"Rin, Ibu mau jalan-jalan dengan Siska, mana uangnya?" kata Bu Lastri siang itu.
"Jalan-jalan kemana Bu?" tanya Arini dengan lembut.
"Kemana saja, kau dan Ilham kan tidak pernah mengajak ibu!" sungutnya kesal.
"Arini minta maaf Bu, nanti kalau mas Ilham pulang, Arini bilangin biar kita jalan-jalan sekeluarga." ucap Arini menghiburnya.
"Itu kita bahas nanti saja! Ilham kan anak Ibu, kalau cuma bilang begitu, ibu juga bisa. ibu itu lebih berhak dari pada kamu!" ucapnya sewot.
Arini mendesah panjang.
Ia merasa hanya bicara sedikit, tapi mertuanya sudah ngelantur terlalu jauh.
Arini meletakkan tiga lembaran merah di meja.
"Lho mbak, ini kurang dong, tambahin lagi! aku mau beli barang yang sudah lama aku incar." kata Siska memohon.
"Sis, ini kan tanggal tua, mbak tidak pegang uang banyak. nanti kalau Mas mu pulang, bisa minta di tambahin ya!" bujuk Arini.
Arini tak menyangka, Siska mengadu kepada ibunya.
Bu Lastri menghampiri Arini dengan wajah merah karena marah
"Rin, ayolah, jangan terlalu perhitungan sama adikmu! toh itu juga uang Ilham. kamu hanya mengelolanya."
Degh!
Arini terhenyak. mertuanya sudah berani menyinggung soal keuangan?
" Benar, ini uang mas Ilham, tapi tidak aku gunakan untuk keperluan pribadiku Bu, uang itu untuk bayar tagihan listrik, air, uang jajan Siska, iuran sana sini, belum lagi untuk kebutuhan dapur, uang enam juta itu tidak seberapa Bu!" jawab Arini mencoba memberi penjelasan.
"Jadi kau anggap uang enam juta itu sedikit? kau anggap Ilham suami yang kurang menafkahi mu, begitu?"
Suara Bu Lastri semakin meninggi.
"Sudah Bu, malu di dengar tetangga.!" Arini berusaha menyudahi perdebatan.
"Baiklah, berapa kamu butuh Sis?" kini tatapannya beralih ke Siska.
"Ini pertama kalinya ibu ke mall. jadi tujuh ratus ribu aku kira cukup mbak!" ucap Siska dengan entengnya. Arini menatapnya.
"Sudahlah Mbak, nanti Mbak tinggal minta mas Ilham kalau sudah pulang. beres, kan?"
kata Siska lagi yang di ikuti anggukan oleh ibunya.
Arini mengalah. ia memberikan uang tujuh ratus ribu pada adik iparnya. walaupun yang di pegangnya kini cuma tiga ratus ribu lagi.
"Biarlah, ketimbang ribut, nanti aku bisa ngutang di warung kalau kepepet." pikir Arini dengan bijak.
Setelah kepergian Bu Lastri.
Arini sengaja duduk di teras untuk mencari angin. Di dalam hawanya sangat gerah.
Belum lama ia menikmati hembusan angin yang segar.
saat sebuah mobil masuk ke halaman.
Seorang wanita cantik melangkah dengan anggun menghampiri Arini.
"Apa kabar Rin?" sapa wanita itu tersenyum manis.
"Anita kan?" ucap Arini penuh kekagetan.
Wanita itu merentangkan kedua tanganya.
Mereka berpelukan erat.
"Nit, kau berubah sekali!" seru Arini takjub.
"Ah biasa saja. apanya yang berubah?" jawabnya merendahkan diri.
Anita adalah teman masa kuliahnya dulu.
Ilham, Anita dan dirinya adalah sahabat dekat. di lingkungan kampus tidak ada yang tidak tau dengan persahabatan mereka bertiga.
Setelah lulus, Arini dan Anita sempat bekerja di satu tempat yang sama. namun itu tidak lama, karna Arini memilih menikah dengan Ilham. Sedangkan Anita ikut pamanya ke kota lain.
Semenjak itu mereka tidak pernah saling kontak.
Sampai hari ini tiba-tiba saja dia muncul di depan Arini dengan penampilan yang jauh berbeda.
"Oh, ya mau minum apa? sampai lupa menawari minum!"
"Air putih saja Rin," jawabnya tersenyum.
Benar- benar sudah berubah. Anita yang dulu tidak suka air putih, kulitnya kusam tidak terawat dan bertubuh padat, kini langsing semampai. Dan wajahnya itu, putih mulus tidak berpori.
Arini berdecak kagum.
"Ini, minumlah!" ucapnya sambil meletakkan segelas air putih dan sedikit camilan.
"Kau hebat sekarang Nit."
"Ah biasa saja, kau kan juga kerja, kata...!" Anita tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kata siapa aku kerja?" kejar Arini sambil tertawa.
"Sudah lupakan saja!" jawab Anita.
" Setelah berhenti dari tempat kita dulu itu, Aku memang sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta. dan posisiku lumayan, tapi mas Ilham memintaku berhenti. katanya mencari nafkah itu adalah kewajibannya. aku disuruh mengurus rumah dan sebagainya."
Arini menceritakan tentang suaminya dengan mata berbinar.
"Dari dulu dia adalah pria yang bertanggung jawab!" gumam Anita pelan.
Ia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada suami temanya itu.
"Ceritakan dong tentang dirimu!" pinta Arini bersemangat.
Anita tersenyum kecut.
"Tidak ada yang menarik dari kisah ku Rin!"
ucapnya merendah.
"Ceritakan tentang keluargamu, suamimu atau anak-anakmu!"
"Aku belum berkeluarga Rin," ucapnya getir.
Arini tertegun tak percaya.
"Ah pasti kau bercanda, wanita karier yang cantik dan modis sepertimu mana mungkin belum menikah?" seloroh Arini.
Anita hanya tersenyum menanggapinya.
Lalu apa yang membuat Anita belum memilih pasangannya sampai saat ini?
Usia Arini saja sudah dua puluh delapan, berati Anita sudah tiga puluh tahun, usia mereka terpaut dua tahun saja.
Usia yang sangat matang untuk berumah tangga.
" Belum bertemu yang cocok!" jawab Anita tertawa kecil.
"Jangan terlalu memilih Nit, nanti malah tidak dapat sama sekali! memangnya mau nyari yang kayak gimana lagi?" tanya Arini sambil membenarkan posisi duduknya.
"Yang kayak mas Ilham!" jawab Anita spontan di tengah tawanya yang berderai.
Sontak Arini menatapnya.
'Eeh.. maksud aku, pria yang bertanggung jawab seperti yang kau ceritakan tadi tentang mas Ilham!" kata Anita meralat ucapannya.
Arini menarik nafas lega. Setelah itu mereka kembali bernostalgia tentang masa lalu.
Karna keasyikan mengobrol sana sini membuat mereka lupa waktu.
"Sudah cukup sore Rin, aku pulang dulu ya, lain kali aku mampir lagi." ucapnya sembari melihat jam tangan mewah yang melingkar di tanganya.
"Yaah, padahal masih seru banget nih. oh ya, tidak nunggu ibu dulu, dia pasti senang bisa melihatmu kembali!' tawar Arini.
"Nantilah, sekalian mau ngajak kamu keluar. jangan mentang-mentang jadi ibu rumah tangga, terus tidak tau dunia luar!" canda Anita.
Anita pergi dengan meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi Arini.
"Oh, ya, sepanjang kami mengobrol. Anita sama sekali tidak menanyakan mas Ilham dimana? apa dia lupa ya?" pikir Arini.
Namun akhirnya dia melupakan keheranannya.
Ia lebih memilih menyiram tanaman dan menyapu halaman karna sudah sore.
Motor Siska masuk ke halaman.
Arini bergegas menyongsongnya.
"Aduuh, ibu kapok mau ikut ke mall. lutut ibu pada sakit semua!!" gerutu Bu Lastri.
"Memang kenapa Bu?" tanya Arini.
"Ibu tidak berani naik eskalator Mbak, terpaksa naik tangga ke lantai tiga." Siska yang menjawab.
Arini tersenyum geli.
"Kalau memang ibu tidak bisa naik eskalator, kenapa tidak di ajak naik lift saja?"
"Lift juga tidak berani, pusing katanya. terpaksa aku ikut naik tangga!' ucap Siska kesal.
"Rin, siapkan ibu makan! laper." katanya sambil memegang perutnya.
Arini menatap Siska.
" Sudah ku ajak makan, tapi ibu tidak suka. padahal makanannya sudah ku bayar. dan yang bikin aku tambah malu, ibu minta di bungkus mbak. malu nggak tuh!" ujar Siska merenggut.
"Ya, ketimbang sia-sia, makanan sudah di bayar juga. biar kamu yang makan itu, ibu minta makanan yang kamu masak!" ucapnya tegas.
"Huh, jauh-jauh pergi ke mall, akhirnya mentok lagi ke masakan menantu!" Arini tertawa dalam hati
💞Hai, minta dukunganya dong! like komen dan hadiah vote nya!🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Elie Ida
lanjut
2023-07-05
0
erika widahardini
apa ilham selingkuh dg anita ? ..okelahhh t lnjt bacax
2023-06-15
1
Wakhidah Isfahani
mertua hrs di lakban mulutnya
2023-05-29
2