Pelarianku

Aku nyaris tersandung ujung rok gaunku saat melepaskan diri dari genggaman Tuan Hartawan, lalu berbalik dan berlari menyusuri lorong secepat yang bisa dilakukan sepatu bertumit tinggiku, sementara kerudung berkibar di belakang kepalaku. Bagaimana aku bisa membiarkan uang Tuan Hartawan, perlakuan mesra pria itu, dan cincin kawin bermata besar, menyingkirkan keraguan dan mempengaruhi keputusanku? Bagaimana aku bisa berpendapat akan menemukan kebahagiaan bersama Tuan Hartawan jika pernikahan ini lebih demi kebahagiaan ayahku daripada diriku sendiri?

Aku berlari cepat, pandanganku kabur karena air mata, isakan mengganjal di tenggorokan saat aku berbelok di pojokan, mendorong pintu ganda besar, dan bergegas menuruni tangga menuju mobil pengantin yang sedang menunggu.

Sang pengemudi membukakan pintu belakang untukku. Seraya memegangi kerudung dengan satu tangan, aku membungkuk masuk ke kursi belakang.

"Jalan!" perintahku. "Sekarang. Jalan. Cepat!"

Sang pengemudi mengangguk, seolah mempelai wanita yang melarikan diri adalah kejadian biasa dalam pekerjaannya. Meluncur ke balik kemudi, pria itu memasukkan kunci kontak bersamaan dengan keluargaku dan undangan pesta pernikahan menghambur ke luar. Tuan Hartawan tidak mungkin beranjak dari tempatnya dalam situasi memalukan seperti ini hanya demi menahan dan menghalangi wanita yang mempermalukan dirinya. Dia akan tetap diam di tempat, bersikap tenang di depan semua orang ataupun di depan kamera, sampai waktunya ia mesti pergi -- tetap dalam ketenangan. Dia bisa bersikap begitu sebab ia tipikal orang yang akan selalu menjaga reputasi diri. Dan itu bagus. Suatu keberuntungan bagiku karena aku bisa pergi meninggalkan pernikahan ini.

"Ke mana?" tanya sang pengemudi.

"Entahlah." Aku bersandar di kursi kulit yang sangat lembut. "Jalan saja."

"Ya, Ma'am," ujar sang pengemudi seraya mengemudikan mobil pengantin itu ke jalan.

Aku menatap ke luar jendela, melihat pemandangan yang melintas dengan air mata yang mengaburkan pandangan. Ke mana mempelai wanita yang melarikan diri ini akan pergi? Di mana ia bisa bersembunyi dan tidak ada seorang pun yang bisa menemukannya? Tempat ia tidak harus menjelaskan apa yang telah ia lakukan atau mengapa? Suatu tempat tidak seorang pun yang mengenalnya. Aku butuh tempat seperti itu. Tapi, apakah ada tempat seperti itu untuk kudatangi? Di mana? Ke mana aku mesti pergi?

Ada. Tentu saja ada. Aku pasti akan menemukannya.

Dan akhirnya, mobil pengantin ini telah membawaku berkendara selama beberapa jam saat aku melihat papan iklan di tepi jalan. Seraya mencondongkan tubuh ke depan, aku membaca:

...D'Ranch Lembang: 15 mil lagi...

...Berburu. Memancing. Berkuda....

...Pondok dengan atau tanpa fasilitas memasak....

...Tersedia per hari, per minggu, atau bulanan....

...Harga terjangkau....

D'Ranch. Hanya membaca kata-kata itu mengirimkan getaran semangat yang tidak aku inginkan mengalir di sekujur tubuhku.

Aku memejamkan mata, bertanya-tanya apakah pergi ke sana adalah tindakan yang bijaksana. Aku tahu tidak akan ada satu pun anggota keluargaku yang akan mencariku ke sana, meski selalu ada kemungkinan pria itu akan muncul di sana. Selama delapan tahun terakhir, setiap kali aku melihat pria jangkung berbahu lebar dengan rambut cokelat panjang, jantungku akan berdetak lebih cepat penuh antisipasi.

Aku berharap pria itu akan berada di sana. Melihat pria itu lagi mungkin merupakan hal yang baik, putusku seraya menghapus air mata terakhir dari mataku. Mungkin bertemu muka dengan pria itu lagi bisa menyingkirkan pria itu lagi dan selamanya dari hatiku.

Dan benar saja, dia ada di sana. Ramana Lingga. Dia pasti mengumpat saat sebuah mobil pengantin berhenti di depan kantor peternakan. Dia pasti berpikir bibinya sedang menanti seorang pemuda yang sangat kaya. Jelas dia berpikir seperti itu. Aku melihat dia menggeleng-gelengkan kepala. Dan, oh, jantungku... aku merasakannya mulai tak terkendali. Debarannya... sungguh, rasanya... membuat sarafku melemah. Bagaimana sekarang aku bisa berhadapan dengannya?

Tidak. Tidak, Purnama. Kau mesti pura-pura tidak tahu jika dia ada di sana. Pura-puralah kau tidak melihatnya. Yah, itu yang harus kau lakukan. Atau jika tidak, dia akan tahu jika kehadirannya masih sangat mempengaruhi dirimu, juga perasaanmu. Itu tidak boleh terjadi. Oke, santai dan tenang....

Sang pengemudi mobil keluar, merapikan jasnya, dan membuka pintu belakang. Dan, hah! Tidak hanya aku yang bereaksi aneh. Jelas kusadari pria itu nyaris terjungkal dari tangga saat melihatku yang mengenakan gaun pengantin putih melangkah keluar dari mobil. Kemudian dari kaca mobil jelas aku bisa melihat, di belakangku, pria itu tidak bisa menahan diri untuk tidak menatapku. Kurasa dia pun tidak lupa padaku. Pada rambut hitam panjangku yang dulu sering ia belai dengan sayang. Pada kulit bersih yang indah yang... yang pada masa nakal itu ia puja dengan cumbuannya. Ya Tuhan, aku bahkan masih ingat bagaimana ia memandangku dengan takjub pada lekuk-lakuk tubuhku di bagian-bagian yang tepat, dan pinggang yang katanya begitu ramping sehingga ia bisa mengukurnya dengan jengkal tangannya. Tempat ia merangkulkan kedua tangannya dengan begitu pas. Dalam jarak sejauh ini, aku tidak bisa melihat mata pria itu, tapi aku tahu mata pria itu masih setajam elang. Mata hitam pekat yang kukagumi, yang sama hitamnya dengan warna mataku. Yang kurindukan....

Huh! Sudah delapan tahun ini aku tidak melihat pria itu, tapi selama itu pula aku terus dihantui bayangan pria itu, selalu teringat di dalam benak dan hatiku. Pria itu selalu mempesona. Jika aku juga demikian baginya, ia pasti tengah mengumpat sekarang, cemburu pada pria yang ia pikir sangat beruntung telah menikahiku dan membawaku bulan madu ke tempat ini. Dia masih berdiri di sana pasti untuk menunggu, ingin melihat seperti apa pria pilihanku.

Pria yang konyol. Setelah aku berbicara kepada sang pengemudi lalu mengangkat rok gaunku agar tidak menyentuh tanah saat aku berjalan menuju kantor itu sementara kerudungku berkibar-kibar pelan tertiup angin, pria itu cepat-cepat membalikkan badan, berpura-pura mengamati pengumuman yang tertempel di papan pengumuman. Dia konyol sekali, dan dalam hati ia pasti bertanya-tanya, apa yang sedang mantan kekasihnya ini lakukan di tempat ini, dan bagaimana ia bisa menghindar? Dan ia juga pasti bertanya-tanya di mana mempelai prianya? Ia tidak akan bisa melihat apa pun atau siapa pun di balik jendela gelap itu. Aku terkikik geli memikirkannya.

Well, bel di atas pintu berdenting pelan saat aku membuka pintu dan melangkah masuk. Sementara di sisi lain pria itu tentulah menyuruh dirinya sendiri pergi dari sana sebelum aku keluar lagi, meski pada akhirnya aku yakin ia tidak akan bergerak. Dia hanya akan tetap berdiri di sana layaknya seorang murid kutu buku yang berharap bisa melihat sekilas ratu pesta berdansa.

Dan aku benar lagi. Saat aku keluar dari kantor beberapa saat kemudian, dari sudut mataku, dia melihatku ketika aku menuruni tangga, berbicara kepada sang pengemudi, yang berbalik menuju bagian belakang mobil, membuka pintu bagasi, lalu mengangkat koper kecil dan sebuah tas tangan berwarna hitam. Ia menyerahkan kedua benda itu kepadaku, tersenyum, lalu masuk kembali ke balik kemudi, dan pergi. Persis di saat itu aku menyadari perasaanku bertambah tak karu-karuan. Rasa berdebar ada karena pria itu ada di sini, rasa ingin tertawa karena geli pada tingkah dan rasa penasarannya juga ada, tetapi perasaan sedih tentu juga ada. Aku berdiri di sana sejenak, menatap kepergian mobil pengantin itu dengan hati nelangsa, lalu berjalan menyeberangi halaman dan kembali masuk kantor.

Tidak ada mempelai pria? Bagaimana reaksi Ram sekarang?

Ah, semua yang kupikirkan itu barangkali hanya ada dalam pikiranku saja. Lupakan itu, Purna. Lupakan....

Sembari menggeleng-geleng, aku menyingkirkan pria itu dari benakku dan pergi menuju pondok sewaanku.

Tapi tak bisa kupungkiri, aku merindukan pria itu. Apakah dia masih sendiri? Jika iya....

Tidak, Purna. Tidak ada cinta untukmu, atau pria itu akan mati dengan tragis.

Terpopuler

Comments

Deliana

Deliana

knpa emang ny dgn purnama,,? knpa stiap dia nikah laki2ny mati,, apa dibunuh papa ny...?

2023-03-06

1

Reni

Reni

ada apa dimasa lalu, kenapa bisa sampe putus?

2023-02-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!