Bab 8 Wanita Pelangkah

Alexander menutup pintu kamar Jamilah dan juga menguncinya.

"Kamu lagi dimana?." Tanya Daddy Emir memperhatikan dengan seksama tempat Alexander.

Tanpa menjawab, Alexander mengarahkan kameranya pada seluruh ruangan kamar Jamilah.

"Bukan di kamar mu?, dimana ini?." Daddy Emir baru kali ini melihat tempat yang begitu biasa tapi bisa didatangi anaknya. Sebab setahunya dulu, Alexander begitu alergi memasuki tempat atau rumah yang biasa atau tidak layak untuk ditempati. Tapi kali ini, kenapa bisa?. Padahal sebelum menelpon Alexander, Daddy Emir sudah menelpon Kakek Utomo. Dan tahulah dimana Alexander saat ini. Tapi tetap saja ia ingin tahu dimana keberadaan sang putra terlebih ingin mendengar suaranya. Tapi tetap sama Alexander belum mau membuka mulutnya.

Alexander kembali mengedarkan pandangannya, melihat setiap sisi ruang kamar Jamilah. Kemudian Alexander memfokuskan kamera pada satu bingkai foto dimana disitu hanya ada Ibu guru Jamilah.

Daddy Emir menatap intens wanita itu, entah dorongan dari mana sampai Daddy Emir megambil foto tersebut melalui kamera ponselnya. Yang tanpa sadar ponsel Daddy Emir sudah berada dalam posisi menu utama.

Usai menekan tombol warna merah sebagai tanda sambungan telepon sudah terputus. Alexander keluar lalu mencari keberadaan Jamilah yang sudah menghilang dari dalam rumah . Di dapur hanya ada Emak yang masih sibuk membuat kue untuk cemilan Alexander dan anggota keluarga yang lainnya. Di luar rumah pun Jamilah tidak terlihat, ia pun masuk kembali ke dalam rumah baru ia bertemu dengan Jamilah.

"Tadi aku cari ke dapur enggak ada, ke depan juga enggak ada, Ibu guru Jamilah dari mana?." Jamilah memperlihatkan beberapa potong baju ditangannya. "Angkat jemuran baju yang tadi. Tapi masih banyak yang basah." Jamilah meletakkannya di dalam keranjang.

.

.

.

Sudah jam 10. 30 WIB, matahari sedang terik-teriknya. Tapi Alexander malah minta ke sawah melihat hamparan padi yang akan dipanen. Dengan menggunakan motor Jamilah. Padahal Jamilah sudah merencanakan nanti sore dirinya akan mengajak Alexander untuk berkeliling kampung. Tapi sayang Alexander menolak, yang mau tidak mau saat matahari terik ini mereka harus ke sawah juga.

"Kenapa kita tidak berhenti dan turun di sini saja?." Alexander melepaskan pegangan pada pundak Jamilah.

"Nanti dulu, Alexander!. Kita cari tempat yang tidak panas." Jamilah meminta kembali Alexander berpegangan pada pundaknya.

Jamilah menghentikan dan mematikan mesin motor. Tepat di depan sebuah saung yang cukup besar. Alexander turun lebih dulu dan berdiri di atas bale-bale. Menyaksikan keindahan yang tidak akan pernah ditemukannya dimana pun. Apalagi diperkotaan tempatnya dulu, yang banyak gedung-gedung pencakar langit.

"Wow...." Mulut Alexander membulat menyerupai huruf o. Loncat-loncat di atas bale-bale.

Alexander melihat Jamilah mendekati seorang pria tua yang hampir sama dengan Kakeknya. Alexander mengintip dari balik saung, posisi Jamilah dan pria itu cukup jauh dari saung nya. Alexander melihat Jamilah dan pria tua itu terlibat obrolan, beberapa kali pria tua mengangguk-angguk dan tidak lama Jamilah kembali lagi ke saung dimana dirinya duduk saat ini.

"Ibu guru Jamilah tahu siapa pria tua itu?." Alexander menyipitkan kedua matanya karena sinar matahari yang begitu menyilaukan.

"Pria itu memang sudah tua, tapi bukan berarti kamu bisa memanggilnya dengan sebutan yang kamu bilang tadi. Kamu bisa memanggilnya Bapak atau Kakek, karena itu sudah umum dijadikan panggilan, termasuk saat kita tidak tahu namanya. Itu terdengar lebih baik dan tentunya lebih sopan." Jelas Jamilah panjang lebar.

"Tapi dulu, Daddy selalu memanggil Kakek Utomo dan beberapa pegawai pria dirumahnya yang berumur dengan sebutan itu." Sanggah Alexander yang hanya bisa disampaikannya dalam hati. Tidak ingin membuat nama Daddy nya jelek di depan orang lain.

"Ibu guru Jamilah mengenal Kakek itu?." Alexander kali ini, untuk pertama kalinya tersenyum manis pada Jamilah. Lesung pipi yang samar-samar terlihat dari kedua pipinya yang sedikit tembem.

"Iya Alexander, Kakek itu bernama Harun. Kakek Harun itu pemilik dari sawah yang sangat luas dan juga Kakek harun yang sudah membuat sendiri saung ini." Jamilah menunjuk ke depan, samping kanan dan kirinya. Menunjukkan betapa luas sawah yang dimiliki Kakek Harun. Jamilah menoleh pada Alexander dan melihat raut wajah Alexander yang seketika berubah.

"Tapi penampilannya sangat jauh berbeda dengan apa yang dimilikinya, Ibu guru Jamilah?." Tanya Alexander dengan kedua kaki yang mulai turun ke sawah.

"Mungkin Kakek Harun menerapkan ilmu padi dalam hidupnya. Memiliki kekayaan yang banyak tidak menjadikannya bersikap sombong atau angkuh tapi justru Kakek Harus semakin rendah hati dengan kekayaan yang dimilikinya." Jawab Jamilah ikut duduk di pematang sawah dengan kaki yang sudah kotor karena ulah Alexander yang sengaja mengotori kaki Jamilah.

Sungguh sangat bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan Daddy Emir selama ini. Yang selalu menunjukkan kekuasaan dan siapa dirinya. Selalu bersikap sombong, angkuh, arogan dengan semua kesuksesan dan kekayaan yang sangat berlimpah.

.

.

.

Kembali ke rumah dengan kaki yang penuh dengan tanah sawah. Terdengar suara adzan Dzuhur yang sedang berkumandang, cukup lama Jamilah dan Alexander berada di sawah. Keduanya membersihkan kaki di kamar mandi yang ada di luar.

Bapak yang sudah pulang dari tadi pun, hendak pergi ke masjid yang tidak jauh dari rumah, hanya terhalang enam rumah.

"Bapak selalu sholat di masjid. Kamu mau ikut sama Bapak?." Jamilah melihat Alexander yang memperhatikan Bapak, dengan samping dan baju koko serta peci yang terlihat masih baru semuanya. Padahal sangat berbeda dengan keseharian Bapak yang Alexander tahu dari kedua kalinya bertamu disini. Bahkan tadi saat mengantar kedua adik Ibu guru Jamilah pun, baju Bapak bisa dibilang sudah lusuh, warna yang sudah sangat pudar.

Jamilah menjelaskan kenapa Bapak memakai baju rapi dan bagus saat akan melaksanakan sholat. Sebab Bapak akan menemui Gusti Alloh sang pemilik hidup, jadi semuanya harus sudah dipersiapkan sebaik dan sebagus mungkin. Jamilah seperti orang pintar saja yang bisa membaca isi pikiran dan hati Alexander.

Alexander menggeleng, dengan mata yang melihat Bapak. Yang lebih memilih jalan kaki keluar dari rumah. Padahal ada sepeda motor yang bisa dipakainya.

Bapak juga ingin memiliki pahala dari berjalan kaki menuju tempat nya beribadah yaitu masjid yang ditujunya. Setiap hal kecil yang dilakukan karena tujuan baik dan tentunya karena Alloh maka akan mendapatkan pahala. Kembali Jamilah memberitahu alasan Bapaknya. Jamilah hanya berusaha menebak dari tatapan Alexander yang begitu intens pada Bapak seolah sedang mencari jawaban dari pertanyaannya.

"Kamu ganti pakaian lagi ya?. Ibu mau mandi."

Jamilah meninggalkan Alexander yang mengangguk mengiyakan. Sedangkan ia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dapur. Sudah lengkap dengan membawa baju ganti.

Usai mengerjakan sholat Dzuhur, Jamilah merapikan mukena lalu menggantungnya. Alexander yang sedari awal duduk di atas kasur, memperhatikan semua gerakan yang dilakukan Jamilah dari awal hingga akhir. Terlihat masih setia pada posisinya.

"Kamu ngantuk?." Jamilah duduk di sebelah Alexander.

Alexander menggeleng dengan tatapan yang sudah berkaca-kaca dan itu bisa ditangkap Jamilah.

"Terkadang anak laki-laki juga tidak masalah loh jika harus menangis. Karena menangis juga ada manfaatnya, bisa membasahi kornea mata kita."

Jamilah memberikan punggungnya saat Alexander akan memeluknya. Walau pun Alexander masih terbilang masih anak-anak. Bagaimana pun ia dan Alexander tidak ada ikatan darah jadi semuanya tetap harus dijaga, semua memiliki batasannya.

"Aku sangat merindukan Mommy. Mommy tidak pernah menghubungi ku apalagi menemui ku setelah mereka berpisah." Alexander menarik ingus yang sudah mulai mau keluar.

Jamilah mengambil tissue, meletakkannya di depan Alexander yang sudah menangis.

"Sudah hampir lima tahun dari yang aku ingat, aku tidak tahu kabar apa pun tentang wanita yang sudah melahirkan ku. Wanita yang dulu sering aku panggil Mommy itu menghilang dari hidupku. Aku tidak memiliki cahaya apa pun untuk menerangi hidup ku." Mulai terdengar kencang tangisan Alexander dengan pegangan tangan yang begitu erat pada lengan Jamilah.

Jamilah tidak ingin memberikan masukan, nasihat atau petuah apa pun saat Alexander merasa sedih seperti ini. Alexander hanya perlu didengarkan, didengarkan dan didengarkan.

"Aku seperti anak yang terbuang, tidak diharapkan, terabaikan saat Daddy juga lebih memilih pergi bersama Joy dan wanitanya, untuk tinggal di LA." Sudah banyak tissue yang terbuang bahkan sampai berjatuhan ke lantai. Tapi Jamilah tetap membiarkannya.

"Mommy dan Daddy sudah begitu jahat pada ku, dengan membiarkan anak kecil itu hidup tanpa tujuan, tanpa bimbingan, tanpa kasih sayang, tanpa arah. Aku seperti angin yang tidak memiliki pendirian, kadang aku begitu, begitu dan kadang juga aku begitu menyesalinya. Tapi mereka sepertinya tidak menyesal sudah membuang dan menelantarkan aku selama lima tahun ini." Lanjut Alexander, kali ini hijab instan Jamilah jadi alat untuk mengelap ingus dan air mata Alexander secara bersamaan.

Di luar kamar Jamilah, Jaka dan Julia sudah menguping dari lima menit yang lalu. Tapi lebih tepatnya bukan menguping, dengan rumah yang sederhana ini dan tangisan Alexander yang begitu kencang menjadikan mereka bisa mendengar dengan jelas perkataan Alexander yang terakhir.

"Siapa yang menangis, Mak?." Julia menarik tangan Emak yang hendak masuk ke dalam kamar.

"Alexander." Jawab Emak sambil melanjutkan kembali langkah kakinya.

"Tuh anak masih disini?." Tanya Jaka sembari mengambil makanan.

"Kata Emak sih iya." Jawab Julia. Mereka langsung makan setelah mengganti baju seragam.

.

.

.

Daddy Emir yang sekarang menelpon Pak Utomo.

"Papa percaya pada guru Alexander?."

"Percaya, bahkan sangat percaya."

"Ya papa pantau saja, jangan sampai wanita itu memberi pengaruh buruk pada putra ku."

"Kau tidak salah bicara, Emir?. Bukannya kau sendiri yang sudah memberikan pengaruh buruk untuk putra mu?. Kau menjadikan Alexander pelampiasan dari setiap masalah yang kau miliki. Pengaruh buruk itu bukan datang dari orang luar, Emir!. Melainkan kita, kita sebagai keluarga yang paling dekat dengan Alexander yang sudah mempengaruhinya dengan hal buruk." Suara Pak Utomo sedikit meninggi dan penuh penekanan pada setiap kalimatnya.

"Seharusnya kau sadar akan hal itu, Emir. Kau sudah dengan sangat egois membiarkan Alexander tumbuh sendiri tanpa orang tua." Lagi, Pak Utomo langsung saja mematikan sambungan teleponnya setelah mengatakan hal yang selalu dipendamnya. Namun kini Pak Utomo sudah bisa bicara dengan lantang dan tegas.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

jadi kepo, apa yang sebenarnya menimpa keluarga si Alex yah, sampai dia ga bisa ketemu lagi sama ibu kandungnya

2024-04-29

0

Wulansari

Wulansari

begitulah anak² akan bertingkah/bertindak sesuai contoh yg paling dekat dengannya yaitu ortunya, ga heran alexander jadi begitu krn melihat daddy nya

2024-03-15

1

Yani

Yani

Joy itu siapanya Alexsander

2023-12-10

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Wanita Pelangkah
2 Bab 2 Wanita Pelangkah
3 Bab 3 Wanita Pelangkah
4 Bab 4 Wanita Pelangkah
5 Bab 5 Wanita Pelangkah
6 Bab 6 Wanita Pelangkah
7 Bab 7 Wanita Pelangkah
8 Bab 8 Wanita Pelangkah
9 Bab 9 Wanita Pelangkah
10 Bab 10 Wanita Pelangkah
11 Bab 11 Wanita Pelangkah
12 Bab 12 Wanita Pelangkah
13 Bab 13 Wanita Pelangkah
14 Bab 14 Wanita Pelangkah
15 Bab 15 Wanita Pelangkah
16 Bab 16 Wanita Pelangkah
17 Bab 17 Wanita Pelangkah
18 Bab 18 Wanita Pelangkah
19 Bab 19 Wanita Pelangkah
20 Bab 20 Wanita Pelangkah
21 Bab 21 Wanita Pelangkah
22 Bab 22 Wanita Pelangkah
23 Bab 23 Wanita Pelangkah
24 Bab 24 Wanita Pelangkah
25 Bab 25 Wanita Pelangkah
26 Bab 26 Wanita Pelangkah
27 Bab 27 Wanita Pelangkah
28 Bab 28 Wanita Pelangkah
29 Bab 29 Wanita Pelangkah
30 Bab 30 Wanita Pelangkah
31 Bab 31 Wanita Pelangkah
32 Bab 32 Wanita Pelangkah
33 Bab 33 Wanita Pelangkah
34 Bab 34 Wanita Pelangkah
35 Bab 35 Wanita Pelangkah
36 Bab 36 Wanita Pelangkah
37 Bab 37 Wanita Pelangkah
38 Bab 38 Wanita Pelangkah
39 Bab 39 Wanita Pelangkah
40 Bab 40 Wanita Pelangkah
41 Bab 41 Wanita Pelangkah
42 Bab 42 Wanita Pelangkah
43 Bab 43 Wanita Pelangkah
44 Bab 44 Wanita Pelangkah
45 Bab 45 Wanita Pelangkah.
46 Bab 46 Wanita Pelangkah
47 Bab 47 Wanita Pelangkah
48 Bab 48 Wanita Pelangkah
49 Bab 49 Wanita Pelangkah
50 Bab 50 Wanita Pelangkah
51 Bab 51 Wanita Pelangkah
52 Bab 52 Wanita Pelangkah
53 Bab 53 Wanita Pelangkah
54 Bab 54 Wanita Pelangkah
55 Bab 55 Wanita Pelangkah
56 Bab 56 Wanita Pelangkah
57 Bab 57 Wanita Pelangkah
58 Bab 58 Wanita Pelangkah
59 Bab 59 Wanita Pelangkah
60 Bab 60 Wanita Pelangkah
61 Bab 61 Wanita Pelangkah
62 Bab 62 Wanita Pelangkah
63 Bab 63 Wanita Pelangkah
64 Bab 64 Wanita Pelangkah
65 Bab 65 Wanita Pelangkah
66 Bab 66 Wanita Pelangkah
67 Bab 67 Wanita Pelangkah
68 Bab 68 Wanita Pelangkah
69 Bab 69 Wanita Pelangkah
70 Bab 70 Wanita Pelangkah
71 Bab 71 Wanita Pelangkah
72 Bab 72 Wanita Pelangkah
73 Bab 73 Wanita Pelangkah
74 Bab 74 Wanita Pelangkah
75 Bab 75 Wanita Pelangkah
76 Bab 76. Wanita Pekangkah
77 Bab 77 Wanita Pelangkah
78 Bab 78 Wanita Pelangkah
79 Bab 79 Wanita Pelangkah
80 Bab 80 Wanita Pelangkah (Tamat)
81 Promo Novel baru Pernikahan Rahasia
82 Promo Novel baru Sebuah Pilihan
83 Promo Novel baru David dan Soleha
84 Bab 1 Season 2 : Wanita Pelangkah
85 Bab 2 Season 2 : Wanita Pelangkah
86 Bab 3 Season 2 : Wanita Pelangkah
87 Bab 4 Season 2 : Wanita Pelangkah
88 Bab 5 Season 2 : Wanita Pelangkah
89 Bab 6 Season 2 : Wanita Pelangkah
90 Bab 7 Season 2 : Wanita Pelangkah
91 Bab 8 Season 2 : Wanita Pelangkah
92 Bab 9 Season 2 : Wanita Pelangkah
93 Bab 10 Season 2 : Wanita Pelangkah
94 Bab 11 Season 2 : Wanita Pelangkah
95 Bab 12 Season 2 : Wanita Pelangkah
96 Bab 13 Season 2 : Wanita Pelangkah
97 Bab 14 Season 2 : Wanita Pelangkah
98 Bab 15 Season 2 : Wanita Pelangkah
99 Bab 16 Season 2 : Wanita Pelangkah
100 Bab 17 Season 2 : Wanita Pelangkah
101 Bab 18 Season 2 : Wanita Pelangkah
102 Bab 19 Season 2 : Wanita Pelangkah
103 Bab 20 Seosan 2 : Wanita Pelangkah
104 Promosi Novel Baru "Lala, Si OB Lugu
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Bab 1 Wanita Pelangkah
2
Bab 2 Wanita Pelangkah
3
Bab 3 Wanita Pelangkah
4
Bab 4 Wanita Pelangkah
5
Bab 5 Wanita Pelangkah
6
Bab 6 Wanita Pelangkah
7
Bab 7 Wanita Pelangkah
8
Bab 8 Wanita Pelangkah
9
Bab 9 Wanita Pelangkah
10
Bab 10 Wanita Pelangkah
11
Bab 11 Wanita Pelangkah
12
Bab 12 Wanita Pelangkah
13
Bab 13 Wanita Pelangkah
14
Bab 14 Wanita Pelangkah
15
Bab 15 Wanita Pelangkah
16
Bab 16 Wanita Pelangkah
17
Bab 17 Wanita Pelangkah
18
Bab 18 Wanita Pelangkah
19
Bab 19 Wanita Pelangkah
20
Bab 20 Wanita Pelangkah
21
Bab 21 Wanita Pelangkah
22
Bab 22 Wanita Pelangkah
23
Bab 23 Wanita Pelangkah
24
Bab 24 Wanita Pelangkah
25
Bab 25 Wanita Pelangkah
26
Bab 26 Wanita Pelangkah
27
Bab 27 Wanita Pelangkah
28
Bab 28 Wanita Pelangkah
29
Bab 29 Wanita Pelangkah
30
Bab 30 Wanita Pelangkah
31
Bab 31 Wanita Pelangkah
32
Bab 32 Wanita Pelangkah
33
Bab 33 Wanita Pelangkah
34
Bab 34 Wanita Pelangkah
35
Bab 35 Wanita Pelangkah
36
Bab 36 Wanita Pelangkah
37
Bab 37 Wanita Pelangkah
38
Bab 38 Wanita Pelangkah
39
Bab 39 Wanita Pelangkah
40
Bab 40 Wanita Pelangkah
41
Bab 41 Wanita Pelangkah
42
Bab 42 Wanita Pelangkah
43
Bab 43 Wanita Pelangkah
44
Bab 44 Wanita Pelangkah
45
Bab 45 Wanita Pelangkah.
46
Bab 46 Wanita Pelangkah
47
Bab 47 Wanita Pelangkah
48
Bab 48 Wanita Pelangkah
49
Bab 49 Wanita Pelangkah
50
Bab 50 Wanita Pelangkah
51
Bab 51 Wanita Pelangkah
52
Bab 52 Wanita Pelangkah
53
Bab 53 Wanita Pelangkah
54
Bab 54 Wanita Pelangkah
55
Bab 55 Wanita Pelangkah
56
Bab 56 Wanita Pelangkah
57
Bab 57 Wanita Pelangkah
58
Bab 58 Wanita Pelangkah
59
Bab 59 Wanita Pelangkah
60
Bab 60 Wanita Pelangkah
61
Bab 61 Wanita Pelangkah
62
Bab 62 Wanita Pelangkah
63
Bab 63 Wanita Pelangkah
64
Bab 64 Wanita Pelangkah
65
Bab 65 Wanita Pelangkah
66
Bab 66 Wanita Pelangkah
67
Bab 67 Wanita Pelangkah
68
Bab 68 Wanita Pelangkah
69
Bab 69 Wanita Pelangkah
70
Bab 70 Wanita Pelangkah
71
Bab 71 Wanita Pelangkah
72
Bab 72 Wanita Pelangkah
73
Bab 73 Wanita Pelangkah
74
Bab 74 Wanita Pelangkah
75
Bab 75 Wanita Pelangkah
76
Bab 76. Wanita Pekangkah
77
Bab 77 Wanita Pelangkah
78
Bab 78 Wanita Pelangkah
79
Bab 79 Wanita Pelangkah
80
Bab 80 Wanita Pelangkah (Tamat)
81
Promo Novel baru Pernikahan Rahasia
82
Promo Novel baru Sebuah Pilihan
83
Promo Novel baru David dan Soleha
84
Bab 1 Season 2 : Wanita Pelangkah
85
Bab 2 Season 2 : Wanita Pelangkah
86
Bab 3 Season 2 : Wanita Pelangkah
87
Bab 4 Season 2 : Wanita Pelangkah
88
Bab 5 Season 2 : Wanita Pelangkah
89
Bab 6 Season 2 : Wanita Pelangkah
90
Bab 7 Season 2 : Wanita Pelangkah
91
Bab 8 Season 2 : Wanita Pelangkah
92
Bab 9 Season 2 : Wanita Pelangkah
93
Bab 10 Season 2 : Wanita Pelangkah
94
Bab 11 Season 2 : Wanita Pelangkah
95
Bab 12 Season 2 : Wanita Pelangkah
96
Bab 13 Season 2 : Wanita Pelangkah
97
Bab 14 Season 2 : Wanita Pelangkah
98
Bab 15 Season 2 : Wanita Pelangkah
99
Bab 16 Season 2 : Wanita Pelangkah
100
Bab 17 Season 2 : Wanita Pelangkah
101
Bab 18 Season 2 : Wanita Pelangkah
102
Bab 19 Season 2 : Wanita Pelangkah
103
Bab 20 Seosan 2 : Wanita Pelangkah
104
Promosi Novel Baru "Lala, Si OB Lugu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!