Malam Pertama...?

Aku berjalan dengan langkah cepat menyusuri jalan setapak menuju kantor, pipiku terbakar karena malu. Dari semua pria yang ada di dunia, Ramana Lingga adalah orang terakhir yang ingin kutemui lagi. Meskipun pria itu juga orang yang paling ingin kujumpai.

Ram. Dia masih pria tampan paling kasar yang pernah kukenal. Aku pernah berharap seandainya bertemu dengan pria itu lagi, aku tidak akan merasakan apa pun lagi, membuktikan bahwa aku sudah benar-benar melupakannya. Tapi jelas itu sekadar harapan semata. Karena faktanya, melihat pria itu tetap memberikan pengaruh aneh yang tak bisa kutepis dan tak bisa kumengerti. Bahkan selama ini, ketika aku melihat sosok yang mirip dengannya, jantungku selalu berdetak tak karuan menyangka bahwa itu benar-benar dirinya.

Dulu, beberapa minggu pertama setelah kami berpisah, aku tidur dengan mengenakan kaus tua pria itu. Aku tidak pernah mencucinya karena baunya sudah seperti Ram, mengingatkan aku kepadanya. Lalu setelah beberapa bulan berlalu dan pria itu tidak pernah menemuiku atau sekadar meneleponku, aku membakar semua surat, foto, dan hadiah yang pernah pria itu berikan kecuali satu. Tetapi rasa sakit itu masih ada, dan sekarang, setelah melihat pria itu lagi, aku tahu perasaan itu tidak akan hilang, karena bagaimanapun, kusadari aku masih mencintai pria itu. Dan sekarang rasanya niatku menjadi samar, aku ingin bertemu dengannya untuk suatu keikhlasan: barangkali setelah itu aku tidak akan merasakan lagi rasa sakit yang dulu ia berikan, aku tidak akan lagi terbayang-bayang sosok dirinya dalam benakku, dan, barangkali juga kelak aku akan menemukan belahan jiwaku yang akan hidup bersamaku, bukan mati setelah menikahiku.

Tidak. Jangan bersikap seperti orang yang putus asa, Purna. Itu tadi wajar. Situasi wajar di mana mantan kekasih bertemu kembali setelah bertahun-tahun berpisah. Barangkali setelah ini, kau bisa bertemu Ram dengan situasi yang lebih baik. Oke? Santai....

Tapi sekarang perutku lapar, sampai berbunyi keras, mengingatkanku bahwa aku belum makan apa pun sejak sarapan tadi pagi. Sembari memeriksa jadwal yang tertempel di luar kantor, aku melihat bahwa hidangan makan malam disajikan dari pukul 17.30 sampai 19.00. Jika bergegas, aku masih sempat makan.

Dan mengapa aku harus pergi? Aku berpikir saat berjalan ke pondok. Aku tidak ingin Ram berpendapat bahwa dirinya telah membuatku ketakutan. Aku selalu ingin mengunjungi peternakan. Ingin memancing dan berkuda. Dan sekarang aku berada di sini. Dan aku akan tinggal. Masa bodoh dengan apa pun yang Ram pikirkan.

Ruang makan itu luas dan persegi. Sebuah perapian besar memenuhi hampir satu sisi dinding, sebuah tanduk rusa besar tergantung di atasnya. Dua meja kayu panjang, masing-masing dengan kursi yang cukup untuk 24 orang, terletak di tengah-tengah ruangan. Setengah lusin meja persegi berderet di dinding. Beberapa orang masih duduk di salah satu meja panjang, berbicara dan tertawa dengan obrolan mereka.

Merasa sedikit malu, aku mengambil tempat duduk di meja yang lebih kecil di samping jendela. Beberapa saat kemudian, Bibi El, yang berbicara denganku di kantor terburu-buru memasuki ruangan. Wanita itu tinggi dan kurus, rambut hitamnya yang tebal mulai dihiasi helai-helai kelabu.

"Hai, Nona Cantik," ia menyapaku seraya tersenyum, "apa yang kamu lakukan di sini sendirian? Ayo, kemari dan berkenalan dengan yang lain."

Aku menggeleng dengan sedikit senyuman. "Maaf, saya rasa tidak, kalau Anda tidak keberatan," sahutku. Aku tidak sedang dalam suasana hati untuk berbasa-basi, atau menjelaskan mengapa aku berada di sini sendirian.

Bibi El mengerutkan dahi, lalu tersenyum. "Baiklah. Kami menyajikan ayam malam ini. Saya akan meminta orang dapur untuk membawakan sepiring. Nona mau minum apa?"

"Susu cokelat?"

Bibi El menepuk-nepuk bahuku. "Saya perlu memeriksa sesuatu di kantor, tapi Eis ada di dapur. Dia akan menolongmu. Kalau ada sesuatu yang kamu butuhkan, minta saja."

Aku mengangguk. "Terima kasih, Bi."

Bibi El tersenyum kepadaku. Wanita itu singgah sebentar untuk menyapa pengunjung lain lalu menghilang di dapur.

Tidak lama kemudian, wanita yang kuperkirakan usianya sebaya denganku atau paling tidak sedikit tua dariku, mengenakan celemek berwarna biru-putih membawakanku sepiring penuh ayam goreng, kentang pure, sebonggol jagung, biskuit berlapis yang masih hangat, dan segelas tinggi susu.

"Saya Eis," kata wanita itu. "Kalau Nona ingin hidangan penutup, teriak saja."

Aku mengangguk. "Terima kasih, Teh."

"Malam ini akan ada pertunjukan seni tari," wanita itu memberitahuku sembari berbalik ke dapur. "Jangan sampai Nona melewatkannya."

Seraya mengangguk, aku menatap makanan yang ada di piringku. Pikiranku kembali dipenuhi bayangan akan kekacauan hari ini, pada kebodohanku yang membiarkan Tuan Hartawan yang mengambil keputusan atas hidupku. Bahkan tentang pernikahan itu, hari dan tanggalnya, memilih gereja, memutuskan tempat kami mengadakan acara resepsi, serta ke mana kami akan berbulan madu. Dan yang paling parah, pria itu telah meyakinkanku bahwa kami berdua memiliki kecocokan ingin mengadakan pernikahan besar-besaran, resepsi besar-besaran, dan bulan madu di Makassar padahal dia ada pekerjaan yang ia anggap penting di sana. Dia tidak menghiraukanku yang menginginkan pernikahan sederhana mengingat statusku sebagai janda yang tentu saja sudah sangat malu mesti menikah lagi untuk yang ke-empat kalinya.

Aku marah sekali, memikirkan bagaimana pria itu telah memanipulasi diriku. Bagaimana aku membiarkannya begitu saja? Aku wanita cerdas. Aku menyandang gelar sarjana dan mempunyai pendapat sendiri, tetapi Tuan Hartawan Agung Sentosa telah memasuki kehidupanku dan mengambil alih seolah pria itu memang berhak melakukannya. Dan aku telah membiarkannya. Tidak lagi! Aku sudah muak dengan pria-pria macho yang arogan. Mungkin aku muak dengan semua pria. Stella, bibiku, tampak sangat bahagia hidup seorang diri bersama delapan ekor kucing, sepasang anjing, dan sepasang burung kakatua.

Sekarang aku malah tertawa sendiri sembari mengunyah kentang. Yah, mungkin aku belum siap menjadi pertapa yang dikelilingi hewan-hewan peliharaan. Tapi perlu waktu lama bagiku sebelum melirik laki-laki lain kecuali dia punya suara seksi, mata yang seksi, senyum menawan, dan tubuh bak para dewa Yunani. Serta rambut keren yang agak-agak panjang seperti...

Aku menyingkirkan bayangan dan nama pria itu dari benakku. Memang begini sulitnya, aku tidak bisa konsisten pada sumpahku yang tak akan memikirkan pria itu lagi, aku masih saja memikirkannya, bahkan seringkali aku seperti melihat pria itu di mana-mana.

"Lupakan!" gumamku. "Jangan mengingat-ingat dia terus. Jangan, Purna...."

Aku menyingkirkan bayangan itu dan berkonsentrasi pada makanan yang ada di piringku. Aku tidak akan bisa makan sama sekali, pikirku seraya menyuap kembali sesendok kentang pure. Tetapi aku menghabiskannya. Ayamnya begitu lembut dan berbumbu, kentang dan jagungnya lezat. Biskuitnya lumer di dalam mulutku.

Ternyata aku kelaparan. Ups!

Aku sedang memikirkan apa yang harus kulakukan dengan piring-piringku saat pengurus dapur menghampiri mejaku. "Nona ingin hidangan penutup?"

Aku menggeleng. "Tidak, terima kasih. Emm... piring-piringnya...?"

"Tinggalkan saja. Itu tugasku."

Aku tersenyum. "Terima kasih, Teh. Saya permisi."

Berjalan kembali ke pondok yang kutempati, langkahku terhenti saat berpapasan dengan pria itu lagi. Kami sama-sama terdiam untuk sesaat. Kemudian...

"Ini malam yang sempurna untuk pasangan pengantin baru. Semoga malam pertama kalian mengesankan."

Oh Tuhan, aku nyaris terbahak mendengarnya. Biar besok pagi kutunjukkan padanya betapa puasnya pengantin ini melewati malam pertama!

Well, Baby... wait and see. Kau masih sepeduli itu padaku.

Terpopuler

Comments

Deliana

Deliana

cinta pertama memang susah utk dilupakan...

2023-03-07

1

Reni

Reni

Mulut boleh berkata tidak, tp hati tdk bisa berbohong purna 😁

2023-02-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!