Ketika Istri Kuh Berubah
Alan meletakkan handuk yang baru saja dipakainya dengan sembarang, tapi Rima hanya diam seraya mengambil handuk itu. Tak seperti biasanya yang mengoceh panjang seperti kereta api.
"Aku tidak akan sarapan di rumah," ucap Alan. Rima hanya mengangguk tanpa sepatah kata.
Lagi ... Alan termangu. Biasanya satu kata itu berhasil menciptakan sebuah drama panjang dengan tangisan.
"Kenapa gak mau makan? Masakanku gak enak? Iya aku memang tak pintar masak, aku gak becus jadi istri," celoteh Rima panjang sambil berkaca-kaca yang pada akhirnya Alan pun mencicipi makanannya.
Tapi kali ini, Rima diam. Istri yang ia nikahi selama tiga tahun itu melenggang keluar kamar sendirian dan menikmati nasi gorengnya yang asin pun sendirian. Alan memperhatikan dari jauh, tapi tak berani bertanya apa pun.
Sudah seminggu ini Alan tak mendengar keluh manjanya, bahkan ia tak lagi mendapat laporan dari sang ibu tentang aduan Rima atas sikap dinginnya. Rumah ini seketika hening. Ia begitu berbeda, seperti dua orang yang asing.
"Kamu kenapa?"
"Aku Baik."
"Bukan itu, sikapmu kenapa? Kenapa aneh?"
"Tidak ada yang aneh," ucap Rima sambil menyantap nasi gorengnya.
Alan menghela napas panjang. "Aku tidak akan pulang malam ini."
Rima menganggguk tak peduli.
Alan berdecit. Bukan seperti seharusnya, biasanya Rima akan merengek tak ingin ditinggalkan, membuat dirinya kesal dan marah dengan sikap kekanakan istrinya itu. Diamnya Rima saat ini harusnya membuat ia senang, tapi kenapa Alan semakin kesal.
"Ini uang untukmu, kamu bisa menghabiskan waktu untuk mengusir bosan."
Rima melihat amplop cokelat itu, pasti isinya seperti biasa, tebal.
"Simpan saja, uang darimu masih ada," ucap Rima.
"Aku memberimu uang seminggu yang lalu, Rima!"
"Iya! Dan itu masih ada."
Alan menatap tak percaya, sama sekali heran dengan perubahan drastis dari istri manjanya itu. Istri yang selalu menyebalkan di matanya, istri yang luar biasa boros, istri yang selalu memandang sesuatu dengan uang, istri yang bisa menghabiskan puluhan juta untuk perawatan tubuh, istri yang tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Istri yang berhasil menumbuhkan rasa benci di hati Alan selama tiga tahun ini
"Ambil saja uangnya," ucap Rima seraya beranjak dan membawa piring kotor ke tempat cucian, kemudian setelah itu membersihkannya. Membuat Alan kembali terperangah, sebelumnya Rima tak pernah memegang semua urusan rumah, Alan menyediakan asisten rumah tangga lebih dari satu di rumahnya.
Merasa geram dengan sikap Rima, Alan mendekat dan menarik tangannya sampai piring yang ia pegang jatuh ke lantai. Tapi wajah Rima masih datar tanpa melihat me arah Alan.
"Kamu kenapa? Kamu sedang meledekku?"
Rima diam.
"Ini bukan kamu! Ngomong jangan kaya gini! Ada apa?"
"Aku tidak apa-apa, Mas," jawabnya dengan memalingkan wajah. Cengkraman tangan Alan di tangannya membuat Rima meringis.
Biasanya Rima akan bergelayut manja ketika menghadapi sikap dingin dan marah Alan, tapi kali ini ia hanya diam, membuat Alan semakin marah, kesal dan akhirnya pergi meninggalkan Rima begitu saja.
Piring yang berserakan pun dibersihkan oleh ART, sementara ia naik ke atas dan masuk ke kamar, ia duduk menghadap jendela, menatap taman yang indah dari lantai dua. Tak terasa air matanya luruh.
Ia pikir, Alan mencintai dan mensyukuri keadaan dirinya, tiga tahun merasa paling memiliki suaminya, tiga tahun menjadikan Alan ada dalam jari telunjuknya, ia begitu dimanjakan, ini menjadi kebanggaan luar biasa bagi Rima untuk ditunjukkan pada teman-temannya.
Tapi ... satu Minggu yang lalu ia baru tahu, bila Alan tak pernah sedikitpun mencintainya. Dengan mesra dan penuh kelembutan, ia sampaikan rasa sayang pada Gayatri, sahabatnya sendiri, wanita baik dan sederhana.
"Aku mencintai kesederhanaanmu, Gayatri. Aku mencintai lembut mu, aku mencintai caramu bersikap. Sungguh aku sangat mencintaimu, sebuah perasaan yang tidak pernah aku dapatkan dari Rima. Aku masih bersedia, menyediakan diri untuk mencintaimu, tetaplah menetap di hatiku Gayatri sayang. Menatapmu adalah sebuah keteduhan."
Pesan itu Rima baca dengan hati yang sesak, namun ia tak bisa marah pada sahabatnya Gayatri. Wanita itu tak secantik dirinya, tapi merebut seluruh dunia Alan sementara dunianya sendiri hancur.
DAN AKHIRNYA ISTRIKU DIAM
[Mas, ini tidak benar! Sebaik-baiknya wanita adalah istrimu, Rima.]
Satu baris kalimat balasan dari Gayatri membuat Alan seketika tidak fokus pada pekerjaannya. Gayatri memang ia kagumi sejak lama, jauh sebelum ia menikah dengan Rima. Gadis sederhana yang membuatnya terpukau, kepintarannya dibalut dengan kelembutan yang sempurna. Sosok yang begitu mempesona bagi seorang Alan.
Hingga ... satu langkah menggapai cinta Gayatri kandas, ketika Rima mendatanginya dengan binar penuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak bisa ditolak, satu kenyataan yang membuat Gayatri mundur perlahan.
Gayatri dan istrinya adalah dua sahabat yang begitu dekat, mereka saling menyayangi seperti kakak beradik, sosok Gayatri yang merupakan anak dari seorang tak berpunya, kemudian dibawa oleh orang tua Rima yang kaya raya, ia diberi tugas menemani Rima yang merupakan anak semata wayang, Gayatri diberi semua yang terbaik, termasuk pendidikan.
Seketika lamunan Alan buyar, ketika satu hal ia sadari, ponselnya sepi. Biasanya, dari mulai ia berangkat ke kantor, hape miliknya terus berbunyi, entah itu telepon atau deretan chat dari Rima.
[Aku pulang larut malam ini.]
Alan merasa aneh dan memancingnya dengan satu pesan.
[Iya, Mas!]
Pria itu mengernyitkan dahi, benar-benar bukan Rima yang selama ini ia kenal, biasanya Rima akan merajuk dan datang ke kantor, membatalkan pertemuan dan membawa dirinya pulang bersama, perusahaan ini memang milik Ayah Rima, sehingga dirinya memiliki wewenang dan terkadang seenaknya.
****
.
.
"Hey, kenapa pesan dan teleponku gak dibalas!" ucap Gayatri menemui Rima, sahabatnya itu sedang terbaring hanya mengenakan daster dengan rambut yang acak-acakan dan membaca sebuah buku.
"Kamu sakit?" Gayatri mendekat dan dengan cemas memegang kening Rima.
"Tidak! Aku tidak sakit. Beberapa waktu ini aku memang sedikit malas, aku ingin sendirian."
"Kenapa? Ada masalah? Sama Mas Alan?"
Rima menggeleng pelan dan memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak sakit. Kamu tak perlu khawatir."
Gayatri menatap sahabatnya itu, ada yang lain.
"Aku sudah menyiapkan hotel terbaik dengan kamar favoritmu untuk anniversary kamu sama Mas Alan, ayo dong jangan mager! Kita nyalon!" ucap Gayatri lagi.
"Mas Alan yang menyuruhmu?"
Gayatri mengangguk semangat. "Dia itu ingin istrinya bahagia dan senang, apa pun dilakukan untuk itu. Jadi kamu jangan mager!"
Rima menghela napas dan membuangnya perlahan. "Aku tidak ingin kemanapun, ingin di rumah saja, katakan pada suamiku, batalkan seluruh rencananya!"
"Tapi hotel sudah dipesan, semua sudah dipersiapkan," ujar Gayatri.
"Membatalkan satu malam kamar hotel tidak akan menipiskan tabungannya bukan?"
Gayatri diam dengan segala keheranan atas sikap Rima.
"Sebaiknya kamu pun pulang, Ay. Aku ingin sendiri, nanti aku akan mengabarimu dan bercerita tentang perasaanku."
Gayatri mengangguk, kemudian ia pergi dengan perasaan berat. Sesampainya di mobil, ia pun menghubungi Alan, memberitahu atasannya itu bila istrinya menyuruh untuk membatalkan seluruh rangkain acara anniversary pernikahan mereka.
"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Alan melalui sambungan telepon.
"Tidak, aku rasa dia menyembunyikan sesuatu."
Alan menghela napas. "Baiklah! Aku tutup dulu."
"Iya, Mas!"
Setelahnya tanpa banyak berpikir, Alan pun memutuskan untuk pulang, pikirannya tak karuan, sikap Rima membuatnya pusing.
Ia lajukan kendaraannya di tengah keramaian kota, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk tiba di rumah. Ia segera masuk dan mencari istrinya, hingga ia dapati Rima sedang berbaring di kamar.
"Kenapa kamu batalkan rangkaian acara yang sudah ku buat?"
Rima tidak buru-buru menjawab dan hanya menatap Alan.
"Jawab, Rima! Sebetulnya ada apa? Sikap diam itu kenapa? Seandainya aku bersalah, aku tidak tahu letak salahku dimana? Katakan! Jangan diam! Aku bukan cenayang."
"Aku hanya ingin melewatkan hari jadi kita di rumah, itu saja!"
Alan tersenyum kesal. "Sungguh ini bukan dirimu. Rima adalah seseorang yang akan meminta sesuatu hal yang sangat mewah untuk sebuah perayaan," jawab Alan.
Setidaknya Rima paham satu hal akhirnya, segala hal yang dilakukan Alan selama ini bukanlah tentang cinta, tapi untuk memuaskan dirinya dan mungkin tak berarti untuk Alan sendiri.
"Ada waktu dimana aku mulai berpikir, apa semua yang telah kita lewati itu keinginan kita atau hanya untuk menyenangkan aku saja dan kamu berat."
"Maksudmu apa? Sudahlah jangan drama. Apa tidak cukup selama ini dramanya?"
Bila dulu kata-kata itu terdengar bagai angin lalu, kenapa hari ini Rima merasakan begitu sakit.
"Sebagai kado pernikahan kita, aku ingin meminta sesuatu darimu."
"Tentu! Kamu boleh meminta apa saja, Rima. Seperti biasa aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."
"Aku hanya ingin kejujuran."
Alan diam sejenak, menatap istrinya yang kini bersandar pada dipan.
"Kejujuran apa?"
"Apa saja yang kamu tutupi dariku!"
Alan kembali tersenyum heran, istrinya benar-benar aneh. "Kejujuran macam apa? Bukankah pada beberapa hal ada yang harus ditutupi agar tidak saling menyakiti?"
"Termasuk kenyataan bila yang kamu cintai adalah Gayatri?"
Alan termangu. Bibirnya seketika tergagap, ia tak bisa berkata satu huruf pun dan hanya menatap Rima dengan mematung. Keangkuhannya seolah pudar dalam seketika, istri yang tak jauh di hadapannya kini memandang dengan wajah polos dan mata memerah
TERIMAKASIH TELAH MEMBACA NOVEL KUH
SEMOGA KAMU BISA AMBIL SISI BAIK NYA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Nur Bita
kok ngak kesambung cerita nya jadi kesambung novel lain ngak jelas bangett bikin penasaran
2023-10-20
1
Tri Ulidar
diawal baca, udah bikin mataku merah thor
2023-10-14
0
Sopiah
terimakasih kak udh ada d novel toon
2023-05-07
0