Eps 5: Pondok Pendekar (2/3).

Pikiran Daya dipenuhi oleh banyak pertanyaan tentang apa yang terjadi, kenapa ia berada di sini dan kenapa dia tidur beralaskan kasur. Daya mencoba untuk mengingat-ingat tentang apa yang terjadi, namun suara ketukkan pintu memecah perhatiannya. Daya menghentikan pikirannya lalu mencoba bangkit dari kasur. Daya berjalan menuju kearah pintu dan membukanya, betapa terkejutnya Daya ketika mengetahui ternyata orang yang mengetuk pintu adalah pendekar yang ia temui ketika berada di desa, ia adalah Alardo.

Ingatan dan memori langsung terlintas dipikiran Daya setelah melihat pendekar dihadapannya, Daya teringat tentang apa yang terjadi. Daya melihat kearah pendekar itu, wajahnya terlihat marah dan tangannya mengepal bagaikan ingin memukulnya. Baju pendekar berwarna putih dengan badge bertuliskan Alardo berwarna ungu di dada bagian atas terlihat diredupnya sinar matahari. Ketika Daya masih memperhatikan pendekar, tanpa diduga secara tiba tiba Daya dikejutkan dengan tangan yang berada di lehernya.

Ternyata Alardo mencekiknya hinga Daya terangkat. Dengan tubuh yang kecil dan kurus, bukan perkara yang sulit untuk mencekiknya ke atas.

"Akhkk, sakhit tuank. Maakfkan akhu, jankgan sakhhiti akhu!" rengek Daya sembari menahan sakit dan perih di lehernya.

Daya mencoba meronta-ronta dengan tujuan agar terlepas dari gengaman Alardo, namun kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan seorang pendekar.

"Kau tau? Hanya karena ingin menyelamatkan kau, aku harus diceramahi oleh teman-temanku. Aku paling benci diceramahi, mereka berkata bahwa aku tidak memiliki perasaan. Aku punya perasaan! Namun tugas kami bukan untuk menyelamatkan orang sepertimu, melainkan membunuh para monster di luar desa.

"Aku sudah memberitahu ketua, 'Kita harus naik Tier!' Namun dia menolaknya ...!" kata Alardo setengah berteriak dengan tangan yang masih mencekik leher Daya.

Alardo menghentikan kata-katanya lalu melihat ke arah Daya. Daya terlihat lemah, matanya sayu seakan ingin menemui sang pencipta dan badannya kaku tak lagi meronta. Alardo melepaskan cekikannya dan mendorong Daya jatuh ke lantai. Daya yang terlepas dari gengaman Alardo lantas menghirup udara sedalam dalamnya, karena Daya tidak bisa bernafas ketika dalam gengaman Alardo, setelah beberapa saat Daya batuk batuk-batuk dan wajahnya tampak meringis.

"Maaf, sepertinya aku terlalu kasar kepadamu," ucap Alardo menyesali perbuatannya.

"Tak apa tuan, aku harus terbiasa dengan hal ini. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjadi orang yang hebat, jika karena hal ini saja aku kalah, maka aku tidak akan bisa bertambah kuat," ucap Daya sembari tersenyum melihat kearah Alardo.

"Lakukan apa yang ingin lakukan, namun jangan lupa meminta bantuan kepada teman ketika kau dalam kesulitan!" ucap Alardo dengan bijak.

Daya tersenyum dengan apa yang dikatakan Alardo, Daya teringat dengan kata kata ayahnya tentang mencari teman yang sejati.

"Kau boleh tinggal di sini selama satu hari, nanti malam akan ada pelayan yang akan datang memberikan makanan dan pakaian. Makan dan kenakan baju itu! Kau tampak sangat kurus dan bajumu sudah kotor."

"Ah ... tidak perlu tuan, aku sudah membeli makanan dan baju tuk kukenakan," tolak Daya dengan nada yang sopan.

Setelah beberapa detik Daya berkata hal itu, Daya teringat lalu berdiri mencari dimana barang-barangnya. Namun Daya tidak menemukan apa pun kecuali pisau belati peninggalan orang tuanya.

"Kalau kau mencari Apel dan kain untuk menyeka kaki, barang itu mungkin tertinggal ketika kau pingsan," terang Alardo.

"Itu bukan alas kaki, tapi baju untuk kukenakan sehari-hari. Aku su--"

Belum sempat Daya menyelesaikan apa yang ia ingin katakan, Alardo sudah memotong perkataannya.

"Sudah terima aja, lagi pula aku tidak meminta. Aku menyuruh ...!" ucap Alardo tegas dan keluar dari kamar Daya.

Daya pun tak dapat berkata apa-apa lagi, ketika Alardo sudah keluar dari kamarnya, Daya melihat sekali lagi keadaan kamar disekitarnya. Kamar berukuran sedang dengan dinding terbuat dari batu dan lantai yang terbuat dari tanah yang padat. Dari arah kanan terdapat kalender yang menunjukan tanggal 15 April dan jam dinding. Lalu terdapat meja besar dan kursi yang diatasnya terletak pisau belati miliknya dan lampu kecil berisikan hewan kecil. Tak luput pula terdapat perapian yang di atasnya terdapat logo Kerajaan Green Dragon. Lalu ada juga rak buku dan dipaling belakang terdapat tempat tidur, jendela dan meja kecil yang kemungkinan digunakan untuk makan. Daya menghela nafasnya dan tersenyum simpul. Daya berfikir bahwa dalam satu hari Daya bisa hidup seperti manusia pada umumnya.

****

Daya melihat melalui jendela untuk mengetahui apa yang ada di luar kamar. Daya membuka gorden lalu melihat ke arah luar. Betapa terkejutnya Daya mengetahui bahwa di luar terdapat air sungai yang mengalir tenang.

"Wahh ... cantiknya pemandangan di sini," ucap Daya pelan terkagum dengan pemandangan yang ia lihat.

Daya melihat beberapa orang dan anak seusianya bermain di sepanjang sungai. Daya berkeinginan untuk bermain di sungai juga, tetapi Daya terlalu lelah untuk pergi dari kamar, ditambah leher Daya yang masih sakit akibat cekikan Alardo. Alhasil Daya kembali istirahat di kasur yang empuk, Daya tertidur gengan pulas. Tak terasa waktu telah berlalu. Terdengar kembali suara ketukkan dari luar kamar Daya, namun kali ini terdengar dengan lembut.

tok tok tok tok.

Suara ketukan pintu terdengar pelan namun pasti.

"Permisi, saya dari layanan pangan pondok ingin memberikan makan malam." Terdengar suara gadis dari balik pintu setelah mengetuk pintu dengan lembut.

tok tok tok tok.

suara ketukan kembali terdengar. Daya terbangun dari tidurnya dan berkata.

"Iyah ... sebentar ..." ucap Daya sembari bangkit dari kasur.

Sebelum membuka pintu kamar, Daya menyempatkan untuk melihat ke arah jam. Tanpa disadari jam telah menunjukkan pukul 18:30. Daya membuka pintu dan melihat seorang gadis berumur sekitar 18 tahun mengenakan baju pelayan membawakan troli yang kemungkinan berisikan makanan.

"Maaf tuan mengganggu waktu istirahatnya, nama saya Dewi. Jam telah menunjukkan pukul 18:30, ini adalah saat dimana pondok memberikan makanan," ucap gadis itu ramah sembari tersenyum.

"Ah iya, silahkan. Panggil saja saya Daya," jawab Daya sembari membalas senyum Dewi.

Dewi pun masuk ke kamar Daya dengan mendorong troli berisikan makanan. Dewi menyiapkan makanan di meja yang telah disediakan, tak lupa Dewi menaruh baju dan celana berwarna coklat di atas kasur lalu bergegas untuk keluar.

"Silahkan dinikmati Tuan Daya, semoga anda puas dengan makanan yang kami sajikan," ucap Dewi ramah lalu pergi keluar kamar.

Daya membalas senyum Dewi dan menutup pintu kamarnya. Daya melihat di atas meja terdapat makanan yang sangat indah. Terdapat nasi dengan warna putih bersih, di samping-nya terdapat daging dan juga panci kecil berisikan sup. Ditempat alat terlihat peralatan untuk makan, seperti: sepasang sendok, garpu dan pisau dapur dengan ukuran yang berbeda beda. Daya pun duduk di kasur dan mendekatkan meja itu ke arahnya.

"Ya Tuhan, terima kasih atas kebaikan mu di hari ini. Sudah lama aku tidak memakan nasi," ucap Daya lembut bersyukur atas apa yang ia dapatkan.

Daya pun memakan makanan yang berada di hadapannya, tak terasa air mata Daya menetes membasahi pipi dan nasi yang ia makan. Daya sangat bersyukur atas apa yang ia dapatkan hari ini. Setelah beberapa saat Daya menghabiskan makanan yang berada di meja, Dewi datang kembali untuk mengambil piring yang kotor. Daya menaruh baju pemberian Dewi di atas meja besar lalu melanjutkan istirahatnya dengan tidur kembali di kasur yang nyaman.

\=\=♡\=\=

To Be Continued.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***