Suluh membisu, pikirannya tak dapat mencerna penjelasan yang dilontarkan pria itu. Senyuman Arnadi tak sekalipun sirna, harapan terpampang jelas di balik kacamata bulatnya. Dia menempatkan tangan kanannya di punggung anak rengsa, menuntunnya menuju sofa.
"Kau mungkin tak tahu betapa berharganya dirimu," mereka secara hati-hati duduk, warna merah kursi itu terasa empuk. "Itu wajar sekali, sebagian besar dari mereka juga berpikir demikian."
Suara sepatu jinjit menggema di ruangan, tersambut di balik pintu seorang wanita dengan pakaian rapi menguarkan aura mewah yang tak terabaikan. Dia membawa nampan yang di atasnya ada empat cangkir bermodel tua dengan motif abstrak yang terukir indah, dijajakan di atas meja.
"Silahkan diminum," suara lembut itu terdengar menyejukkan hati, dilengkapi senyuman merekah yang tulus berseri. "Tidak apa-apa, kamu aman di sini."
"Kalau begitu, aku bersiap-siap dulu," Arnadi menatap ke wanita yang kira-kira berada di usia tiga puluhan, berjalan menjauh meninggalkan mereka dalam kesendirian.
"Saya Rahayu," ucapnya mengatur pose duduknya yang sedikit dicondongkan ke depan. "Dan kamu adalah?"
"Su-suluh, Nyonya," anak itu masih gugup, terbata-bata hanya sekadar memberitahu identitasnya.
Rahayu tampak terkekeh-kekeh, merasa aneh bila Suluh memanggilnya seperti itu. "Suluh, kamu punya nama yang bagus."
Wanita itu mengambil secangkir teh yang masih menguar asap-asapnya. "Api yang membara, penerang saat gelap gulita."
Entah mengapa dia beranjak secara tiba-tiba, mendekati Suluh dan duduk tepat di sebelahnya. "Ini, ibu bantu minum."
Situasinya menjadi sangat mendebarkan, terutama Suluh yang masih kikuk tak tahu yang harus dilakukan. Dia hanya duduk manis sembari menunduk dalam, sesekali memperhatikan Rahayu di sampingnya dengan perasaan sungkan. Terlebih sikap mereka yang terlalu baik semakin membuat Suluh merasa sangat merepotkan orang lain.
"Tanganmu masih sulit digerakkan, bukankah begitu?" seru wanita itu mencurahkan bibirnya yang merekah hangat.
Meski Suluh di lubuk hatinya menolak tawaran Rahayu, dia tak bisa berbuat apa-apa untuk menahan wanita itu. Dia pun meminumnya, rasanya seperti teh namun lebih kuat, pahit, serta sedikit masam. Reflek ekspresi anak itu berubah kecut sontak membuat Rahayu tertawa kecil, kembali meletakkan cangkir itu di atas nampan.
"Aku tambahkan sedikit herbal di dalamnya," suara halus itu dibalas anggukan Suluh. "Untuk menghilangkan rasa nyeri di tubuhmu."
"Te-terima kasih," lirih anak itu berkali-kali menunduk, tak mampu membalas kebaikan mereka.
Pintu masuk terbuka memperlihatkan Sekar membawa tas kecil yang langkahnya mengarah kepada mereka. Benda itu sepertinya berisi peralatan yang dibutuhkan, lengkap dengan suatu wadah kosong entah untuk apa. Secara bersamaan pula Arnadi kembali dengan pakaian yang berbeda. Busana khas mekanik yang hendak melaksanakan pekerjaannya.
"Baiklah, mari kita mulai," pria besar itu duduk di sebelah Suluh, mengambil beberapa alat bersiap membongkar lengan buatan anak itu.
Suluh tak meronta, membiarkan Arnadi mengotak-atik besi metalik yang menempel di tubuhnya. Sementara Sekar melihat-lihat sembari mencatat, sesekali memperhatikan Suluh bersama ekspresi keingintahuannya. Rahayu pun duduk kembali di kursinya dengan anteng, tak banyak memberikan komentar maupun bersuara. Hanya diam sesekali meminum teh herbal.
Arnadi sedikit kewalahan walaupun dia terbilang mahir di bidangnya. Entah mengapa dia butuh setidaknya setengah jam lebih hanya untuk membuka lapisan besi itu, melepaskan dari induknya. Namun, justru di balik perekat itu, Arnadi jauh lebih terkejut dengan isi di dalamnya. Di sana terdapat banyak sekali serat kabel di mana-mana, menyebar ke segala arah. Motif yang aneh dan Arnadi langsung mengenali kegunaannya.
"Suluh," peluh keringat merembes dari dahinya, mengalir jatuh ke bawah. "Apa ini sarafmu?"
Anak itu malah bertanya-tanya, tak mengerti sama sekali. "Saya tidak tahu, Tuan."
Arnadi membeku di tempat dengan mata melotot, bibir menganga, shock dengan apa yang dilihat. Baginya, ini sungguh di luar kapasitasnya. Seorang mekanik profesional sepertinya bahkan tak pernah terpikirkan sama sekali, dan yang lebih menyulut rasa penasaran adalah bagaimana Suluh dapat mengoperasikan kerumitan itu. Bahan bakar apa yang digunakan.
"Papa?" suara lembut Sekar yang khawatir itu menyadarkan Arnadi. Dia menoleh ke anak semata wayangnya sembari mengelus-elus rambutnya, beralih ke Rahayu yang tercengang.
"Coba kamu lihat," seruan Arnadi ditanggapi Rahayu dengan was-was. Wanita itu kini berada tepat di depan Suluh, memberikan senyuman menenangkan sebelum melihat ke tangan anak itu. "Bagaimana menurutmu?"
Rahayu tampak menelan saliva beberapa kali lalu membalas, "Tidak salah lagi."
Entah kenapa wanita berambut cokelat yang diikat konde itu berlutut di hadapan Suluh. "Nak, apa kamu tahu tentang Prana?"
Suluh yang mendengarnya sempat semringah, memercik semangat membara. Dia mengangguk cepat dan berseru, "Saya berusaha keras untuk dapat menerima Prana."
Sudut-sudut bibir Rahayu merekah kecut, sedikit merasa skeptis, "Apa Suluh yakin?"
Muka cerah Suluh perlahan pudar, benar-benar kebingungan. "Maksud Nyonya?"
"Bila kamu menjawab dengan jujur, ibu akan memberitahu sesuatu kepadamu," kata Rahayu mencoba meyakinkan anak itu. "Setuju?"
Suluh secara cepat mengiyakan, menaik-turunkan kepala tanpa pikir panjang.
Rahayu merapatkan jarak di antara mereka kemudian secara intens bertanya, "Bagaimana rasanya saat kamu menggunakan alat-alat bantu ini?"
Anak dengan wawasan secetek itu tak dapat mengungkapkan kalimat yang komprehensif. Kesulitan menemukan kata. Suluh tak tahu apa yang dia rasakan tatkala menggerakkan benda itu. Semua terasa natural, seolah-oleh dia mempunyai tangan dan kaki asli; selayaknya manusia pada umumnya. Setelah beberapa menit terdiam, anak berambut hitam itu bersuara.
"Itu ... itu terjadi begitu saja," ujar Suluh menatap ke arah wanita di depannya. "Ketika saya menginginkan alat itu untuk berfungsi."
Rahayu melempar pandang kepada suaminya bergantian, memastikan bahwa semua yang disampaikan anak itu tertangkap jelas oleh Arnadi. Kedua iris hijau itu kembali tertuju ke arah Suluh, memberikan senyuman andalannya yang indah.
"Suluh, bila ibu memberitahumu bahwa tak ada manusia sepertimu selama ini yang dapat menggunakan tangan dan kaki buatan secara luwes tanpa masalah, apakah kamu akan percaya?"
Anak itu terbelalak, mematung tak merespons barang sepatah kata.
"Ada alasan mengapa orang-orang memanggilmu anak istimewa," kedua tangan Rahayu kini mengelus lembut betis besi milik Suluh. "Dan mereka yang iri denganmu akan terus membencimu."
"Kamu tak merasakan Prana di sekelilingmu," lanjut wanita itu masih dengan wajah yang menentramkan. "Itu mungkin karena kamu telah menemukannya di dalam dirimu."
Kelopak mata Suluh terbuka lebar, terpengarah tak karuan. Dia menelan ludah lamat-lamat, kemudian mengungkapkan unek-uneknya, "Apakah di dalam diriku ... ada Prana?"
"Kemungkinan besar Prana berperan penting dalam membantu dirimu mengendalikan alat bantu ini," ucap wanita itu beranjak. "Walaupun begitu, tanpa rancangan yang tepat hal itu mustahil dilakukan."
"Suluh, apakah semua ini buatan ayahmu?" kini Arnadi melempar pertanyaan.
Anak itu mengangguk samar-samar, masih tenggelam dalam benak yang saling bertengkar. Perasaannya campur aduk antara senang dan gelisah. Di satu sisi, dia mungkin memang benar telah menyerap Prana dan disaat itu, atmosfernya terasa penuh tekanan; dapat merasakan keringat dingin yang bercucuran di balik busana putihnya.
"Kami juga belum tahu sejauh mana kekuatan Prana," lirih Rahayu dengan merambatkan jari-jemarinya ke kedua pipi Suluh. "Kamu tak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja."
Wanita itu seakan-akan menerawang isi benak seseorang, memberikan sentuhan yang terasa nyaman. Arnadi kini berdiri di sebelah istrinya dengan tatapan penuh kecurigaan.
"Saya akan mengganti lapisan terluar tanganmu," seru pria itu ada maksud di baliknya. "Dan, bolehkah saya bertemu dengan ayahmu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Ayano
Nanti mampir again. Semangat ya kak
2023-04-14
1
jangan lupa mampir di karyaku juga ya dan beri dukungannya. sekalian boleh minta folback nya agar bisa berteman
2023-03-15
1