"Aku benci kamu... Demi Tuhan, aku sangat membencimu... Hu.. hu..hu..," Amara menangis pilu dengan kepala tertunduk lesu.
Gio diam sembari merasakan panas di pipinya. Ini pertama kalinya lelaki itu merasakan sebuah tamparan. Maklum Gio adalah anak kesayangan yang selalu di manja. Tapi walaupun begitu, Gio tak bisa menyalahkan Amara. Bahkan ia merasa apa yang Amara lakukan untuk melampiaskannya marahnya masih kurang.
"Apa semuanya baik-baik saja ?" Tanya salah seorang perawat yang bertugas. Ia bertanya seperti itu karena mendengar keributan kecil dari tempat Amara membaringkan tubuhnya.
"Tak ada," sahut Gio bohong.
"Istri saya ingin segera pulang," lanjut Gio dan Amara terus menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya yang tak mau berhenti membasahi pipi.
"Tunggu sebentar, akan saya periksa lagi apakah obatnya sudah selesai disiapkan,"
"Terimakasih banyak," sahut Gio sebelum perawat itu pergi.
Amara kembali baringkan tubuhnya dan membelakangi Gio. Sungguh ia tak sudi melihat wajah lelaki yang membuatnya trauma itu. Di tengah perasaannya yang hancur, wajah Danis sang tunangan terus terbayang.
"Aku mencintaimu Amara, jaga hatimu hanya untukku karena aku akan selalu menunggumu dengan setia,"
Kata-kata yang selalu Danis ucapkan membuat Amara sangat tersiksa. "Danis... Daniiss.. aku sangat mencintaimu.. maafkan aku...," lirih Amara, dan Gio bisa mendengarnya.
Gio menarik nafas dalam, hatinya bagai teriris sembilu. Ia telah menghancurkan hidup seorang gadis yang tak bersalah. Sungguh ia merasa menyesal.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambil obatmu dulu," ucap Gio sembari berdiri. Dengan refleks tangannya terulur untuk membelai lembut rambut Amara yang panjang. Namun ia berhenti saat tangannya itu hampir menyentuhnya. Ia yakin Amara pasti akan histeris jika dirinya lakukan itu semua.
Gio pun membuka tirai, dan berjalan keluar. "Bisa temani istri saya sebentar ? Saya akan menyelesaikan semua administrasinya dulu," ucap Gio pada salah perawat yang berada di sana
"Tentu Pak,"
"Terimakasih banyak," sahut Gio sembari meneruskan langkahnya menuju bagian farmasi yang letaknya bersebelahan dengan bagian pembayaran. Gio berjalan gontai, seolah tak ada semangat dalam dirinya.
"Semuanya menjadi satu juta lima puluh ribu rupiah," ucap seorang gadis yang duduk di balik meja kasir.
"Apa ini vitamin yang terbaik ?" Tanya Gio.
"Iya pak, ini vitamin yang terbaik yang kami miliki," jawabnya tanpa ragu.
Gio mengangguk paham, lalu ia merogoh dompet di saku celananya dan mengeluarkan sebuah kartu debit.
Butuh beberapa menit untuk melakukan pembayaran. Setelah Gio mendapatkan obatnya, ia pun segera kembali ke tempat Amara di rawat.
Gio menarik nafasnya dalam sebelum ia membuka tirai yang menutupi ranjang Amara. Matanya bersititatap dengan Amara yang ternyata sudah duduk di atas ranjang sembari mengenakan kembali sweater nya. Gadis itu langsung membuang muka, mengakhiri pandangan matanya lebih dulu.
"Terimakasih banyak," ucap Gio pada perawat yang sudah menemani Amara.
"Oh ya, Pak. Setelah vitaminnya habis, sebaiknya Ibu Amara segera melakukan pemeriksaan rutin untuk kehamilannya," ucap perawat itu sebelum pergi.
Mendengar ucapan perawat itu, Amara pun tundukkan kepalanya. Menghindari pandangan mata Gio padanya.
"Tentu," jawab Gio sembari tersenyum canggung. Setelah itu perawat itu pun pergi, meninggalkan Amara dan Gio kembali berduaan.
Hening...
Baik Gio maupun Amara tak membuka mulut mereka. Gio pun berinisiatif untuk membantu membereskan tas Amara, tapi gadis itu cepat-cepat merebutnya. Ia tak mau barang miliknya disentuh oleh Gio.
Lagi-lagi Gio berusaha memakluminya. Pantas jika Amara membencinya, karena kesalahan yang Gio lakukan pada gadis itu sangatlah fatal. Seandainya Amara mau membunuhnya pun, maka Gio tak akan melawan karena ia memang berhak mendapatkannya.
Amara berjalan lebih dulu, dan Gio mengekori nya. Keduanya saling membisu. Bahkan Gio belum berani untuk memberikan vitamin dan obat penguat kandungan yang baru saja ditebusnya.
Kini keduanya tengah berdiri di depan lobi rumah sakit. Mata Amara menatap lurus ke depan, sungguh ia mengabaikan kehadiran Gio di sisinya.
"Tunggu sebentar, aku bawa mobilku dulu," ucap Gio.
"Untuk apa ?" Tanya Amara tanpa menolehkan kepalanya.
"Aku akan mengantarmu pulang,"
"Tak perlu !!" Potong Amara cepat.
"Ku rasa ini pertemuan pertama dan terakhir kita," lanjut Amara masih dengan sikapnya yang dingin dan penuh penolakan pada lelaki yang berdiri di sebelahnya.
"Apa maksudmu Amara ? Apakah kamu sadar dengan apa yang terjadi diantara kita ?" Tanya Gio.
Amara tolehkan kepala dan melihat sinis pada Gio. "Baiklah, ayo kita bicara untuk menyelesaikan masalah ini," ajak Amara. Ia ingin semuanya segera selesai agar dirinya tak usah bertemu dengan Gio lagi.
"Baiklah tunggu sebentar," ucap Gio dan ia pun segera berlari kecil menuju mobilnya yang terparkir.
***
Disinilah keduanya berada, dalam mobil Gio. Amara duduk tepat di sebelah Gio yang sedang mamacukan mobilnya.
Amara merogoh benda pipih dalam tasnya. Ia menggulir layar dan menempelkan benda pipih itu di telinganya. Gadis itu tengah menlpon seseorang.
"Halo Ma," ucap Amara. Dan kini Gio pun tahu jika Amara tengah menghubungi ibunya.
"Ara pulang terlambat, ini jalannya macet banget," lanjut Amara.
"Iya, Ara akan berhati-hati. Mmm tidak, Ara udah gak mual-mual lagi. Mama jangan khawatir. Sudah dulu ya,"
Gio diam-diam mendengarkan percakapan gadis yang duduk di sebelahnya itu. Amara tak langsung menyimpan ponselnya. Gadis itu kembali menggulir layar dan membuka aplikasi pesan. Ia tengah menuliskan sesuatu di layarnya.
Amara masih terus menggenggam ponselnya. Hingga tak lama setelah itu, benda pipih yang ada dalam genggaman tangan Amara berbunyi. Gio yang tengah mengemudikan mobilnya, diam-diam terus memperhatikannya.
"Halo sayang," ucap Amara pada lawan bicaranya, membuat Gio meliriknya dengan ujung mata.
"Aku masih di jalan. Macet banget," lanjut Amara, kemudian gadis itu terdiam karena mendengarkan lawan bicaranya.
"Hu'um.. aku sedang naik bis jadi gak bisa VC. Aku juga kangen banget sama kamu," ucap Amara lirih tapi Gio masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Amara begitu berbeda saat ia berbicara dengan kekasihnya. Begitu lembut dan mendayu, membuat Gio mencengkram setirnya kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Entah mengapa Gio sangat tak menyukainya.
"Aku akan langsung menghubungimu begitu sampai di rumah, i love you too," ucap Amara, dan Gio tersenyum muak saat mendengarnya.
Setelah itu Amara menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. "Ayo kita bicara," ucap Amara dingin, tak selembut tadi.
Gio mengangguk pelan. "Ayo, kamu mau makan dimana ?" Tanya Gio. Ia yakin jika Amara pasti sudah merasa lapar karena jam telah menunjukkan pukul setengah 9 malam.
"Gak usah makan, cukup tepikan mobilmu dan kita bicara," jawab Amara.
Gio menarik nafas dalam, bernegosiasi dengan Amara bukanlah sesuatu yang mudah. Ia pun menuruti keinginan gadis itu. Gio parkirkan mobilnya di sebuah taman kota yang masih banyak orang berlalu lalang di sana. Gio tak ingin membawa Amara ke tempat yang sunyi karena itu akan membuat Amara semakin takut padanya.
"Gio, yang terjadi diantara kita adalah sebuah kesalahan," ucap Amara mengawali pembicaraan di antara mereka.
"Ya.. dan akulah yang bersalah. Aku benar-benar minta maaf padamu, Amara. Dan percayalah aku bukan lelaki brengseek seperti yang kamu tuduhkan. Malam itu pun yang pertama bagiku melakukannya,"
"Stop ! Ku mohon jangan bahas tentang malam itu lagi, aku sangat ingin melupakannya" potong Amara cepat.
Gio pun anggukkan kepalanya pelan. "Maaf," ucap Gio saat ia sadar jika mengingat malam naas itu membuat Amara kembali pada trauma nya.
"Gio,"
"Ya ?" Tanya Gio sembari menatap Amara yang saat ini melihat ke arah depan. Tak sekalipun Amara melihat padanya walaupun mereka sedang berbicara.
"Apa ada orang lain yang tahu tentang hal ini ?"
"Tidak," jawab Gio sembari menggelengkan kepalanya pelan.
Amara pun tolehkan kepalanya dan membalas tatapan mata Gio padanya.
"Baguslah jika begitu !" Sahut Amara antusias.
"Kita bisa akhiri ini semua berdua, tanpa ada orang lain yang tahu,"
Gio pun berkerut dahi tak paham. "Apa maksudmu?"
"Aku punya kehidupan, dan aku rasa kamu pun begitu," jawab Amara.
"Lalu ?" Tanya Gio yang masih tak paham dengan arah pembicaraan Amara.
"Anak yang ada dalam kandunganku ini tercipta tanpa rasa cinta. Kehadirannya tak diinginkan. Bagaimana jika kita menggug*rkannya saja ? Setelah itu aku bisa kembali pada kehidupan normal ku, dan kamu pun begitu. Setelah itu kita tak usah bertemu lagi. Kita akan menjadi dua orang yang tak saling mengenal. Dan aku berjanji tak akan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib ataupun ke pada orangtuamu,"
Gio menjatuhkan rahangnya tak percaya. "Apa kamu gila ?" Tanya Gio dengan suara yang sedikit meninggi. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Ini jalan terbaik bagi kita," ucap Amara bersikukuh.
"Anak itu tak berdosa, Amara ! Kita yang berdosa,"
"Kamu ! Kamu yang berdosa !!! Karena aku telah berusaha sekuat tenaga untuk menolakmu !" Potong Amara sembari melotot marah. Bahkan ia menunjuk wajah Gio dengan telunjuknya.
Gio menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. "Aku sudah katakan berulangkali jika akulah yang bersalah dan siap untuk mempertanggungjawabkan semua,"
"Dengan cara apa ? Menikahiku ? Kamu pikir aku mau menikah dengan sumber trauma ku, Huh ?"
"Tapi menyingkirkannya pun merupakan sesuatu yang salah. Tak ada satu dokter pun yang bersedia melakukannya karena itu melanggar hukum. Ayo kita menikah, dan rawat anak itu bersama. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bersama walaupun caranya tak benar," jawab Gio.
Amara tertunduk lesu, menyembunyikan air matanya. "Aku tak bisa lakukan itu, Gio. Ada lelaki yang aku cintai dan aku tak ingin kehilangannya. Maaf... Setuju atau tidak, aku akan tetap melepaskannya pergi,"
bersambung..
jangan lupa tinggalkan jejak ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SAMPAI EPISODE INI AKU SDH BENCI DGN KARAKTER AMARA, APALAGI SAMPAI NIAT GUGURKN KANDUNGANNYA DGN DANIS, LO SPRTI MANUSIA YG TK PUNYA IMAN, INGAT ARA, MANUSIA HNY BRENCANA. TPI TUHAN YG MNENTUKAN.. JODOH, REZEKI DN MAUT ITU RAHASIA TUHAN, LO DN DANIS MMG BRENCANA MNIKAH SRTA SDH BRTUNNGAN, TPI TUHAN BRKHENDAK LAIN DGN TAKDIR LO..
2024-07-01
1
Sulaiman Efendy
WANITA GOBLOK, SEANDAINYAPUN LO GK NIKAH SAMA GIO, APA JWABAN LO KTIKA DANIS PRTANYAKN KSUCIAN LO, JWABAN APA YG LO BRIKAN.. LO GK MIKIR KSANA, BETAPA KECEWA NYA DANIS SAAT STUBUHI LO, DN LO UDH GK VIRGIN...
2024-07-01
1
EndRu
luar biasa Kak Mee 🥰🥰🥰
2023-04-19
1