BAAAGH
Anak buah Tuan Gesang menurunkan tubuh tak sadarkan diri Firyanda di pinggir jalan. Tanpa peduli akan cuaca buruk yang sedang terjadi. Suasana yang mendukung tentu tidak akan mereka sia-siakan begitu saja. Apalagi, jalanan tampak sepi pengendara.
Hujan badai tengah mengguyur kota. Sebagaimana pepatah yang ada, hujan turun membawa keberkahan. Namun, orang-orang tak berhatinurani itu malah menebar dosa di mana-mana.
Tubuh malang aktor itu tergeletak tepat di trotoar sebuah jembatan. Walaupun diguyur keras oleh air langit dan diterpa kencangnya angin malam, tapi tak membuat Firyanda sadarkan diri. Tidurnya seolah sangat lelap. Apakah di alam mimpi ia sedang bertemu dengan Shabira? Sehingga ia enggan untuk kembali ke dunia nyata.
Hingga menjelang subuh, hujan masih menumpahkan airnya. Seolah langit ikut menangis akan kemalangan yang menimpa sepasang kekasih--Firyanda Dwinthara dan Shabira Agatha.
Tubuh malang Firyanda masih tergeletak di tempat yang sama. Tanpa bergeser sedikit pun dari tempat semula.
Dari kejauhan, seseorang tampak sedang mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan minim. Sambil mengenakan pakaian anti air, pengendaranya terlihat kesulitan melihat jalanan, karena pandangannya diterpa air hujan. Ditambah lagi, ia memang harus mengenakan kacamata karena penglihatannya yang bermasalah.
Namun, ia tetap pergi ke pasar di pagi buta seperti ini, sebab harus berbelanja bahan-bahan untuk dagangannya. Jika terlambat sedikit saja, maka dia akan terlambat pula untuk pergi ke kampus.
DREEEN
Pengendara sepeda motor itu mendadak menghentikan kendaraannya ketika berada tepat di atas jembatan. Tentu saja, sebelum tiba di sana, ia sudah menyadari bahwa adanya tubuh malang yang tergeletak di pinggiran.
Ia lantas mematikan mesin kendaraan, lalu turun dari motornya. Dengan gerakan ragu, didekatinya seonggok daging yang masih bernyawa itu, kemudian membalik posisinya hingga terlentang.
DEG DEG DEG
Ia sempat berpikir jika yang telah ia temukan adalah mayat.
***
"Tolong, Suster," ucap orang itu seraya menggendong tubuh Firyanda di punggungnya.
Dengan susah payah ia membawa tubuh aktor malang itu hingga tiba di rumah sakit. Ia langsung menuju ke sana setelah memeriksa nadi Firyanda yang masih berdenyut.
Seorang tenaga medis langsung mengambil brangkar berjalan, kemudian disusul oleh teman-temannya yang lain.
Si pengendara motor yang merupakan seorang pemuda berkacamata, kini membaringkan tubuh malang itu di brankar yang disodorkan oleh petugas.
Setelah itu, Firyanda dibawa memasuki IGD untuk mendapat perawatan sebagaimana mestinya.
"Huuuffft!"
Pemuda itu duduk di kursi besi yang berada tak jauh dari sana. Pakaian anti air masih terpakai di tubuhnya.
Diliriknya arlogi yang melingkar di pergelangan tangan, lalu kembali menatap ke arah ruangan yang masih tertutup rapat.
"Apa sebaiknya kutinggalkan saja?" tanyanya pada diri sendiri.
Namun, sepersekian detik kemudian, ia bangkit dari kursi, lalu menghampiri meja resepsionis yang ada di IGD.
"Ada yang bisa dibantu, Mas?" tanya petugas yang ada di meja resepsionis ketika melihat pemuda itu mendekat.
"Maaf, saya sebenarnya saya tidak mengenal korban. Saya menemukannya tergeletak di pinggir jalan. Jujur, saya juga tidak tega meninggalkannya di sini, tapi saya ada urusan lain yang harus diselesaikan. Apa saya bisa minta tolong, Mbak?" jelas pemuda itu panjang lebar.
Si resepsionis mengangguk.
"Boleh saya pinjam pulpen dan kertas?" pemuda itu kembali bertanya.
Si resepsionis langsung mengambil bolpoin dan selembar kertas kosong. Lalu, menyodorkannya pada pemuda itu.
Pemuda itu menerimanya, kemudian tampak menuliskan sesuatu di atas kertas.
"Ini nomor ponsel saya, jika ada apa-apa langsung saja hubungi nomor ini, ya." Pemuda itu berucap seraya menyerahkan kembali kertas tersebut kepada petugas.
^^^08532309xxxx^^^
^^^Liem^^^
"Baik, Mas."
Setelah mengucapkan terima kasih, pemuda yang biasa dipanggil Liem itu langsung bergegas menuju parkiran. Ia harus segera ke pasar. Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, dan itu sudah sangat terlambat baginya. Namun, tidak masalah. Menolong sesama adalah sebuah kebaikan yang wajib dilakukan jika memang tidak berhalangan. Apalagi, dalam kasus ini kondisinya sangat mendesak.
Cuaca sudah tak lagi hujan. Liem melepas mantelnya, kemudian menyimpan pakaian anti air itu di dalam jok motor. Seraya mengedar pandangan ke segala arah, ia pun mengenakan kembali helm yang sempat dilepasnya sebelum memasuki IGD tadi.
Ketika Liem hendak meninggalkan halaman parkiran, sebuah mobil mewah tampak memasuki area rumah sakit.
Mobil milik dokter muda itu terparkir sempurna, ketika sepeda motor Liem sudah melesat meninggalkan parkiran.
Dokter berjenis kelamin perempuan itu, turun dari mobil, lalu bergegas memasuki IGD.
"Bagaimana?" tanyanya pada seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan saat ia hendak memasukinya.
"Masih menunggu tindakan dari dokter," ucap suster itu seraya mengarahkan ibu jarinya pada si dokter muda.
"Dokter Ghea!" sapa seorang dokter umum yang bertugas ketika dokter muda itu memasuki ruangan dan mendekati brankar.
Dokter Ghea mengangguk tipis, lalu memerhatikan kondisi pasien yang sudah terpasang beberapa alat medis di tubuhnya. Ia terdengar menghela napas panjang.
"Luka di kepalanya cukup parah, dan kita harus segera melakukan operasi. Kondisinya sangat kritis," terang dokter berjenis kelamin laki-laki.
"Kalau begitu hubungi pihak yang bertanggung jawab atas dirinya!" Dokter Ghea masih menatap lekat wajah Firyanda, lalu melirik jam tangan yang melingkar di arloginya. Tepat jam delapan nanti, dia juga mempunyai jadwal untuk melakukan operasi pada pasien lain.
"Tapi, Dok, pemuda yang mengantarnya tadi sudah pergi beberapa menit yang lalu. Dia bilang ada keperluan mendesak," ucap salah seorang perawat yang baru saja mendapat informasi dari petugas resepsionis.
"Aku mengenal manajernya. Hubungi nomor ini!" Ghea menyerahkan ponselnya pada si perawat agar segera menghubungi nomor yang tertera di sana.
Tentu saja, Ghea mengenal siapa Firyanda. Sayangnya dia tidak pernah berurusan langsung dengan pemuda itu. Namun, beruntungnya, gadis itu sangat mengenal manajer Firyanda.
***
Di tempat berbeda, Liem sudah selesai berbelanja. Setelah memasukkan semua bahan untuk dagangannya itu ke dalam kulkas, Liem meraih handuk dan menuju ke kamar mandi. Rumah kontrakan miliknya tidaklah besar, namun cukup untuk menampung dirinya sendiri.
Kini ia harus bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
Liem merupakan pemuda desa yang merantau ke kota untuk mengejar mimpinya sebagai seorang arsitek handal. Namun, untuk mencukupi kebutuhan dan membiayai pendidikannya, ia harus berjualan gorengan di malam hari.
Hal itu harus ia lakukan karena tak mungkin membebani ibunya yang berada di desa. Malah, ia sering mengirimi uang bulanan untuk sang ibu, karena memang ia sudah tidak memiliki seorang ayah. Walaupun, ibunya sering menolak, namun Liem merasa bahwa hal tersebut sudah menjadi kewajibannya untuk menafkahi sang ibu.
Sebenarnya ayah Liem masih hidup. Namun, setiap ditanya tentang keberadaan sang ayah, ibunya selalu bilang bahwa ayahnya tidak tahu entah di mana. Sejak saat itu, Liem tidak pernah bertanya lagi. Jika memang suatu saat takdir akan membawa ayahnya kembali, Liem tentu akan menerimanya dengan tangan terbuka.
Kini ... pemuda itu sudah siap dengan kemeja longgar, celana kain dan kacamata bingkai bulat yang memang sudah menjadi ciri khasnya.
***
"Hei, Culun!" sapa seorang pemuda yang baru saja memarkirkan motor besarnya di samping motor Liem.
Liem hanya tersenyum tipis. Dijuluki pria culun bukan lagi hal baru untuknya. Bahkan, hal itu sudah menjadi makanannya sehari-hari jika berada di lingkungan kampus. Dan, Liem sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Culun, mana tugasku?"
Seorang gadis tampak menghampiri Liem dengan berkacak pinggang. Gadis itu baru saja turun dari mobilnya ketika Liem hendak melangkah menuju kelas.
"Oh, sebentar." Liem, menarik ranselnya, lalu mengambil sebuah dokumen dari dalamnya.
"Kerja bagus," ucap gadis itu seraya menerima uluran tangan Liem. Ia kembali memasuki mobilnya tanpa mengucapkan kata terima kasih.
Liem hanya menggeleng pelan seraya tersenyum. Gadis tomboi bernama Anjia itu merupakan pelanggan tetapnya untuk jasa penyelesaian tugas. Walaupun terlihat jutek, tapi gadis itu tidak pernah lupa mentransfer tips untuk jasa Liem yang sudah bersedia membantunya.
***
Sementara di rumah sakit, dokter sudah selesai melakukan operasi pada Firyanda. Ada gumpalan darah yang menumpuk di dalam otak kanannya sehingga harus dikeluarkan.
Manajer Firyanda yang bernama Kozi, beserta asisten pribadinya yang bernama Galih, keduanya sedang menunggu di ruang rawat. Mereka sama-sama terlihat gusar setelah mendengarkan keterangan dari dokter tentang kondisi Firyanda, dua jam yang lalu. Firyanda dinyatakan mengalami vegetatif.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh dokter, sudah hampir empat jam, masih belum ada tanda-tanda bahwa aktor itu akan sadar.
Kozi dan Galih sama-sama melempar pandangan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Menemukan pelakunya."
"Caranya?"
"Cari tahu siapa yang membawanya ke rumah sakit ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 7 Episodes
Comments
Najwa Aini
Ternyata Liem aktor nya ya..
2023-02-20
3
Akbar Saputra
lanjut.
2023-02-20
3
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Nasib malang Yanda.
Nasib hoki bakal nyamperin culun nih..🥸
2023-02-18
3