15. Gelisah

Mayang mendatangi kediaman nyonya Nia dengan putranya Kiram. Nyonya Nia yang semula merasa lemas, tiba-tiba menjadi semangat untuk menyambut tamu istimewanya itu.

Saat itu, Firza yang tidak mengetahui kalau Mayang akan datang ke rumahnya karena Ibunya tidak bicarakan apapun padanya tentang kedatangan Mayang . Walaupun begitu, Firza sudah meminta pelayannya untuk menurunkan foto keluarga agar Mayang tidak mengetahui bahwa ia adalah putranya nyonya Nia.

Firza lupa kalau putranya Kiram sudah mengetahui siapa dirinya bagi nyonya Nia. Siang itu nyonya Nia memasak makanan kesukaan Mayang dan Kiram walaupun bukan ia yang memasak namun semua racikan bumbu, nyonya Nia sendiri yang menakarnya.

"Makanlah yang banyak Kiram, supaya kamu cepat besar dan Oma ingin melihat kamu tumbuh menjadi pemuda yang gagah seperti putra Oma." Ucap Nyonya Mayang membuat Kiram tersedak.

Uhuk ...uhuk ..uhuk ..

Mayang segera memberikan air untuk putranya." Pelan-pelan makannya sayang, jangan buru-buru seperti itu!" Mayang mengingatkan putranya sambil mengusap punggung Kiram dengan lembut.

"Apakah putra nyonya Kiram sedang bekerja?" Tanya Mayang sekedar basa-basi.

"Sebenarnya putra ibu Fir...-"

"Bunda ...! Bukankah hari ini bunda ada janji dengan paman Reza." Sela Kiram untuk menghentikan nyonya Nia menyebutkan nama ayahnya pada bundanya.

"Iya sayang...! Nanti saja kita ketemu sama paman Reza setelah makan siang. Lagi pula bunda masih kangen sama Oma kamu." Ucap Mayang.

Nyonya mengernyitkan dahinya ketika Kiram menyebutkan nama seseorang yang tidak familiar di kuping nyonya Nia." Memangnya siapa Reza, Mayang?"

"Itu nyonya...! Saat saya menghadapi ka...-"

"Bunda...! Kiram sakit perut."

Lagi-lagi Kiram menghalangi ibunya untuk menceritakan kasus pembunuhan itu.

"Maaf Nyonya, di mana toiletnya? " Tanya Mayang yang ingin mengantar Kiram ke toilet.

"Silahkan ikut saya, nona!" Ucap pelayan Mimi.

Kiram menarik tangan ibunya untuk masuk ke kamar mandi bersamanya. Iapun menasehati ibunya layak seorang dewasa." Bunda...! Bukankah Oma Nia saat ini kesehatannya kurang bagus? Kenapa bunda tega menceritakan tentang kasus pembunuhan itu kepada Oma Nia? Nanti kalau Oma Nia kena serangan jantung bagaimana? Bisa-bisa bunda di salahkan oleh putranya." Ucap Kiram yang tidak merasa sakit perut.

Putranya Mayang ini hanya ingin bicara berdua saja pada ibunya." Astaga baby! Hampir saja bunda keceplosan. Terimakasih sudah mengingatkan Bunda, sayang. Putra bunda sangat cerdas." Ucap Mayang bangga.

Keduanya kembali lagi ke tempat mereka di meja makan karena masih ada makanan penutup.

"Apakah sudah lebih baik sayang?" Tanya nyonya Nia.

"Sudah Oma. Rasanya sudah lega," Kiram melirik ibunya yang hanya bisa menggelengkan kepalanya karena kehebatan putranya yang pintar bersandiwara.

Keduanya kembali terlibat obrolan biasa. Kali ini, Mayang menceritakan tentang berkas lamarannya yang di kirim ke beberapa rumah sakit yang ada di sekitar Jakarta Selatan.

"Lebih baik kamu bekerja di rumah sakit keluarganya ibu. Ibu akan merekomendasikan kamu pada keponakan ibu." Ucap Nyonya Nia tapi di tolak oleh Mayang.

"Saya ingin berusaha sendiri dengan kemampuan saya nyonya, saya tidak butuh koneksi dari nyonya karena akan menimbulkan masalah belakangan nantinya.

Saya mau rumah sakit itu menerima saya sesuai dengan kompetensi yang saya miliki. Dengan begitu saya bisa bekerja dengan tenang tanpa ada bulian dari rekan kerja saya nantinya." Ucap Mayang memberi alasan.

"Baiklah. Ibu senang dengan kemandirian dan rasa percaya dirimu itu. Semoga Allah memudahkan ikhtiar dan harapan mu untuk bekerja di rumah sakit yang kamu sukai." Ucap nyonya Nia.

"Aaamiin. Terimakasih atas dukungannya nyonya. Kalau begitu kami permisi dulu, nyonya." Ucap Mayang langsung pamit pada Nyonya Nia karena ia saat ini sedang mencari rumah yang akan ia beli.

"Kiram. Bagaimana kalau malam ini kamu menginap di rumah Oma. Oma masih merindukan kamu. Mau ya sayang." Pinta nyonya Nia.

Kiram mendongakkan wajahnya menatap ibunya." Apakah Kiram mau nginap di rumah Oma? Bunda tidak apa kalau Kiram mau menginap di sini." Ucap Mayang.

"Tapi, besok bunda harus jemput lagi Kiram di sini." Pinta Kiram.

"Iya sayang. Bunda janji." Mayang mengecup pipi putranya dan juga nyonya Nia. Ia segera menuju ke taksi yang sudah menjemputnya.

Oma dan cucu itu melambaikan tangan mereka saat taksi itu bergerak meninggalkan kediaman nyonya Nia.

Sementara itu, Firza yang sedari tadi menghubungi Mayang belum juga tersambung dengan gadis itu. Entah mengapa ia tidak berhenti gelisah dan ingin slalu bersama dengan wanitanya yang sudah membuat ia tidak bisa berpikir secara rasional.

Mayang yang baru mengambil ponselnya dari dalam tasnya dan melihat banyak sekali panggilan masuk dari Firza. Ia memang sengaja menyetel silent ponselnya agar bisa fokus melepaskan kerinduannya bersama dengan nyonya Nia.

"Ada apa Firza menghubungi aku sebanyak ini? Apakah ada hal yang sangat penting?" Tanya Mayang namun tidak ingin menghubungi balik Firza.

Walaupun hatinya tidak menepis perasaan sukanya pada Firza, namun harga dirinya terlalu tinggi untuk mudah takluk pada rayuan Firza padanya.

Baginya ciuman Firza semalam bukan suatu hal yang besar. Ia tetap mempertahankan egonya untuk menjadi wanita kuat dan mandiri tanpa bantuan seorang Firza.

Tidak lama kemudian Firza menghubungi kembali Mayang yang masih berada di dalam taksi menuju kantor pemasaran untuk melihat unit rumah yang akan ia beli.

Dreeett....

Mayang mengangkat panggilan Firza sambil merotasi mata malas." Kenapa orang ini selalu saja menganggu ku?" Batin Mayang sambil menyapa Firza.

"Kamu di mana Mayang?"

"Di pikiranmu?" Ujar Mayang dengan nada datar tapi berhasil membuat Firza tersenyum.

"Jawablah serius sayang!"

Gaya Firza seperti seorang kekasih bagi Mayang yang terlihat cuek tanpa menangapi panggilan sayang Firza padanya.

"Mayang ...!" Ulang Firza menekan perkataannya.

"Aku sedang menuju kantor pemasaran."

"Apakah kamu ingin membeli rumah?"'

"Hmm!"

"Baiklah kita ketemu di sana. Aku akan mendampingimu untuk melihat rumah yang bagus." Ucap Firza antusias.

"Tapi aku ingin sendiri."

"Apakah kamu masih ingat dengan ancaman ku semalam sayang?"

"Terserah!" Mayang mematikan ponselnya.

"Tenyata dia masih saja keras kepala dari dulu. Apakah dia kira dirinya kuat apa tanpa seorang laki-laki?" Sungut Firza sambil menambah kecepatannya untuk tiba lebih cepat ke lokasi.

Firza melihat Mayang baru turun dari taksi. Iapun segera membuka kaca jendela mobilnya sambil membunyikan klakson menegur Mayang yang hanya menatapnya cuek dari balik kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.

Firza memarkirkan mobilnya dan langsung turun menyusul Mayang yang sudah masuk ke dalam kantor pemasaran. Keduanya duduk dihadapan seorang staff yang menyambut kedatangan keduanya dengan santun.

"Apakah kalian berdua pengantin baru?" Tanya nona Indah namun jawaban keduanya tidak sinkron.

"Tidak..!" Ujar Mayang.

"Kami sudah lama menikah dan memiliki satu putra." Ucap Firza sambil mengambil tangan Mayang lalu dibawa tangan lembut itu di genggamnya dan di letakkan di atas pangkuannya.

Nona Indah sedikit bingung dengan jawaban keduanya dan sesaat kemudian ia mulai menjelaskan beberapa unit rumah sesuai dengan luas tanah dan fasilitas apa saja yang terdapat di dalam rumah itu pada pasangan ini.

Terpopuler

Comments

Muripah Ajha

Muripah Ajha

keren thor tulisanmu👍

2023-03-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!