya dia mau mandi" Ben pun menggandeng tangan sang istri.
"Baiklah kali ini aku mempercayai kalian" Belinda pun keluar dari kamar itu.
Di kamarnya dia tampak termenung memikirkan hal yang di lihatnya antara sang adik dengan suaminya. Ben pun seakan mengetahui apa yang di pikirkan oleh sang istri.
"Kamu memikirkan soal keran yang ada di kamar mandi adikmu kan?" tanya Ben dengan jantung berdebar kencang.
"Tidak" jawab Belinda.
"Lantas?" tanya Ben kembali.
"Aku hanya sedang memikirkan kalian berdua saja" jawabnya dingin.
"Kau curiga pada kami Bella? Aku tidak ada hubungan apapun dengan adikmu!" Tegasnya.
"Hei, Ben aku tidak bertanya seperti itu, kenapa kau bicara demikian?" tanya Belinda Heran.
Ben seakan mengiyakan bahwa dia takut sang istri merasa curiga pada hubungannya dengan Tiffany. Dan dia buru-buru menepisnya agar Belinda tidak percaya.
"Sudahlah lupakan, aku ingin mandi" Ben pun berlalu masuk kekamar mandi.
"Memang aku tak ingin mengingat hal yang tadi, tapi entah perasaanku mengatakan lain" gumam Belinda.
Tak lama, Ben pun keluar dari kamar mandi, kini gantian Belinda yang masuk kedalam.
Ben kini sudah tampil rapi dengan kemeja dan celana bahannya. Belinda pun keluar dari kamar mandi dan dia terkejut karena Ben sudah mengambilkan baju kerja untuknya.
"Mas semua ini kamu yang nyiapin?" tanya Belinda sedikit tersenyum.
"Ya! Maaf kalau bukan selera mu" ucapnya tertunduk.
"Terimaksih. Aku akan memakainya" Belinda segera meraih baju itu dan memakainya di walk in closet.
Sesudah berganti pakaian, Ben melihat rambut sang istri masih basah. Dia pun berinisiatif untuk mengeringkan rambut indah itu.
"Bella ayo duduk di sini" Ben menepukan tangannya ke kursi hias.
Belinda pun menurut saja.
Ben mengambil hairdrayer mengeringkan rambut sang istri dan menyisirnya dengan pelan.
"Bella" ucapnya lembut.
"Ya mas!" jawab Belinda tak kalah lembut.
"Kamu cantik" ucap Ben sembari mengelus pucuk kepala sang istri.
"Terimaksih! Kenapa kau memujiku Mas?" Belinda yang heran dengan tingkah Ben pagi ini.
"Aku hanya ingin jujur saja bahwa kamu cantik" Ucapnya datar.
Belinda sudah rapi, ekor matanya melihat dasi yang di kenakan suaminya miring membuat dia gemas sendiri.
"Dasimu miring Mas! Sini aku betulakan" Belinda pun membetulkan dasi miring itu menjadi sempurna.
Belinda pun kini hendak beranjak dari kamar namun Ben menahan tangannya.
"Bella!" ucapnya.
Belinda pun berbalik badan menghadap sang suami.
Cup!!! Sebuah ciuman mendarat di keningnya.
Ben menciumnya dengan lembut.
"Jaga kesehatanmu ketika kau sedang berada di California" ucapnya lalu segera melangkahkan kakinya dari kamar dan meninggalkan Belinda yang masih mematung kaku akibat ulah Ben barusan.
"Dia menciumku? Ya tuhan dia mencium keningku. Dia mencuri ciuman pertamaku walau hanya di kening saja" Belinda pun memegangi kening bekas di cium oleh Ben. Hatinya berbunga-bunga dan dia yakin do'anya waktu itu di kabul oleh tuhan.
Di meja makan, terasa sekali kecanggungan antara Belinda dan Ben. Tetapi hal tidak terbaca oleh Tiffany. Saat itu Lilis sudah datang dan segera membereskan sisa masakan yan Belinda buat.
"Bik Lilis kemari sebentar!" seru Belinda dari ruang makan.
"Baik Nyonya" Lilis segera menghampiri Belinda.
"Bik Lilis, dalam waktu kurang lebih sepuluh hari, saya akan pergi ke America! Saya titip rumah ini ya. Ini buat Bik Lilis, saya baru tahu jika anak Bik Lilis sakit! Ini untuk sekedar meringankan beban saja tidak banyak kok" ucap Belinda sembari menyerahkan amplop tebal kepada Lilis.
Lilis pun terharu dan memeluk Belinda dengan haru.
"Terimakasih Nyonya! Maaf saya lancang memeluk Nyonya karena saking bersyukurnya. Maaf badan saya bau" ucap Lilis dengan lirih.
"Tidak mengapa Bik! Semua manusia itu sama di hadapan tuhan. Baiklah silahkan Bibik teruskan bekerja" ucap Belinda.
"Terbuat dari apa hatinya wanita ini" ucap Ben dalam hati.
Tiffany yang sudah pergi, membuat Ben leluasa bicara dengan sang istri. Ben menyerahkan Blackcard pada Belinda yang dibalas tatapan heran olehnya.
"Apa ini Mas?" tanyanya heran.
"Bella, sebagai suami aku berhak memberikan nafkah padamu. Ya walau kau pun mungkin tidak butuh kartu dariku karena kau sudah punya segalanya, tapi ini nafkah dariku tolong terima!" Ben menyerahkan kartu hitam itu pada tangan halus sang istri.
"Baiklah aku terima nafkah lahir ini" ucapnya.
Deg!!!!! Jantungnya berdesir hebat, jiwanya seperti tertampar dengan ucapan Belinda yang mengatakan nafkah lahir. Lantas batinnya bagaimana?. Ben seorang pria normal , dia rela mati-matian menahan hasratnya pada sang istri karena sudah janji tidak akan menyentuh seujung kukupun pada Belinda atas permintaan Tiffany. Cintanya yang sangat besar pada Tiffany yang menjadi tameng pertahanan untuk tidak menyentuh Belinda sang istri yang jelas-jelas sudah halal untuk dia sentuh. Ben malah terlena dengan dosa bersama Tiffany dan dengan senang hati dia menumpuk terus sampai sudah tak terhitung.
Lalu pikirannya teringat akan jadwal keberangkatannya ke America. Di sisi lain dia senang karena bisa saja dia bareng bersama sang istri kesana, di sisi lain juga dia tak bahagia karena akan meninggalkan sang pujaan sendiri. Dia pun lalu menelepon Aldo untuk mengantikannya pergi ke America.
"Hallo Pak!" sapa Aldo.
"Aldo, saya minta lusa kau berangkat ke America untuk menyelesaikan kekacauan disana" ucap Ben.
"Kok mendadak Pak?" tanya Aldo heran.
"Sudah kau tak usah banyak membantah Aldo Geovani Prasetya. Kau turuti saja perintahku" ucap Ben memarahi asistennya di telepon.
"Baiklah Pak saya urus dokumannya sekarang" jawab Aldo di seberang telepon.
Panggilan itu di putus oleh Ben.
"Selalu saja mendadak" Aldo menggerutu dalam hatinya.
Di dalam ruangannya, Belinda memandangi kotak makan yang Aldo kembalikan kemarin, Dia tidak di antar oleh Aldo karena Ben yang mengantarkannya bekerja. Dia mengambilnya dan tidak disangka di dalamnya ada sesuatu.
"Apa ini?" ucap Belinda sembari membuka kotak segitiga itu.
Ternyata Aldo memberikan dia sekotak cokelat dari Swiss.
"Cokelat! Dia tahu darimana kusuka cokelat" gumamnya sembari tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Dewi Nuraeni
udah Bella kamu dngan Aldo saja...
2024-04-29
0
Ririn Nursisminingsih
ayoo belinda jg bodoh...
2023-09-30
0