"Ada lelaki yang aku cintai dan aku tak ingin kehilangannya. Maaf... Setuju atau tidak, aku akan tetap melepaskannya pergi,"
Gio terdiam untuk beberapa saat, berusaha mencerna apa yang Amara katakan. Lalu ia tersenyum muak karenanya. "Aku bukan orang baik, tapi juga bukan orang yang sangat jahat. Yang kamu katakan tentang 'melepaskan pergi' itu adalah sebuah nyawa manusia," sahut Gio terdengar dingin, membuat tubuh Amara tiba-tiba menggigil.
"Aku masih punya hati. Aku ingin menebus kesalahanku dengan menyelamatkannya karena dia tak berhak diperlakukan seperti itu. Aku sudah sangat berdosa, dan tak mau menambah dosaku dengan menyetujui mu untuk melenyapkannya,"
"Terus apa yang harus aku lakukan, Huh ?"
"Kita menikah dan setelah anak itu lahir, aku yang akan merawatnya. Kamu boleh kembali pada lelaki yang kamu cintai itu !" Jawab Gio seraya menyalakan mesin mobilnya. Ia ingin segera pergi karena tiba-tiba saja perasaannya menjadi hancur dan Gio tak mau melampiaskannya pada Amara.
"Aku tak bisa kembali padanya dalam keadaan seperti itu, Danis selalu memintaku untuk setia,"
"Katakan yang sebenarnya pada lelaki itu ! jika dia benar-benar mencintaimu, dia akan menerimamu,"
"Mudah bagimu untuk berbicara !! Karena kamu tak ada di posisiku ! Aku benci kamu !!"
Gio kembali menghentikan laju mobilnya, "asal kamu tahu, Amara ! Aku pun benci dengan diriku sendiri yang sudah menyebabkan semua ini terjadi ! Tapi aku berusaha memperbaikinya dengan mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan padamu !" Sahut Gio.
"Aku bisa saja pergi meninggalkanmu, tapi aku tak akan lakukan itu karena aku bukan lelaki jahat seperti yang kamu tuduhkan. Dan jika kamu tetap berbuat nekat, maka pertanggung jawabkan perbuatanmu sendiri !" Lanjut Gio seraya menatap tajam pada Amara.
Sebenarnya ia tak mau lakukan itu, membentak Amara yang sudah ia lukai. Tapi, Gio tak punya pilihan lain karena Amara yang bersikukuh dengan pendapatnya.
Amara tundukkan kepalanya, susah payah ia berusaha untuk mengeringkan pipinya yang basah dengan punggung tangan. Kata-kata yang Gio ucapkan terngiang-ngiang di telinganya. "Dan jika kamu tetap berbuat nekat, maka pertanggung jawabkan perbuatanmu sendiri !"
Amara mengalami pergulatan batin yang sangat hebat. Sebagai wanita ia pun tak ingin melukai buah hatinya sendiri. Hanya saja yang tumbuh dalam rahimnya saat ini bukanlah yang Amara inginkan. Akan sangat sulit untuk mencintainya, mengingat yang memberikan benih adalah lelaki yang sangat Amara benci.
Hening....
Yang terdengar hanya isakkan tangis Amara dan deru mesin mobil. Suasana yang tercipta antara Amara dan Gio sangat dingin. Mengalahkan dinginnya udara di luar sana, padahal hujan lebat tengah mengguyur bumi. Sedangkan Gio, ia berusaha fokus pada jalanan. Namun yang sebenarnya terjadi, pikirannya sedang kacau tak karuan.
Setelah beberapa menit berkendara akhirnya Gio menghentikan laju mobilnya tepat di depan rumah Amara. "Kita udah sampai," ucap Gio dan itu membuat Amara terkejut dibuatnya. Pasalnya Amara tak memberitahukan alamatnya pada lelaki itu.
Sadar jika Amara terkejut, Gio pun betkata "sudah ku bilang, aku bisa saja datang ke rumahmu tapi aku tak mau membuat keributan. Sebisa mungkin aku menyelesaikan semuanya denganmu. Sekarang ayo turun,"
"Kamu mau apa ?" Tanya Amara saat ia melihat Gio pun membuka pintu mobilnya.
"Mengantarmu pulang pada orangtuamu. Kamu pikir aku hanya akan menurunkanmu begitu saja ?"
"Ja- jangan !" Pekik Amara, tapi semuanya terlambat karena lelaki jangkung itu sudah turun dari mobilnya dan sembari membawa payung dari kursi belakang.
Amara tak mau dipayungi lelaki itu, ia memilih untuk membuka pintu mobilnya dan berlari kecil. Meninggalkan Gio yang berjalan di belakangnya.
Lagi-lagi Gio menarik nafas dalam. Membuat Amara mau bersikap baik dengannya adalah sesuatu yang sangat sulit. Dan Gio harus banyak bersabar karenanya.
Amara mengetuk pintu rumahnya, berharap seseorang segera membukakan pintu. Karena dengan begitu ia bisa segera masuk dan menutup pintu rumahnya itu dengan cepat sehingga Gio tak usah bertemu kedua orangtuanya.
Apa yang ada dalam pikiran ayah dan ibunya nanti. Amara pulang sangat terlambat dengan seorang laki-laki asing ? Tidak ! Amara tak akan membuat itu terjadi.
"Syukurlah kamu sudah pulang, Papa sangat khawatir," ucap sang ayah ketika membukakan pintu untuk Amara.
Cepat-cepat Amara berusaha untu menerobos masuk tapi suara lelaki di belakangnya membuat ia tak bisa melangkahkan kakinya.
"Maaf telat, Om. Hujan deras membuat jalanan macet," jawab Gio dari arah belakang.
Amara mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sungguh ia benci dengan suara itu. Ia yakin ayahnya akan terheran.
Dan benar saja apa yang ada dalam pikiran Amara, sang ayah melihatnya dengan penuh tanda tanya.
"Ah maaf ! Saya Gio, Om. Teman Amara. Kebetulan kami pulang bersama karena bis yang ditumpangi Amara mogok di tengah jalan,"
"Kamu teman kuliah Amara ?" Tanya sang ayah penuh selidik. Pasalnya Amara hampir tak pernah punya teman laki-laki selain Danis.
"Emmm kami berkenalan di kampus," jawab Gio. Setidaknya dia tak berbohong. Ia dan Amara memang berkenalan dengan resmi di kampus gadis itu.
"Ooohh... Terimakasih sudah mau mengantarkan Amara. Ayo masuk dulu !"
"Sama-sama Om, maaf saya tak bisa mampir dulu karena malam sudah sangat larut," pamit Gio.
Sedangkan Amara, gadis itu terus berdiri membelakangi. Sungguh ia tak mau melihat wajah Gio.
"Amara, itu temanmu mau pulang," ucap sang ayah mengingatkan. Ia terheran mengapa Amara sama sekali tak berterima kasih pada teman yang sudah menolongnya itu.
Dengan sangat terpaksa Amara pun memutar tubuhnya, dan melihat sinis pada Gio. "Terimakasih sudah mengantarkan aku pulang," ucap Amara. Tapi apa yang terucap dari bibirnya tak sesuai dengan pandangan mata yang diberikannya pada Gio.
"Sama-sama," sahut Gio sambil tersenyum.
Dengan penuh keberanian Gio melangkahkan kakinya maju, mendekati Amara. "Pikirkan baik-baik apa yang akan kamu lakukan... Kita bertanggung jawab atas sebuah nyawa," bisik Gio mengingatkan.
Pandangan mata Amara semakin sinis pada lelaki itu. Bibirnya terkatup rapat, tak sekalipun ia menimpali perkataan Gio.
"Om, saya permisi," pamit Gio dan ia pun pergi meninggalkan rumah Amara.
"Ayo masuk, Ara. Kamu baru saja sembuh,"
Amara pun menunggu ayahnya itu untuk masuk lebih dulu ke dalam rumah agar ia bisa menyembunyikan wajahnya yang sembab. Amara langsung menaiki tangga tanpa berbicara dulu dengan ayahnya.
"Mama udah tidur, kalau mau makan tinggal hangatkan lagi lauknya. Papa tidu duluan ya, besok harus berangkat pagi-pagi sekali," ucap sang ayah.
"I- iya Pa," sahut Amara sembari mengehentikan sejenak langkahnya. Ia merasa semakin bersalah. Ayahnya rela menunggu kepulangannya, sedangkan ia menghabiskan waktu dengan lelaki yang sudah menghamilinya. Sungguh Amara merasa telah menjadi anak yang durhaka.
Dengan air mata yang kembali bercucuran, Amara segera bergegas menuju kamarnya.
***
"Kenapa pulang terlambat, Gio ?" Tanya sang ibu yang sudah menunggu anak kesayangannya itu di pintu. Wajahnya terlihat sangat cemas.
"Maaf," sahut Gio seraya mencium punggung tangan ibunya itu.
"Untung Papa mu belum pulang. Mama gak bisa bayangin jika itu terjadi. Pasti Papamu akan sangat marah dan kamu....,"
"Ma.. Gio telah menghamili seorang gadis," potong Gio. Membuat ibunya itu langsung berhenti berbicara. Ia terdiam terpaku dengan kedua matanya yang membola.
"Bercanda mu gak lucu, Gio ! Kamu bikin mama hampir kena serangan jantung !" Sahut sang ibu sembari memaksakan tawanya.
Gio tersenyum tipis dan menatap mata ibunya dalam. "Tapi sayangnya Gio tak bercanda, Ma. Maafin Gio...,"
"Gisel ? Kamu menghamili Gisel ? Kamu yakin yang dikandungnya itu adalah anakmu ? Bukankan dia itu tidur dengan temanmu ?"
Gio menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan Gisel, Ma. Tapi Amara... Amara Mahreen. Dan Gio yakin itu anak Gio karena itu yang pertama bagi kami berdua,"
"Si- siapa Amara ? Kenapa kamu bisa tidur dengannya ? Apa kamu tak takut dosa, Gio ?" Tanya sang ibu dengan suara yang menggelegar. Ia marah karena merasa gagal dalam mendidik putra semata wayangnya.
"Mama, boleh marah. Mau pukul Gio juga tak apa-apa. Tapi dengarkan dulu semuanya," Gio pun menuntun ibunya itu menuju sebuah sofa dan ia pun menceritakan apa yang terjadi dengan sebenar-benarnya.
Sang ibu tundukkan kepala dan menangis pilu setelah tahu apa yang terjadi pada anaknya itu. "Maafkan Gio, Ma...," Ucap Gio sembari duduk bersimpuh di kaki ibunya. Lelaki jangkung itu tak malu untuk menumpahkan air matanya.
"Apa yang harus Gio lakukan ?"
"Nikahi dia ! Berusaha perbaiki kesalahanmu. Anak yang dikandung gadis itu tak berdosa Gio ! Dia bukan anak haram... Tak ada anak yang dilahirkan haram ke dunia ini," jawab sang ibu sambil mengusap air matanya.
Lalu ia angkat wajah anak lelakinya itu dengan kedua tangannya dan menatap matanya dalam. "Nikahi dia, dan sayangi anak yang dikandungnya. Mama tahu ini akan sangat sulit karena kalian tak saling mencintai. Tapi hanya ini jalan satu-satunya," ucap sang ibu yang merasa prihatin pada anaknya itu. Ia pun tak bisa merasa marah pada Gio karena dirinya pun merasa ikut bersalah. Sang ibu lah yang waktu itu meminta Amara untuk mengantarkan secangkir minuman ke dalam kamar Gio.
"Cukup bagimu tahu jika mimuman beralkohol itu bisa membuat celaka. Jangan pernah menyentuhnya lagi. Dan besok datangi orangtua Amara dan ceritakan semua. Katakan pada mereka jika kamu akan bertanggung jawab. Tentang Papa, Mama yang akan bicara padanya,"
Gio pun mengangguk patuh. Menyetujui apa yang ibunya ucapkan itu.
***
Amara duduk termenung di atas ranjang. Ia tak lagi menangis tapi pikirannya begitu kalut. Apa yang Gio katakan selalu terngiang di telinganya.
"Pikirkan baik-baik apa yang akan kamu lakukan... Kita bertanggung jawab atas sebuah nyawa,"
Kata-kata itu menghantui Amara sepanjang malam. Ia merasa ketakutan. Apa yang akan ia katakan nanti pada anaknya jika anaknya itu bertanya "kenapa ibu melenyapkan aku ?"
Amara juga ketakutan jika apa yang ia lakukan diketahui pihak yang berwajib. Maka ia akan menjadi seorang gadis yang menggugurkan kandungannya karena hubungan gelap. Semua orang pasti berpikir seperti itu.
"Mungkin jalan satu-satunya adalah kita pergi bersama," ucap Amara frustasi.
mumpung hari Senin vote yuuu
terimakasih ♥️
maaf kalo jalan ceritanya agak lambat karena aku bikin runtut yaaa..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KLO AMARA MSH TDK MNERIMA LO DN BAYINYA, SPERTI KATA LO, LO BAWA ANAK LO, RAWAT DIA, DN BIARKN TU AMARA GABLEK MNGEJAR CINTANYA... ITUPN KLO DANIS MSH MAU TRIMA DIRINYA
2024-07-01
0
Sulaiman Efendy
NAHH, BETUL KATA GIO, BRANI GK LO BICARA SAMA DANIS, LO TUTUPIN PUN PSTI AKN TRBONGKAR, DN ITU TRJADI SAAT DANIS MNJAMAH LO, DN TAU LO TDK VIRGIN, DANIS PSTI MRASA DIBOHONGI OLEH LO
2024-07-01
1
VanyaPatricia
jadi inget 9 th lalu mimpi didatangi anak laki2 pertamaku dia sehat gemuk dan manggil aku "mama" keguguran saat msh 2 bulan hamil. sedih sangat,ktnya dia nunggu kita di sana.
2023-06-08
2