Bab 2. Amanda Putri

Amanda Putri atau yang akrab dipanggil Ami, sedang berada di serambi depan rumahnya berdiri mengawasi adik-adiknya yang sedang bermain.

Ia bersantai sejenak ketika tiba-tiba pak Jamal, petugas pos keliling di desanya itu datang dengan sepeda motor tuanya memasuki pekarangan rumahnya. Seperti biasa, lelaki paruh baya yang masih terlihat sehat itu datang mengantarkan surat untuknya.

“Biasa, Neng. Saya hanya menjalankan tugas, barusan tadi ada titipan surat dari sekolahan.” Ucap pak Jamal mematikan mesin motornya, lalu melangkah turun dan bergegas menaiki anak tangga rumah Ami.

Pak Jamal lalu menyerahkan beberapa lembar amplop surat ke tangan Ami yang langsung menyimpannya ke atas meja. Ami menghela napas, dari tulisan di pojok atas surat itu Ami sudah bisa menebak kalau isi surat itu adalah tagihan uang sekolah adik-adiknya.

“Iya, Pak Jamal. Terima kasih, Saya mengerti kok.” Jawab Ami sambil tersenyum.

“Ya sudah, Neng. Kalau begitu Bapak pamit dulu,” kata pak Jamal balik badan, berjalan menuruni anak tangga.

“Pak Jamal, mampir dulu. Kami baru saja panen singkong dari kebun belakang rumah, alhamdulillah hasilnya lumayan banyak.”

“Terima kasih, Neng. Bapak buru-buru, masih ada tugas dari pak RT lagi.” Tolak pak Jamal.

“Tunggu sebentar saja, Pak. Gak lama, kok. Titip buat ibu di rumah,” cegah Ami, menahan pak Jamal untuk menunggu sebentar saja. Pak Jamal menurut, ia menunggu di dekat motornya.

“Kebetulan ada Rivan datang,” ujar Ami menatap senang kedatangan adik lelakinya itu. “Van, tolong ambilkan bungkusan plastik di atas meja dapur. Bawa ke sini ya, kasih sama pak Jamal.”

Rivan, bocah lelaki berumur delapan tahun yang baru saja datang bermain di luar rumah bergegas masuk ke dalam rumah. “Kak Ami, bungkusan plastik hitam ini bukan sih?” teriak Rivan dari dapur rumah.

“Iya, ada dua kan. Bawa saja semua keluar,” sahut Ami setengah berteriak.

“Oke.”

Rivan keluar dengan menenteng plastik berisi singkong mentah di tangan kirinya, satu kantong plastik lagi ia bawa dengan cara menggigit talinya.

“Ish, kok gitu bawanya.” Ami mengambil bungkusan plastik berisi daun singkong dari mulut Rivan, yang langsung berlari turun menyerahkan kantong plastik di tangannya pada pak Jamal.

“Terima kasih, anak ganteng.” Pak Jamal mengacak rambut kepala Rivan, yang tersenyum mendengarnya.

“Sama-sama Pak,” jawab Rivan lalu berbalik menghadap Ami yang berjalan mendekat. “Kak Ami, Rivan mau jemput Rio di lapangan,” pamitnya, dan tanpa menunggu jawaban dari Ami ia langsung mengambil sepedanya yang berada di kolong rumah dan mengayuhnya cepat.

“Hati-hati!” teriak Ami mengingatkan. Ia lalu menyerahkan bungkusan plastik di tangannya pada pak Jamal. “Ini Pak, lumayan buat lalapan di rumah.”

Pak Jamal terkekeh melihat tingkah Rivan, ia pun segera berpamitan dan tak lupa mengucap terima kasih sekali lagi pada Ami. Ia pun menghidupkan kembali mesin motornya dan berlalu dari sana.

Ami membolak-balik surat di atas meja, membaca satu-persatu nama pengirimnya.

Bagi Ami, tak mengapa ia harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan adik-adiknya. Ia juga tidak pernah mengeluh bila setiap hari harus disibukkan dengan mengurus dua orang tua jompo yang tinggal bersamanya.

Ia juga sangat mengerti bagaimana setiap bulan pihak sekolah selalu mengirim surat pemberitahuan yang menjelaskan dengan sangat sopan bahwa ia lagi-lagi telat membayar uang bulanan sekolah adik-adiknya. Ia menerimanya dengan tetap tersenyum dan bersabar menghadapi semuanya. Tapi tidak dengan surat yang satu ini.

Surat berlogo nama perusahaan Terrajaya Corp, yang isinya meminta kesediaan dirinya sebagai pemilik lahan untuk datang dan bersedia memenuhi undangan dari pihak perusahaan terkait masalah ganti rugi rumah dan lahan yang selama ini ditempatinya.

“Surat dari siapa, Kak?” Rumi adik perempuannya yang paling besar berusia dua belas tahun, muncul dari dalam rumah dengan membawa sepiring rebusan singkong yang masih mengepulkan uap dan semangkuk kecil gula. Ia duduk di sebelah Ami, menjulurkan lehernya berusaha melihat surat yang sedang dibaca Ami.

“Hanya surat biasa saja, dari sekolah.” Sahut Ami melipat surat itu kembali dan memasukkannya ke dalam amplop. Ia masukkan ke dalam kantong bajunya yang lebar, lalu mencomot singkong yang masih panas dan mencocolnya ke mangkuk gula.

“Kemarin siang pas Kakak lagi di kerjaan, ada pak RT datang bersama dua orang laki-laki. Katanya sih orang dari perusahaan yang mau beli lahan rumah kita ini, Kak. Mereka cari pemilik rumah, tapi Rumi bilang kalau Kakak lagi kerja. Katanya sih nanti malam selepas isya mau ke sini lagi,” cerita Rumi yang kontan membuat Ami terkejut.

“Uhuk!” Ami tersedak, ia berlari masuk ke dalam rumah dan dengan cepat menyambar botol minuman berisi air putih dan menegaknya dengan tergesa. Ami menepuk dadanya yang menyesak tiba-tiba.

“Kakak kenapa?” tanya Rumi cemas, wajah Ami terlihat tegang.

“Rumi kenapa baru cerita sama Kakak soal ini?” Ami balik bertanya, mengusap mulutnya dengan punggung tangannya. Ia berjalan ke luar dan duduk kembali di kursinya lagi.

“Maaf, Rumi lupa Ka.” Sesal Rumi tidak menyangka kalau berita yang baru saja diutarakannya itu ternyata membuat kakaknya menjadi tegang.

Ami mencoba tersenyum, meski ia tidak yakin kalau hal itu bisa membuat Rumi adiknya tenang. “Ya sudah, nanti malam setelah adik-adikmu selesai belajar ajak mereka segera beristirahat. Biar kalau pak RT dan temannya itu datang, mereka sudah pada tidur.”

“Iya Ka.”

Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bocah lelaki dari samping rumah. Rio turun dari boncengan sepeda Rivan, hanya mengenakan kaus oblong warna putih yang sudah lusuh dan tanpa alas kaki. Celana pendeknya kotor penuh noda lumpur, di sebelahnya Rivan berjalan sambil menenteng sebelah sandal jepit yang sudah putus talinya.

“Rio kenapa menangis, sayang?” tanya Ami bergegas menyambut Rio. Berjongkok di hadapannya dan memeluk bocah lelaki yang masih berusia enam tahun itu. Tak dipedulikannya bajunya yang ikut kotor karena memeluk tubuh Rio yang terkena lumpur.

“Tadi Rio coba belajar naik sepeda, eh jatuh terus masuk parit. Sandalnya hilang cuman ketemu satu, nih putus pula talinya.” Rivan menunjukkan sandal jepit di tangannya pada Ami.

“Ish, Rivan. Ngapain coba sandal putus dibawa pulang segala, cuman satu pula!” sela Rumi.

“Kan buat bukti, jadi kalau Kak Ami tanya Rivan bisa tunjukkan sandalnya.” Balas Rivan dengan wajah polosnya.

Ami menghela napas, “Sudah-sudah, sekarang Rivan cepat mandi dan ganti bajunya. Sandalnya dibuang saja. Percuma kan gak bisa dipakai juga.”

“Jangan dibuang, Ka. Kan bisa dipakai buat rem kaki sepeda Rivan,” jawabnya seraya menyembunyikan sandal ke belakang punggungnya.

“Ish, Rivan. Sudah buruan mandi sana. Mana sandalnya, sini Rumi buang!”

“Gak!” Rivan berkelit, berlari menuju kamar mandi di belakang rumah sambil meleletkan lidahnya pada Rumi.

“Rumi!” panggil Ami, membuat gadis kecil itu menoleh padanya. “Rumi bantu bersihin badan Rio, ya. Dan ingat pesan Kak Ami tadi, ajak adikmu makan, belajar, terus istirahat tidur.” Perintah Ami pada Rumi yang langsung diangguki Rumi.

“Rio badannya ada yang sakit gak jatuh dari sepeda tadi?” tanya Ami, yang dijawab dengan gelengan kepala Rio. Ia lalu memperlihatkan telapak tangannya, ada luka kecil seperti sebuah titik yang memerah. “Sakit gak?” tanya Ami lagi.

Ami meniup-niup telapak tangan Rio, dan sekali lagi bocah lelaki itu menggelengkan kepalanya. Tangisnya sudah mereda, meski di pipinya masih ada sisa air mata.

“Sekarang, Rio ikut kak Rumi ya. Mandi terus maem.”

Rio mengangguk dan memeluk leher Ami, lalu mencium pipinya. “Rio sayang Kakak Ami,” ucapnya berbisik di telinga Ami.

Ami memejamkan matanya, rasa haru menyeruak dalam dadanya. “Kakak juga sayang sama Rio.”

“Yuk, kita mandi.” Ajak rumi lalu menggandeng tangan Rio.

Ami bangkit berdiri, menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Sudah sore, ia harus segera membantu menyiapkan keperluan mandi dan makan nenek Ana dan nenek Mira sebelum mempersiapkan diri menyambut kedatangan tamunya.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Shanty

Shanty

Ami ini kakak seksligus ibu buat adek adeknya

2023-02-21

1

Wendy putri

Wendy putri

😂😂😂😂

2023-02-21

1

Dewi tanjung

Dewi tanjung

🤗🤗🤗

2023-02-21

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!