Tiba tiba sesosok Lucas yang sedari tadi diam, berdiri.
"Permisi. Sepertinya di sini aku yang lebih membutuhkan Vanya, jadi lebih baik biar aku saja yang bicara dengannya." sahut Lucas.
"Vanya, boleh ikut denganku?" sambung Lucas.
Rupanya Vanya hanya mampu menatap wajah pemilik suara yang baru saja berbicara itu. Vanya terus menatap wajah Lucas tiada henti. Begitu juga dengan Lucas, dia menatap wajah wanita yang akan menyelamatkan dirinya dari "jurang kehancuran".
Lucas merasakan hal yang aneh ketika menatap wajah Vanya. Dia begitu menyesal kenapa tidak bertemu dengan Vanya lebih awal, kenapa tidak pernah melihat wajah cantik Vanya lebih awal. Ya, menurut Lucas, Vanya termasuk wanita yang berparas cantik dan cantiknya belum pernah dia temui.
Segera Lucas menyadarkan dirinya lalu menarik tangan Vanya dan berjalan ke luar. Sedangkan Vanya? Dia hanya mengikuti kemana laki-laki itu akan menarik tangannya.
Lucas membawa Vanya ke luar rumah, tepatnya mobil Lucas yang terparkir di halaman rumah Vanya. Rambut Vanya terkibas-kibas akibat adanya angin karena mereka kini sedang berada di luar.
Secara spontan Lucas pun menyelipkan rambut Vanya ke belakang daun telinganya. Tepat setelah Lucas melakukan itu, suasana di antara mereka menjadi canggung.
Kenapa aku melakukan itu?! Kenapa aku harus menyelipkan rambutnya?! batin Lucas.
Kenapa dia melakukan itu?! Kenapa dia menyentuhku di pertemuan pertama kita?! batin Vanya.
"Hhmm. Di luar banyak angin, mari kita masuk ke dalam mobil." ajak Lucas yang sekaligus memecahkan keheningan di antara mereka.
Lucas pun membukakan pintu mobil untuk Vanya namun seketika dia berpikir kenapa dia harus membukakan pintu? Vanya tentu punya tangan dan bisa membukanya sendiri.
Kini mereka berdua sudah berada di dalam 1 mobil, Lucas di kursi pengemudi, Vanya di kursi penumpang. Lucas mengeluarkan sebuah amplop besar dari laci dasbornya.
Ah.. ternyata adegan di dalam drama kini menjadi nyata. Pasti amplop itu berisi surat perjanjian atau kontrak pernikahan. Huh, klise sekali. batin Vanya.
Lucas memberikan amplop itu kepada Vanya. Namun sepertinya Vanya salah, di depan amplop itu ada logo rumah sakit milik ayah Lucas.
"I..ini apa?" tanya Vanya dengan gugupnya.
"Rekam medis ayahmu." jawab Lucas.
"Bukalah." sambung Lucas.
Vanya membuka amplop besar itu dan melihat isinya. Ternyata benar, isinya bukanlah surat perjanjian atau kontrak pernikahan yang Vanya bayangkan sebelumnya. Isinya merupakan rekam medis ayahnya sendiri.
Di dalam kertas itu Vanya melihat bahwa ayahnya mengidap penyakit asma yang tidak kunjung membaik. Vanya tidak habis pikir, selama ini ayahnya merahasiakan penyakitnya dari Vanya.
"Jadi sekarang kamu ingin mengancamku dengan ini?" tanya Vanya.
"Aku tidak mengancammu. Tidak sama sekali. Mungkin ini hal yang perlu kamu ketahui. Jangan sampai kejadian yang sama terulang kembali." jawab Lucas dengan tegasnya.
"Apa maksudmu?" tanya Vanya.
"Perlu kuperjelas? Kematian ibumu." jawab Lucas.
Sontak air mata Vanya jatuh membasahi pipinya. Kepalanya mulai terasa sakit. Vanya segera keluar dari mobil Lucas dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam, Vanya terus berjalan melewati para manusia yang masih berada di ruang tamu. Dia memasuki kamarnya, menutup pintu kamarnya rapat-rapat, mencari botol obat di dalam tasnya.
Ya, rupanya kematian mamanya 5 tahun yang lalu meninggalkan luka yang teramat dalam bagi Vanya. Sampai-sampai dirinya harus bolak-balik psikiater untuk berusaha menyembuhkannya. Karena setiap mengingat kejadian itu, kepala Vanya terasa sakit seperti memar yang berdenyut.
Bagaimana tidak, kehilangan seorang ibu tidaklah mudah bagi seorang anak. Ditambah Vanya yang saat itu tidak bisa berada di samping mamanya ketika menghembuskan napas terakhir.
"Vanya! Kamu kenapa Vanya? Buka pintunya, Vanya!" ucap ayah Vanya dari luar.
"Vanya! Jawab ayah, Vanya." sambungnya.
"Vanya, buka pintunya kalau tidak kakak dobrak." kata Fery.
"Ah, tidak. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat." ucap Vanya dari dalam.
"Benar Vanya kamu tidak apa-apa?" tanya Fery.
"Iya, kak. Pergilah, kalian mengganggu istirahatku." jawab Vanya.
"Maaf, paman sepertinya aku membuat kesalahan." kata Lucas.
"Ah tidak usah dipikirkan. Dia hanya perlu beristirahat." balas ayah Vanya.
"Pertemuan pertama memang tidak langsung berhasil. Mungkin kita butuh pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya." kata Edward.
"Hahaha iya. Sepertinya putriku masih membutuhkan waktu." balas Hary (ayah Vanya).
"Tapi Vanya benar tidak apa-apa kan, paman?" celetuk Lucas.
"Iya, Lucas. Dia hanya butuh istirahat saja." jawab Hary.
"Baiklah kalau begitu kita akan bertemu lagi nanti ketika Vanya sudah membaik." kata Lucas.
"Tentu saja." balas Hary.
Lucas dan ayahnya pamit pulang dari rumah Hary. Begitu juga dengan Fery dan Redy. Sejak dari kepulangan mereka sampai waktunya makan malam, Vanya belum keluar dari kamarnya.
Dia masih duduk di lantai, meratapi isi amplop tersebut. Biasanya di dalam drama, pemeran utama wanita akan meratapi isi amplop yang berisi surat perjanjian tapi kini Vanya meratapi rekam medis ayahnya.
"Mama.. apa mama mendengarku? Aku harap mama mendengarku daripada melihatku sekarang. Menurut mama, apa aku benar benar harus menjalankan pernikahan bodoh ini? Mama tahu betul kalau aku tidak suka hidupku dikendalikan. Aku benci situasi ini." lirih Vanya.
Tok tok tok. "Non Vanya, waktunya makan malam. Tuan sudah menunggu non di meja." ucap Minah sang ART.
"I.. iya bi." Vanya segera menghapus air mata yang mengalir di pipinya lalu bangkit berdiri dan turun ke bawah.
Vanya kini berada di meja yang sama dengan ayahnya. Hanya mereka berdua saja yang menempati rumah itu karena kedua kakak Vanya sudah berkeluarga dan memilih tinggal terpisah.
Suasana di meja makan itu sangat canggung. Hubungan Vanya dan ayahnya tidak sebaik saat ada orang.
"Menikahlah dengan Lucas. Jangan menjadi anak yang suka membantah." ucap ayah Vanya dengan dingin
"Bagaimana kalau aku menjadi anak yang suka membantah? Apa yang ayah akan lakukan?" balas Vanya.
Ayah Vanya meletakkan sendok makannya di atas meja. "Mamamu di atas sana akan sedih melihatmu." jawab ayah Vanya.
"Bagaimana kalau mama akan senang jika aku membantah ayah?" balas Vanya.
"Vanya! Sampai kapan kamu akan menyusahkan ayah? Tidak bisakah kamu membantu ayah sedikit saja? Ayah mohon. Jangan menyusahkan ayah lagi." ucap ayah Vanya.
"Apa.. aku.. akan menyusahkan ayah kalau aku tidak menikah dengan Lucas?" ucap Vanya dengan lirih.
"Tentu saja. Apa kurangnya Lucas? Dia handal menjadi dokter bedah, mapan, secara fisik juga sempurna. Dia juga akan menjadi pewaris tunggal GH Group." kata ayah Vanya.
"Kalau begitu, atur pertemuan kami lagi." ucap Vanya lalu pergi meninggalkan meja makan.
Bersambung...
Terima kasih sudah membaca novel Laki-laki Pilihan Ayah. Berikan dukunganmu kepada Author dengan memberikan like, tips, komentar, dan vote. Jangan lupa tambahkan novel ini ke favorite Anda agar mengetahui up episode terbaru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 406 Episodes
Comments
Tommy Pissa
🤔🤔🤔
2023-06-17
0
elma sukmala
belum tahu isi cerita nya apa
2022-03-28
0
Nuraeti Ethy
ahsiap
2022-03-16
0