"cuit.. cuit.. cuit..'' terdengar cicit burung-burung gereja yang bertengger di batang pohon. Seorang lelaki mulai terjaga dari tidurnya padahal hari masih gelap.
"Ough..," lelaki itu mengaduh sembari memijit pelipisnya yang sakit dan berdenyut hebat. Kepalanya masih terasa berat dan pening walaupun kesadarannya mulai kembali. Ia terbangun karena udara dingin mulai membelai bagian tubuh bawahnya yang ternyata setengah terbuka.
Menyadari hal itu Gio langsung memaksakan tubuhnya untuk duduk. "F*ck," makinya kasar saat melihat celananya sudah terbuka hingga sebatas paha. Bahkan ia bisa melihat inti tubuh bawahnya sendiri yang tak tertutup kain itu.
"Gila !! Gue habis ngapain ?" Tanya Gio panik pada dirinya sendiri. Dan dirinya semakin panik saja saat mendapati bercak noda merah yang telah mengering di inti tubuhnya itu.
" F*ck !! F*ck !! F*ck !!" Maki Gio berulang kali. Ia segera berdiri dengan kepalanya yang berdenyut hebat. Memakai kembali celananya dengan sempurna dan menyingkap selimut yang teronggok kusut di atas ranjang karena Gio tertidur di atasnya.
Dengan jantung berdegup kencang, Gio menyingkirkan selimut itu. Pelan-pelan Gio melakukannya dan berharap dalam hatinya agar apa yang ada dalam pikirannya saat ini tak terjadi.
"Ah shiiiiitttt !!!" Maki Gio lagi saat apa yang ia takutkan terjadi. Gio melihat noda merah yang cukup banyak menghiasi sprei nya yang berwarna biru muda. Dan Gio yakin jika noda merah itu adalah darah yang telah mengering. Sebagai lelaki dewasa tentu Gio tahu apa yang terjadi dengannya semalam.
Gio meraup wajahnya frustasi dan juga menjambak rambutnya kuat berulang kali. "Ingat-ingat apa yang lu lakukan semalam, Bod*h !!" Maki Gio pada dirinya sendiri. Tapi sayangnya Gio tak mengingat apapun saat ini dan itu membuatnya semakin frustasi saja.
Lalu ia melihat pada pintu kamarnya yang tak tertutup sempurna. Gio yakin jika seseorang yang tak dikenalnya telah meninggalkannya seperti itu. Karena semua orang yang tinggal di rumah itu tahu jika Gio sedang berada di dalam kamarnya, maka pintu itu harus tertutup rapat.
"Ah F*ck !!" Gio mengumpat sembari menendang asal.
"Ough," Gio mengaduh saat kakinya menginjak sesuatu yang keras dan menyakitinya tanpa sengaja.
Segera Gio berjongkok untuk mengambilnya. Ternyata itu hanya sebuah tanda pengenal yang bertuliskan nama saja. "Amara Mahreen" bacanya pelan. Gio berkerut alis, karena ia tak pernah sekalipun mendengar nama itu dalam hidupnya.
"Apa lu yang masuk ke kamar gue semalam ?" Tanya Gio pelan.
"Sudah bangun, Sayang ?" Tiba-tiba sang ibu telah masuk ke dalam kamar anak tunggalnya itu. Kedatangannya tak terdeteksi karena pintu kamar Gio yang tak tertutup rapat. Cepat-cepat Gio sembunyikan tanda pengenal itu ke dalam saku celananya agar ibunya itu tak bisa melihatnya.
Lalu Gio pun segera berjalan menuju ibunya itu, agar sang ibu tak melihat ke arah ranjangnya yang bernoda. "Aku baru saja bangun, Ma," jawab Gio.
"Bagaimana dengan acara semalam ?" Tanya Gio pada ibunya itu.
"Semalam... acara berjalan dengan lancar," jawab sang ibu dengan senyuman yang dipaksakan.
"Maaf Gio gak bisa turun ke bawah dan menghadirinya,"
Lagi-lagi sang ibu memaksakan senyumnya. "Tak apa, Mama mengerti," sahutnya pelan.
"Maafkan Mama juga yang tak lagi melihat keadaanmu, karena..,"
"Karena Papa melarangnya ?" Tebak Gio, dan ibunya itu hanya tersenyum saja.
Dari senyuman ibunya yang dipaksakan itu, Gio tahu jika tebakannya benar. Dalam hatinya Gio bersyukur karena ibunya itu tak melihat keadaannya semalam. Akan sangat memalukan jika ibunya memergoki Gio dalam keadaan tak sadar dengan inti tubuhnya yang terbuka. Belum lagi jika ibunya tahu tentang noda merah itu, pasti beliau akan sangat merasa sedih dan kecewa sekali.
"Kamu tak meminum obat yang Mama berikan ? Itu untuk mengurangi rasa mabukmu," tanya sang ibu saat ia melihat minuman yang ada dalam cangkir, yang dibuatnya semalam, jumlahnya tak berkurang sama sekali.
Gio pun mengikuti arah pandang ibunya itu dan melihat sebuah cangkir di atas meja. "Ah.. Gio gak tahu Mama nganterin obat, Gio ketiduran," ucap Gio bohong.
"Oh begitu.. Ya sudah nanti Mama buatkan yang baru. Kamu segera bersihkan dirimu dan minta maaflah pada Papa, agar beliau tak bertambah marah,"
Gio mengangguk pelan, menyetujui saran dari ibunya itu.
"Baiklah, Mama tunggu di bawah,"
"Ma," kata Gio, hingga membuat ibunya itu hentikan langkahnya.
"Ya ?"
"Mmm.. siapa yang mengantar cangkir itu tadi malam ?" Tanya Gio. Dalam hatinya ia berharap ibunya itu bisa memberikan sebuah jawaban yang detail hingga ia bisa menemui gadis malang itu.
"Entahlah.. Mama tak ingat, karena banyak sekali orang,"
"Dia pekerja event organizer ?" Tanya Gio lagi penuh selidik.
Ibunya itu berpikir untuk beberapa saat lalu menggeleng pelan. "Mama tak ingat, tapi gadis itu mengenakan seragam hitam putih, sepertinya sih salah satu pegawai catering,"
Deg !
Jantung Gio terasa diremas dengan kuatnya saat sang ibu membenarkan ada seorang gadis yang datang ke dalam kamarnya. Gio pun menelan ludahnya sendiri dengan sangat susah payah.
"Kenapa ?"
"Hah ? Oh gak pa-pa, hanya saja dia pergi dengan pintu yang masih sedikit terbuka. Gio yakin bukan orang rumah yang melakukannya,"
Mendengar penjelasan Gio yang masuk akal, ibunya pun tak bertanya lagi "Oh.. baiklah, Mama tunggu di bawah untuk sarapan. Dan Mama harap kali ini kamu menurutinya,"
"Ya, Ma. Gio mau mandi dulu dan berganti baju," sahut Gio.
Ibunya itu menatap Gio dengan perasaan iba, di dalam hatinya ia merasa hancur saat melihat anak kesayangannya itu dalam keadaan yang memprihatinkan. Rambut Gio sudah panjang dan tak beraturan, lelaki itu masih mengenakan setelan jas yang dipakainya sejak kemarin. Dan bulu-bulu halus di wajahnya mulai terlihat. Tak seperti Gio yang dulu, yang selalu tampil rapih dan wangi.
"Ya," sahut sang ibu pelan dan ia pun memutar tubuhnya untuk kembali berjalan keluar dari kamar anaknya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia melihat sesuatu di atas karpet.
"Gio, apa kamu terluka ?" Tanya sang ibu sembari memutar kembali tubuhnya dan menatap Gio penuh tanda tanya.
"Ng.. nggak kok, kenapa ?" jawab Gio terbata
"Benarkah ? Lalu ini noda apa ?" Tanya ibunya sembari menunjukkan beberapa bercak merah yang mengotori karpet itu.
bersambung....
ramein yuuu novelnya. jangan lupa like, komen dan share sebanyak-banyaknya sama teman, sahabat, pacar, gebetan, selingkuhan, sodara, kakak, adek (yang cukup umur ya) biar aku makin semangat nulis nulisnya.
jangan lupa vote dan hadiah ya soalnya novel ini aku ikutin lomba. kali aja aku beruntung hehe
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
𝕭𝖚𝖊 𝕭𝖎𝖒𝖆 💱
datah prawan ,masa iya samoe kyk org lahiran berceceran 😄😄
2024-07-04
0
Nur Yanti
seruu... sukaaa😘😍
2023-05-19
3
EndRu
syukurlah Ibu Gio menemukan jejak darah Amara. bisa jadi bukti nantinya
2023-04-19
2