Pukul 5 sore Amara sudah bersiap-siap untuk pulang. Ia menenteng tas ranselnya di bahu, sedangkan di tangannya membawa beberapa diktat kuliah.
"Udah siap ?" Tanya Dea tiba-tiba. Gadis itu menepuk pundak Amara, hingga Amara melonjakkan tubuhnya karena terkejut. "Ya Tuhan, De !! Jantung aku hampir copot !" Keluh Amara sembari memegangi dadanya yang berdebar kencang.
"Yaelah, gitu aja kagetan! Udah kaya nenek-nenek aja. Makanya jangan ngelamun melulu ! Kangen Ayang ya ?" Ledek Dea sambil tertawa geli.
"Apaan sih ? Nggak !" Sahut Amara. Dan yang ia katakan adalah benar adanya. Seharian ini Amara merasa tak enak hati tapi bukan Danis lah penyebabnya. Ada hal lain yang menganggunya dan ia tak tahu itu apa.
"Yuk ah ! Kita pergi sekarang biar gak terjebak macet. Kamu udah sholat kan?" Tanya Dea, dan Amara pun mengangguk pelan sebagai jawaban.
Keduanya berjalan berjalan menuju mobil Dea yang terparkir di pelataran kampus. Amara dudukan tubuhnya tepat di sebelah Dea yang mengemudikan mobil itu. Ia meletakkan barang bawaannya di kursi belakang.
"De, kenapa kamu dapat kerjaan ini dari mana? Pas aku cek ternyata pemilik rumahnya itu adalah salah satu pejabat di negara kita,"
Dea tolehkan kepalanya, melihat pada Amara. "Iya.. selain pejabat, beliau juga merupakan pengusaha ternama. Oleh karena itu, acara malam ini harus sempurna karena menyangkut nama baiknya. Jadi, beliau meminta untuk ditambah personil yang melayani para tamunya. Nah... Owner catering ini adalah ibunya teman aku, ia menawarkan pekerjaan ini pada teman anak-anaknya karena bayaran nya yang cukup besar dan waktu bekerjanya hanya beberapa jam saja," jelas Dea panjang lebar.
"Me - la - ya - ni ?" Tanya Amara cemas.
"Hu'um, tapi tenang aja. Tugas kita hanya menjaga stand makanan doang. Memastikan makanan yang tersaji tidak kehabisan. Gampang kan ?"
"Beneran jaga stand doang kan ?" Tanya Amara takut-takut.
"Iya bawel !!" Jawab Dea sembari memutar bola matanya malas. Amara memang tak suka dengan keramaian.
Melihat sepupunya memasang wajah kesal membuat Amara terkekeh geli. Ia menarik nafasnya dalam dan berpikir jka rasa gugupnya itu karena ia takut bertemu orang banyak. Amara adalah seorang gadis yang tak bisa berbasa-basi dan ia tak ahli dalam melakukan hal itu.
Cukup lama mereka berkendara, hingga sampai di sebuah rumah mewah yang letaknya di salah satu daerah elit di kota Jakarta. Dimana orang-orang old money (orang kaya sejak dulu) tinggal.
"Terimakasih, Pak," ucap Dea pada seorang lelaki yang bekerja menjaga pintu gerbang di rumah itu.
"Wow," Amara berdecak kagum saat mobil milik sepupunya ite memasuki pintu gerbang rumah yang di tuju. Rumah putih dua lantai itu berdiri dengan megahnya. Di pelataran parkir berjajar beberapa mobil mewah yang baru kali ini Amara lihat. "Gila ya... Orang kaya beli mobil, kaya beli mainan," ucapnya sembari melihat ke arah mobil-mobil tersebut.
"Katanya sih, anak mereka hobi banget sama mobil," ucap Dea menimpali. Dan Amara pun hanya manggut-manggut saja menanggapinya.
Dea memarkirkan mobilnya di bagian belakang rumah yang tak kalah luasnya. Membuat Amara semakin berdecak kagum di buatnya.
***
Amara sudah berganti baju dengan kemeja putih dan rok yang panjangnya hanya sebatas lutut berwarna hitam dan sepatu kulit yang cocok untuk penampilan itu. Ia terlihat sangat rapi dengan rambutnya yang dikuncir kuda.
Acara sudah berjalan lebih dari satu jam dan semuanya lancar tanpa hambatan yang berarti. Dalam hatinya, Amara bersyukur karena pekerjaan itu benar adanya. Amara dan Dea hanya berjaga-jaga dan memeriksa stand makanan mana yang persediaannya hampir habis, tanpa harus melayani para tamu yang jumlahnya banyak itu. Pekerjaan yang sangat mudah dengan imbalan uang yang cukup besar.
Amara tengah berada di dapur saat sebuah keributan kecil terjadi. Ia pun tak paham benar dengan apa yang tengah terjadi, tapi di sana terlihat seorang lelaki dengan setelan jas sedang beradu argumen bersama pemilik rumah tersebut.
Tak mau ambil pusing, Amara pun lebih memilih untuk melakukan pekerjaannya dengan memberi tahukan pihak catering, jenis makanan manakah yang harus segera di tambah jumlahnya.
Amara baru saja akan pergi dari dapur setelah ia selesai dengan pekerjaannya. Namun seorang wanita menepuk pundaknya sebelum ia pergi.
"Maaf, pekerjaanmu sudah selesai kan ? Bisa tolong bawakan ini ke lantai dua ?" Tanya seorang wanita yang masih terlihat cantik walaupun usianya tak lagi muda.
"Saya sedang sangat sibuk untuk menemani para tamu. Bisakah kamu menolong saya untuk memberikan air hangat ini ke lantai 2 ? Kamar ke tiga setelah tangga," pinta wanita itu lagi karena Amara malah menatapnya takjub.
"Ah.. ma- maaf, Nyonya," sahut Amara tergagap saat sadar yang tengah berbicara dengannya saat ini adalah Nyonya tuan rumah.
"Anakku sedang tak enak badan, kamu cukup menyimpannya di atas meja yang berada di kamarnya,"
"Sa- saya harus masuk ke kamarnya ?" Tanya Amara sedikit ragu.
Wanita itu tersenyum dan mengangguk membenarkan. "Ya hanya menyimpannya saja, Gio pasti sedang terbaring tidur. Kamu tak usah khawatir,"
"Ibu, Bapak menanyakan anda di depan," tiba-tiba seorang wanita lainnya menginterupsi pembicaraan mereka.
"Aku harus segera ke depan, tolong antarkan minuman ini lalu kamu kembali lagi ke sini," ucap si wanita tadi seraya menyerahkan satu cangkir minuman panas yang beraroma rempah. Membuat Amara tak bisa menolaknya.
Amara ingin menyerahkan tugas itu pada orang lain, tapi semuanya mempunyai kesibukan masing-masing. Tak ada pilihan lain, Amara pun melakukannya sendiri. Ia menaiki tangga yang berada di bagian belakang. Sepertinya itu adalah jalan lain untuk naik ke lantai dua, karena tangga utama yang megah berada di ruang depan.
Amara masih saja berdecak kagum saat melihat isi rumah tersebut. Ia adalah rumah termewah yang pernah Amara masuki. Pintu-pintunya yang berwarna putih terlihat kokoh. Amara menghitung pintu itu dan berdiri di depan pintu ke tiga yang tak tertutup sempurna.
Dengan dada berdegup kencang Amara berdehem dan mengetuk pintu itu. "Permisi... Saya diperintahkan untuk membawakan minum," ucap Amara tapi tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar hingga Amara harus mengulanginya.
Setelah dua kali mengetuk pintu, masih saja tak ada jawaban dari dalam kamar. Amara yang ingin segera menyelesaikan tugasnya itu, memberanikan diri membuka pintu idan melangkahkan kakinya masuk dengan dada berdebar kencang tak karuan.
Rupanya itu adalah sebuah kamar tidur mewah seperti di hotel-hotel. Tanpa memperhatikan lebih lama, amara segera meletakkan cangkir yang di bawanya di atas sebuah meja. Ia melirik ke atas ranjang, dan terdapat seorang lelaki berjas yang tadi dilihatnya membuat keributan di lantai bawah.
Lelaki itu tertidur dengan menelungkupkan tubuhnya hingga wajahnya tak terlihat. "Minumnya di atas meja ya, Pak," ucap Amara sebelum ia pergi.
Baru saja Amara mau melangkahkan kakinya, tanda pengenal yang digunakannya terlepas hingga ia harus berjongkok untuk mengambilnya.
"Ya Tuhan...," Amara bergumam pelan sambil mengelus dadanya karena rasa terkejut luar biasa saat lelaki tadi sudah berdiri di hadapannya.
Wangi parfum pria dewasa yang bercampur alkohol menguar dari tubuh tinggi tegap yang mengenakan jas itu. Bola matanya yang berwarna coklat tua menatap Amara lekat-lekat.
"Ma-maaf jika saya mengganggu, saya hanya ditugaskan untuk...,"
"Tidak ! Tidak ! apa yang anda lakukan?" Pekik Amara saat lengannya ditarik dengan kasar oleh lelaki itu untuk mengikutinya.
Amara berontak sekuat tenaga hingga tanda pengenal miliknya kembali terjatuh ke atas karpet. Dadanya berdebar kencang, air mata sudah menganak sungai di pipinya. Amara yang ketakutan terus berontak hingga lengannya sendiri terasa sakit karena lelaki itu semakin kuat mencengkeramnya agar Amara tak melarikan diri.
"Lepaskan!!! Ku mohon lepaskan!!" Teriak Amara sembari terus berusaha melepaskan diri, tapi lelaki itu tetap menyeret dan melemparkan tubuh Amara ke tengah ranjang. Melawan lelaki dengan postur tubuh seperti itu, tenaga Amara kalah dengan telak.
"Ku mohon jangan...," Amara menangis lirih saat lelaki itu menindih tubuhnya dengan sangat cepat. Dan menahan kedua tangan Amara di atas kepalanya. Amara tolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menghindari ciuman lelaki mabuk itu di bibirnya.
"Jangan lakukan ! Aku mohon jangan lakukan..." ucap Amara penuh mohon tapi lelaki itu tak menggubrisnya.
Tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya, lelaki itu hanya menatap kosong pada Amara dengan nafas yang memburu. Lalu ia mencumbu Amara dengan paksa tanpa seorangpun yang mendengar lirihan pilu Amara karena semua orang tengah sibuk di lantai bawah.
***
Amara menatap kosong langit-langit di atasnya. Tubuhnya terasa luluh lantak dan sulit untuk digerakkan. Tapi hatinya lebih hancur lagi karena kehormatannya direnggut paksa oleh lelaki yang tak dikenalnya itu. Dunia Amara hancur dalam hitungan menit saja.
Lelaki itu menggulingkan tubuhnya ke sisi kosong ranjang setelah ia tuntas dengan hasratnya. Membiarkan Amara yang menangis dalam diam.
Masih dengan terisak-isak, Amara mencoba untuk bangkit dan merapikan bajunya yang sudah terbuka. Dengan menahan segala rasa sakitnya Amara pun berdiri dan berjalan tertatih menuju pintu.
Amara memutuskan untuk segera pergi walaupun darah segar mengalir dari pangkal pahanya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Anisatul Azizah
something happen w/ Gio?
2024-10-11
0
Sulaiman Efendy
BOTOL PARFUM YG PECAH, ITU FIRASATNYA YAITU PECAHNYA KSUCIAN AMARA OLEH GIO..
2024-07-01
0
Tina Anton
Duh baru baca hatiku berasa kena hantaman... 😭😭😭
2024-05-08
1