Revisi 5
Di perusahaan berada, suasana sibuk seperti biasa. Tiara sedang memeriksa jadwal hari itu ketika Bu Mira, supervisor-nya, mendekat.
"Tiara, hari ini sepupu dari Pak Arga akan datang kemari. Dia ingin gaun pernikahannya didesain oleh perusahaan kita. Nanti sekitar pukul 10, kamu temui dia di lantai dua untuk pengukuran dan minta contoh desain yang dia inginkan, ya," perintah Bu Mira dengan tegas.
"Baik, Bu," jawab Tiara, mencatat instruksi tersebut.
Jam menunjukkan pukul 10 ketika Tiara melangkah ke lantai dua, menuju ruang pertemuan di mana Nona Indira, sepupu Pak Arga, seharusnya menunggu.
"Tok... tok... tok..." Tiara mengetuk pintu dengan sopan.
Tidak ada jawaban. Tiara mengetuk lagi, kali ini lebih keras. "Nona Indira..."
Masih tidak ada respons. Tiara mulai merasa khawatir. "Tok! Tok! Tok! Nona... Nona...!"
Sepertinya tidak ada orang di dalam, pikir Tiara. "Mungkin Nona Indira belum sampai. Nanti aku kembali lagi," gumamnya sambil beranjak pergi.
Tiba-tiba, terdengar suara batuk lemah dari dalam ruangan. "Uhuk! Uhuk!"
Tiara segera membuka pintu dan terkejut melihat pemandangan di dalam. Nona Indira terbaring di lantai, dan seseorang dengan penampilan mencurigakan sedang mencekiknya. Tanpa berpikir panjang, Tiara berteriak, "Hei! Apa yang kamu lakukan! Lepaskan!!"
Penyerang itu terkejut oleh kedatangan Tiara, namun tidak melepaskan cengkeramannya. Tiara, dengan segenap kekuatannya, berlari ke arah mereka dan mencoba menarik penyerang dari Indira. "Lepaskan dia sekarang!" teriaknya lagi.
Tiara berusaha melepaskan tangan pembunuh yang sedang mencekik nona Indira. Lalu Tiara mengambil pas bunga dan memukul kepala penjahat tersebut hingga terjatuh dan pingsan.
Tiara berusaha membangunkan Nona Indira. "Nona... Nona...! bangun!" serunya dengan cemas, mengguncang tubuh yang tergeletak lemah di lantai.
Tiba-tiba, penjahat tadi sadar dan tanpa peringatan menarik Tiara dari belakang, mencekiknya dengan kuat. Tiara berusaha meronta karena merasa napasnya semakin sesak.
Dalam kepanikan, ia berhasil menendang penjahat itu dengan keras hingga membuat cengkeraman terlepas. Lalu, Tiara segera berlari keluar ruangan sambil berteriak, "Tolong...! Tolong...!"
Teriakan Tiara menarik perhatian banyak orang di lantai dua. Beberapa karyawan bergegas menghampiri, termasuk Reyhan yang kebetulan sedang berada tidak jauh dari tempat kejadian.
"Ada apa?" tanya Reyhan dengan wajah penuh kekhawatiran.
Tiara, masih terengah-engah, menjawab, "Cepat, tolong dulu Nona Indira. Dia diserang di dalam!"
Reyhan langsung bergerak menuju ruangan tersebut bersama beberapa karyawan lainnya. Dalam beberapa menit, pihak keamanan perusahaan juga tiba, diikuti oleh kepolisian yang dengan sigap menangkap penjahat itu dan membawanya ke kantor polisi.
Di perusahaan yang kembali sibuk, Reyhan menghampiri Tiara yang nampak kewalahan setelah kejadian menegangkan itu. Meski Tiara tidak ikut ke rumah sakit, ia tetap berada di kantor karena merasa tidak mengalami cedera serius.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Reyhan dengan khawatir.
Tiara tersenyum lemah. "Aku tidak apa-apa, hanya lecet sedikit," jawabnya sambil memijat-mijat tangannya, mengusap luka kecil di sana.
"Tunggu sebentar!" Reyhan tiba-tiba pergi sebentar dan kembali dengan sebuah salep luka. "Ini," katanya sambil menyerahkan salep itu kepada Tiara.
"Apa ini?" tanya Tiara, sedikit bingung.
"Oleskan pada lukanya, nanti akan segera membaik," jawab Reyhan dengan tenang.
"Terima kasih!" Tiara merasa lega dan berterima kasih atas perhatian Reyhan.
Setelah sejenak berpikir, Tiara berinisiatif mendekati Reyhan. "Bisakah Anda tolong oleskan pada luka ku?" tanyanya sambil menyodorkan salep dan mendekatkan dirinya pada Reyhan.
Reyhan mundur ke belakang, terlihat agak kaget dan canggung. Ini membuat Tiara penasaran atas respon Reyhan yang tak terduga.
"Kenapa?" tanyanya, bingung.
"Maaf, tidak baik lawan jenis terlalu dekat seperti itu," jawab Reyhan, sambil menjaga jarak dengan sopan. Tiara memicingkan matanya, dan menerka-nerka. Lalu, ia mengambil kembali salep itu dan mulai mengoleskan sendiri pada lukanya.
Flashback...
"Bu Mira... bolehkah aku bertanya sesuatu? Bu Mira kan sudah lama bekerja di sini. Apakah Ibu tahu karyawan yang bernama Tina yang dulu pernah bekerja di sini?" tanya Tiara suatu hari.
Bu Mira terkejut mendengar pertanyaan itu. Wajahnya sedikit pucat. "Aku tidak tahu," jawabnya dengan penuh penyesalan karena telah membohongi Tiara. Padahal, sesungguhnya dia tahu tentang Tina.
Tiara merasa tidak puas dengan jawaban itu. "Apakah Ibu benar-benar tidak mengetahuinya?" tanyanya sekali lagi.
Bu Mira menghela napas dalam-dalam. "Memangnya kenapa kamu bertanya tentang dia?" tanyanya penasaran.
Tiara menunduk, suaranya bergetar. "Kak Tina itu kakakku, keluargaku satu-satunya. Tapi dia sudah meninggal."
Tiba-tiba, Bu Mira menarik Tiara menjauh dari keramaian dan berbicara dengan pelan-pelan. "Kamu tidak boleh membicarakan Tina lagi di sini. Kejadian itu adalah musibah yang sangat menggemparkan perusahaan ini dan banyak memakan korban. Sekarang kakakmu sudah tenang di sana, kamu harus mengikhlaskan-nya. Dan jangan mengungkit-ungkit lagi ya..." pinta Bu Mira dengan nada memohon.
Tiara menatap Bu Mira dengan mata berkaca-kaca. "Aku sudah menebaknya. Kakakku memang bukan bunuh diri, tapi dia dibunuh. Apakah Ibu tahu pembunuhnya?" tanya Tiara dengan suara yang tegas dan penuh emosi.
Bu Mira menggenggam tangan Tiara erat-erat. "Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa. Aku percaya kakakmu adalah perempuan baik-baik, dia tidak mungkin melakukan perbuatan tercela. Saat itu, Tina bercerita padaku kalau dia telah dinodai seseorang, tapi dia tidak mengatakan siapa orangnya."
Tiara mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah pin yang ditinggalkan kakaknya dan disimpan baik-baik. "Apakah Ibu tahu ini milik siapa?" tanyanya sambil menyodorkan pin tersebut.
Bu Mira mengamati pin itu dengan seksama. "Coba aku lihat," katanya sambil memeriksa pin tersebut. "Ini adalah pin dari keluarga terpandang dan ini keluaran edisi terbatas, biasanya kepemilikan khusus. Di sini sepertinya ada namanya."
Hening sejenak. Bu Mira membaca tulisan kecil di pin itu. "Reyhan, dalam bahasa Latin," lanjut Bu Mira.
Deg...
Tiara merasakan jantungnya berdetak kencang. "Jadi orang yang selama ini aku cari ada di depan mataku," katanya dengan emosi yang meluap.
Bu Mira mencoba menenangkan Tiara. "Tiara, kamu harus hati-hati. Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Reyhan mungkin memiliki pin ini, tapi kita tidak tahu bagaimana itu bisa sampai ke tangan kakakmu. Kamu harus berhati-hati dalam menyelidiki ini."
Tiara menatap Bu Mira dengan tekad yang bulat. "Aku tidak akan diam saja, Bu. Aku harus mencari tahu kebenarannya. Kakakku pantas mendapatkan keadilan."
Dengan perasaan campur aduk, Tiara meninggalkan Bu Mira, bertekad untuk mengungkap kebenaran di balik kematian kakaknya, meskipun itu berarti harus menghadapi orang-orang yang berkuasa dan berpengaruh. Di dalam hatinya, Tiara tahu bahwa perjalanan ini akan berbahaya, tapi dia tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap.
****
Jangan lupa kasih like, vote, favorit dan komen nya ya kak... Terima kasih atas dukungannya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Mommy Lingling
semangat iya kak💕
2023-04-16
1
𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡
Teriak tiga kali pahlawan super pasti akan datang menolong mu hehehe
2023-04-13
1
𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡
siapa itu wah ada penjahat ternyata
2023-04-13
1