Bab 4

Rin, aku ada tugas keluar kota, mungkin hanya tiga hari. tolong siapkan semua keperluanku ya!" kata Ilham sore itu.

Walaupun ini bukan pertama kalinya Ilham tugas ke luar kota, tapi kenapa kali ini hati Arini merasa was-was melepasnya.

Melihat Arini termenung. Ilham memanggilnya,

"Rin! kau dengar, kan?"

"I-iya mas, aku akan siapkan!" ucapnya pelan.

"Kenapa? kelihatannya kau tidak senang dengan kepergianku kali ini?"

"Tidak apa-apa mas, cuma, apa kau yakin sudah benar-benar sehat? dan..." kalimat Arini menggantung.

" Aku sudah sehat, tapi Kalau kau tidak ingin aku pergi, ya aku bisa bilang pada pak Elyas. biar aku di gantikan oleh rekanku saja!" ucapnya sungguh-sungguh.

"Bukan begitu maksudku mas," Arini berusaha menjelaskan kecemasannya.

"Kalau aku berhasil mendapatkan proyek kali ini, aku akan di promosikan untuk naik jabatan!" ucapnya bersemangat.

"Tapi walaupun begitu, aku tidak mau pergi dengan meninggalkan wajah murung istriku.!"

ucapnya tanpa ragu.

"Kau harus pergi! tidak usah pikirkan kemurungan istrimu, toh kalau kau naik jabatan dia juga ikut menikmatinya!" ucap Bu Lastri tiba-tiba.

"IBuu.. kenapa harus bicara begitu? restu istriku sangat berarti buatku setelah restu dari ibu!" kata Ilham menatap ibunya.

Bu Lastri malah melengos.

"Benar kata Ibu mas, kau tidak usah merisaukan aku!" kata Arini kemudian.

"Kau dengar itu? kau adalah tulang punggung keluarga ini, jadi harapan kami semua tertumpu padamu, iya, kan Rin?" tanya mertuanya lebih cenderung menegaskan daripada bertanya.

Arini hanya mengangguk.

"Ya sudah kalau begitu, aku akan berangkat besok!" ucap Ilham sambil menyenggol lengan Arini dengan senyum manisnya. Membuat

Arini merasa lega.

"Jadi istri itu harus legowo, kadang harus rela berjauhan. ibu sudah mengalaminya. waktu almarhum bapakmu di tugaskan jadi kepala sekolah jauh di perkampungan sana, ibu rela berjauhan beribu- ribu mil. padahal waktu itu dalam keadaan sedang hamil besar!"

kata Bu Lastri mengenang kisahnya.

"Jaman ibu dulu dan sekarang jauh beda Bu!" jawab Ilham tertawa. namun Arini memberinya isyarat agar tak membuat ibunya tersinggung.

"Apanya yang beda? yang namanya kehidupan suami istri selamanya tetap lah sama, yang berubah hanyalah tradisi dan jamannya!" Bu Lastri masih ngotot.

Ilham hanya tertawa menanggapinya.

Sedangkan Arini mengangguk mengiyakan.

"Terserah apa katamu, yang penting ibu sudah mengingatkan!" jawabnya kesal lalu meninggalkan pasangan suami istri itu di ruang tengah berdua saja.

Begitulah, walaupun jarang mendapatkan waktu privasi karna tinggal bersama mertua dan iparnya. Arini tetap merasa bersyukur.

Baginya, apapun kata orang. yang terpenting adalah bagaimana Ilham memperlakukannya.

Suaminya itu selalu memberinya cinta yang berlimpah, maka yang lainya Arini tidak perduli.

Arini menatap suaminya penuh cinta.

"Memangnya apa yang harus aku cemaskan?

benar kata ibu, dia pergi membawa harapan keluarga ini. kenapa aku harus memberatkan langkahnya?" ucapnya dalam hati.

Arini larut dalam aktifitasnya seperti biasa, sejenak ia bisa melupakan tentang kata-kata mertuanya, tentang gosip mpok Ipah dan semua perasaan tak enaknya.

Malam itu Ilham bersikap sangat romantis.

Saat di meja makan saja, ia mengedipkan sebelah matanya. membuat Arini merasa geli.

Untung Siska dan ibunya tidak memperhatikannya.

Saat Arini menyiapkan segala keperluan Ilham untuk pergi, suaminya itu merangkul pinggangnya dari belakang.

"Rin, selama 3 hari ini aku akan merindukan rumah, dan juga dirimu!" bisiknya di telinga Arini.

" Aku juga mas, akan selalu merindukanmu, mau kau ada disini, ataupun di luar kota!"

Arini berbalik. kini mereka saling menatap.

"Aku boleh minta sesuatu untuk bekal selama di luar kota!" bisik Ilham dengan senyuman nakal.

Arini mengerti, dan dia tak bisa menolak setiap suaminya meminta hak nya yang satu itu.

Akhirnya setelah selesai beberes. Arini berhias sedikit, memakai parfum kesukaan suaminya. Lalu dia menghampiri suaminya yang sudah menunggu di tempat tidur.

"Rin, maafkan setiap kata - kata ibu, ya!" ucap Ilham saat melihat Arini datang menghampirinya

"Tidak usah bahas itu, aku mengenal ibumu sudah empat tahun. bukan hanya empat bulan. jadi, aku sudah hafal sifatnya.

Kalau aku menyerah sekarang, sia-sia dong yang empat tahun itu!" ucap Arini sambil bercanda.

"Kau benar Rin, sekarang ayo kita berusaha wujudkan keinginan ibu, kita bikin cucu buat ibu!" bisik Ilham sambil merangkul leher istrinya.

Arini tersenyum menyambutnya. Malam itu ia

melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri.

****

Pagi harinya saat sedang sarapan...

"Mas, aku minta ponsel keluaran terbaru dong! semua teman-temanku sudah pada punya. aku doang yang belum. kan malu!"

Siska merajuk pada Ilham.

"Doakan, mas. biar mas cepat naik jabatan. jadi kamu bisa beli apapun yang kamu mau!"

kata Ilham tersenyum lebar.

"Bener nih mas?" ucap Siska tak percaya.

Ilham mengangguk.

Siska terlihat gembira

"Tapi harus janji, pulang kuliah harus langsung pulang!" ujar Arini menambahkan.

"Sudahlah Rin, kenapa setiap Siska minta sesuatu pada Mas nya, ada saja sarat darimu. biarkan kakak adik berbicara, jangan selalu ikut campur!" tukas Bu Lastri tidak suka.

Siska merasa di atas angin karna Bu Lastri membelanya.

"Bukan begitu maksudku Bu, Siska tau kok yang ku maksud" jawab Arini sambil memandang mata Siska.

Siska menelan ludah dan mengalihkan pandanganya. Ia tidak berani menatap Arini.

Siska takut kalau Arini membongkar kejadian bersama Rendi kekasihnya.

'Aku berangkat dulu ya!" ucapnya Buru-buru.

Sangat terlihat jelas kalau dia menghindar.

"Tu, kan! Siska jadi kabur, sarapannya saja belum habis, kamu sih! " tukas Bu Lastri semakin cemberut.

" Ibu, jangan suka membesar- besarkan masalah. apa yang di bilang Arini benar kok! lagian

Siska pergi, mungkin memang sudah kenyang. jadi bukan karena kata-kata Arini!"

pembelaan Ilham justru memperuncing suasana.

Arini mendesah panjang.

Ia merasa heran kenapa mertuanya cepat sekali tersinggung beberapa hari ini, bahkan oleh hal kecil sekalipun.

Masalah di marahi, di omeli oleh mertuanya itu sudah hal biasa bagi Arini. tapi di acuhkan, dan di sudutkan membuat Arini bertanya-tanya.

"Ada apa dengan Ibu?"

Namun ia tak ambil pusing selama suaminya sendiri selalu membela dan bersikap manis padanya.

Waktu berlalu dengan cepat

Sudah dua hari berlalu Ilham pergi bertugas ke luar kota. Namun dia tak pernah lupa menelpon, atau kalau nggak, sekedar pesannya yang selalu bertanya keadaanya.

Arini merasa ada yang sedikit berubah pada sikap suaminya itu

Ilham bertambah romantis kepadanya, namun sebagai wanita, dia merasa sangat bersyukur.

Punya suami ganteng, pekerja keras dan yang paling penting adalah Ilham memanjakannya dengan perhatian dan kasih sayang.

Namun disisi lain, sikap mertuanya malah semakin menjadi. Sejak kepergian Ilham ada saja hal yang membuatnya harus mengeluh pada dirinya.

💞🙏mohon dukungannya buat para reader!

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!