Nina masih bersimpuh di kaki Evan, memohon belas kasihnya dan Evan yang tak sudi untuk disentuh itu menendang tangan Nina.
"Mas, aku mohon. Maafkan aku, aku berani bersumpah kalau aku tidak melakukan apapun dengannya apalagi memiliki perasaan untuknya," tangis Nina seraya kembali bersujud di kaki suaminya.
"Wanita gila, sudah jelas aku melihatnya, melihat dia berada di bawah selimut tanpa mengenakan apapun dan dia masih bisa berkata seperti itu? Di mana letak kewarasannya?" batin Evan dan Evan yang saat ini tidak dapat berpikir jernih pun seketika mengucapkan kata talak.
"Aku ceraikan kamu sekarang juga!" bentak Evan yang kembali menendang tangan Nina, setelah itu, Evan melangkahkan kakinya menuju ke parkiran dan Nina yang masih memohon itu pun tak berhenti mengikutinya.
"Mas, tolong jangan ceraikan aku, aku sangat mencintaimu sehingga aku rela harus berkorban banyak untukmu, Mas," lirih Nina, ia berbicara dengan sesenggukan, terdengar sangat memilukan.
Evan yang tak mau mendengarkan itu pun pergi meninggalkan Nina yang tengah menjadi tontonan.
Bingung, malu dan tak tau harus berbuat apa itulah yang saat ini Nina rasakan. Nina pun menekan dadanya yang terasa sesak, ia pun segera berjalan kaki untuk menuju ke rumah suaminya, ya, Nina meninggalkan dompet dan ponselnya di kamar hotel yang telah membawanya ke dalam kehancuran.
Membutuhkan waktu lama bagi Nina untuk sampai ke rumah suaminya dan di sana, semua pintu telah tertutup rapat seperti hati Evan yang sekarang telah terkunci dan kunci itu telah ikut pergi bersama Nina.
Nina yang masih menangisi nasibnya itu berjongkok di halaman rumah Evan, menatap semua barang-barangnya yang sudah terlempar di sana..
"Kamu tega, Mas. Tega karena tak mau mendengarkan aku!"
****
Pilu, sungguh pilunya hati Nina yang sekarang sudah berada di bandara seorang diri. Nina harus kembali ke negaranya karena di tempat suaminya itu sudah tidak lagi memiliki tempat.
Nina yang tengah menangis itu tak memperdulikan tatapan dari setiap orang yang melihat dan Nina merasa kalau dirinya harus kuat dan tegar.
"Aku tidak bersalah, aku merasa aku telah dijebak, aku yakin ini jebakan untukku berpisah dengan Mas Evan."
Nina yang masih sesenggukan itu menghapus air matanya dan setelah beberapa jam sekarang, Nina sudah berada di kampung halamannya.
2 minggu berlalu, sekarang, Nina yang sedang membantu Eny berjualan sayur di tepi jalan itu merasa mual dan Nina memuntahkan isi perutnya.
"Bu, sepertinya Nina masuk angin," kata Nina seraya menatap Eny yang sedang memperhatikan.
Dan Eny menggeleng, ia menjawab, "Kamu hamil, Nak."
Mendapati anaknya yang tengah mengandung tanpa seorang suami di sisinya, tentu saja Eny menitikkan air matanya.
"Bu, jangan berpikir seperti itu, itu hanya membuat Ibu sedih!"
"Benar Nak. Lihat, payudaramu saja sudah membengkak, wajahmu pucat dan kamu tidak datang bulan, kan?" tanya Eny seraya membelai wajah Nina yang terlihat panik.
Nina takut kalau kehamilannya itu akan membawa fitnah karena Nina baru saja kembali dari Singapura tanpa membawa suaminya.
Lalu, Nina dan Eny harus menjawab salam salam dari Endru, Endru adalah adik Nina yang masih duduk di bangku SMP kelas 3.
"Waalaikumsalam," jawab keduanya bersamaan.
Endru yang melihat keduanya tengah menangis itu pun bertanya, "Kenapa, apa yang membuat kalian menangis?"
"Tidak ada apa-apa, Endru... Ibu titip stand dulu, ya. Ibu harus membawa kakak kamu ke klinik," pinta Eny dan Endru yang masih mengenakan seragam biru putih itu pun mengiyakan.
Endru yang sudah menunggu cukup lama itu pun membereskan standnya, ia mengemasi semua sisa dagangan Eny yang tidak terjual.
"Kenapa Ibu enggak ke sini lagi, ya? Apa terjadi sesuatu dengan Kak Nina?" tanya Endru dalam hati.
Setelah selesai, Endru yang tak memiliki rasa malu untuk membantu Ibunya itu mendorong gerobak, lalu, membawa semua barangnya pulang ke gubuk kecilnya.
Sesampainya di rumah, Endru melihat Nina dan Eny yang sedang menangis.
"Bu, ada apa?" tanya Endru seraya ikut duduk bersama dengan Eny dan Nina di bangku kayu panjang ruang depan.
"Kakak kamu hamil, Ndru," lirih Eny seraya menghapus air matanya menggunakan ujung lengan dasternya.
"Kalau begitu, beri tahu mantan suami kakak, dia harus tau, Bu!" perintah Endru dan Eny pun menjawab kalau nomornya tidak dapat dihubungi.
Dan Nina yang sudah tidak dapat lagi menahan kesedihannya itu bangun dari duduk. Ia pergi ke kamar dan Nina segera berbaring di kasurnya yang sama sekali tidak empuk. Nina menangis karena merindukan Evan yang tak mengetahui kehamilannya.
Setelah hari itu, tentu saja Nina dan keluarganya mengalami hari yang berat, kehamilan Nina membuat geger orang-orang di desanya.
Tentu saja gosip miring yang mereka dengar, Nina yang pergi ke Singapura itu harus mengandung anak majikannya, menjijikkan dan betapa murahannya Nina di mata warga desanya, setelah mendengar kabar hamilnya Nina, warga desa pun tak mempercayai Nina yang mengatakan kalau anaknya itu bukanlah anak haram.
Tak ingin membuat Ibunya terus menangis, Nina pun berniat untuk pergi dari rumah, ia ingin pergi ke Ibu Kota untuk mengadu nasib di sana.
Tetapi, kepergian Nina hanya akan membuat Eny semakin bersedih dan akan semakin merasa bersalah karena tidak dapat menjaga anaknya setelah kepergian suami yang berpulang lebih dulu.
Endru yang mengetahui kalau Nina akan pergi itu pun menahannya, Endru mengejar Nina yang baru saja sampai di perbatasan desa.
Endru yang dibonceng oleh temannya itu memanggil, "Kak Nina!"
Mendengar itu, Nina yang tengah membonceng motor abang ojek pun menoleh. Nina meminta pada ojek itu untuk berhenti sementara.
"Ndru, untuk apa kamu mengejar Kakak?" tanya Nina yang sudah turun dari motor.
Endru pun melakukan hal yang sama yaitu turun dari motor temannya. Pria muda yang belum terlihat tampan karena keadaan itu menarik tas yang berada di tangan Nina.
"Mau kemana, Kak? Apa tidak puas Kakak melukai hati Ibu? Apa tidak puas Kakak melihat air mata Ibu?" tanya Endru dengan nada sedikit tinggi. Air mata keduanya tak dapat lagi tertahan.
Endru menjatuhkan tas Nina, lalu memeluknya.
"Kak, kamu tidak sendiri, ada Ndru dan Ibu," kata Endru seraya melepaskan pelukan itu.
Nina pun kembali memeluk Endru. Sesenggukan di pertigaan desa dengan diperhatikan oleh ojek dan teman Endru.
Melihat itu, mereka pun ikut bersedih.
"Kakak tidak mau membuat Ibu malu, Ndru. Maka dari itu, Kakak harus pergi!" kata Nina seraya menatap Endru dan Endru menggeleng.
"Kalau Kakak pergi, kita harus pergi semua, Ndru tidak mau Kakak melewati hari sulit sendirian," kata Endru seraya menggenggam tangan Nina yang terasa amat dingin.
Dan setelah hari itu, orang desa tak lagi mengetahui keberadaan Nina dan keluarganya.
Jangan lupa like dan komen, ya, all.
Dukung author dengan gift/votenya, ya. Terima kasih. 💙
Mohon maaf untuk typonya. 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
🍾⃝ͩ sᷞuͧ ᴄᷠIͣ Hiatus🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
niat ingin memperbaki ekonomi malah membawa pada fitanh keji ,,
warga desa gk tau apa ap pun berkata semau nya 😥😥
2023-02-25
0
𝙼𝚒𝚔𝚊 👒
begitulah orang 😒 yg mereka tau gosip dan gibah merasa paling suci dan paling bener
2023-02-25
0
🏘⃝Aⁿᵘ𝐀⃝🥀му𒈒⃟ʟʙᴄ𝐙⃝🦜ˢ⍣⃟ₛ
kemarin hanya nikah siri ya Thor?
kalo resmi kan harusnya ada buku nikah ato kalo udah cerai ada akta cerainya... 🤔
2023-02-25
0